Meluruskan Pendapat Ustadz Yazid yang Mengabaikan Physical Distancing dalam Shalat

Meluruskan Pendapat Ustadz Yazid yang Mengabaikan Physical Distancing dalam Shalat

PeciHitam.orgPandemi Covid-19 banyak memunculkan istilah baru yang kemudian sangat terkenal seperi Social Distancing dan Physical Distancing. Jaga  Jarak Sosial dan Jaga Jarak secara Fisik menjadi anjuran pemerintah guna mengurangi risiko penularan Covid-19.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kajian Fikih terkait physical distancing atau jaga jarak fisik menjadi penting karena Ibadah dalam Islam banyak bersentuhan dengan persentuhan fisik, baik dalam shalat Jamaah atau Jumatan serta Ibadah sunnah lainnya.

Sampai-sampai Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas sampai bersuara lantang untuk tetap mengabaikan Physical Distancing dalam shalat berjamaah.

Pandangan menyeluruh tentang physical distancing dan seruan mengabaikannya dalam Ibadah seperti Ustadz Yazid Jawas katakan harus jelas. Kajiannya sebagai berikut;

Seruan Pengabaian Physical Distancing

Indonesia sedang mengalami masa-masa kritis menghadapi serangan pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020. Penyebaran yang belum terbendung dan fakta belum ditemukannya vaksin penyembuh menjadikan Covid-19  menjadi momok bagi masyarakat dan negara.

Usaha yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan PSBB (Pembatasan Sosial berskala Besar) dan ketika masuk masa Kenormalan Baru, New Normal ditekankan adanya Physical Distancing.

Diharapkan dengan hal ini akan menurunkan angka penyebaran Covid-19 dengan efektif. Pelaksanaan Physical Distancing dilakukan disemua tempat termasuk Rumah Ibadah.

Baca Juga:  Shalat Isya di Akhir Waktu; Apa Hukumnya Menurut Ulama Madzhab?

Namun belakangan ada sebuah ceramah Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawwas tentang dalil merapatkan shaff dalam Shalat adalah kewajiban, termasuk shalat berjamaah di Masjid. Beliau memaparkan dalil-dalil riwayat Abu Mas’ud,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلاةِ وَيَقُولُ اسْتَوُوا , وَلا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ 

Artinya; “Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memegang pundak-pundak kami sebelum shalat, dan beliau bersabda: luruskanlah (shaf) dan jangan bengkok, sehingga hati-hati kalian nantinya akan bengkok (berselisih) pula” (HR. Muslim)

Hal ini sangat disayangkan karena akan kontradiksi dengan kebijakan pemerintah dengan tujuan untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Menyebutkan dalil Hadits Rasulullah SAW adalah sebuah kebenaran yang hakiki, namun harus memperhatikan ‘Illat/ Qarinah dalam masyarakat.

Negara dan masyarakat sedang berperang menghentikan penyebaran Covid-19, dan salah satu caranya adalah Physical distancing, maka anjuran-anjuran dalam Ibadah bisa terlebih dahulu ditinggalkan untuk menghindari mafsadat.

Jika dipaksakan maka akan menimbulkan cluster virus baru di Masjid yang sudah terjadi dibeberapa Masjid di Indonesia. Mungkin hal ini tidak terpikirkan oleh Ustadz Abdul Qadir Jawas.

Baca Juga:  3 Cara Istinbath Ulama Tentang Hukum Jual Beli Pupuk Kandang

Pandangan Fikih dalam Physical Distancing

Kaidah Maqasid Syariah yang berbasis kaidah Sadud Dzari’ah bisa menjadi acuan dalam menerapkan Physical Distancing dalam kerangka menghindari mafsadat risiko tertular penyakit. Bahwa hukum dasar Physical Distancing adalah boleh, karena tidak ada larangan atau anjuran untuk melaksanakannya.

Seruan untuk merapatkan shaff sebagaimana anjuran Ustadz Yazid Jawwas dalam masa Pandemi Corona bertentangan dengan kaidah maslahah atau kebaikan dalam Islam.

Karena ketika terjadi kontak dengan orang lain baik dalam shaff shalat atau ibadah tetap mempunyai  risiko tinggi sebagai penular Covid-19.

Oleh karenanya untuk menghindari mafsadat/ madlarat harus mengurangi risiko tertular dengan menjaga jarak fisik. Imam Malik dalam al-Muwatha’ menyebutkan;

حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

Artinya; “Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari ‘Amru bin Yahya Al Muzani dari Bapaknya bahwa Rasulullah Shalla Allahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak boleh membuat kemudharatan pada diri sendiri dan membuat kemudharatan pada orang lain” (Al-Muwatha’ Li Imam Malik)

Maka menggunakan kaidah Physical Distancing dalam berjamaah lebih didahulukan daripada mengikuti keutamaan shalat dengan mengorbankan maslahah. Kaidah Ushul Fiqihnya adalah;

Baca Juga:  Bagaimana Hukumnya Arisan? Apakah Boleh atau Justru Dilarang?

درء المفاسد مقدم علي جلب المصالح

Artinya; ‘Meninggalkan kerusakan lebih utama dari pada mengambil keuntungan’

Agama Islam memperbolehkan untuk meninggalkan keutamaan dalam Shalat jika ditemukan maslahah yang  lebih besar. Konteksnya sekarang, kita diperkenankan merenggangkan shaff dalam Shalat karena untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Seruan Ustadz Yazid Jawwas kelihatan sekali tidak memahami situasi negara dan masyarakat yang sedang berperang melawan Covid-19. Ash-Shawabu Minallah

Mohammad Mufid Muwaffaq