Memahami Konsep Milkul Yamin Dalam Islam Bagian 2

Memahami Konsep Milkul Yamin Dalam Islam Bagian 2

PeciHitam.org – Konsep Milkul Yamin yang ketiga, di antara rahasia di balik kebolehan berhubungan intim dengan budak perempuan (pada zaman itu) adalah untuk menjaga kehormatan si pemilik budak; menjaga kehormatan si budak perempuan agar tidak cenderung kepada perbuatan nista (zina); dinasabkannya anak-anak dari budak perempuan kepada tuannya; dimerdekakannya anak-anak yang lahir dari pergaulan budak perempuan dengan tuannya; disandangkannya julukan “ummu walad” kepada budak perempuan tersebut setelah melahirkan anak; dan merdekanya budak perempuan tersebut setelah kematian tuannya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Konsep milkul yamin yang keempat, berbeda dengan pernikahan, milkul yamin diperbolehkan menggabungkan antara seorang budak perempuan dengan saudara perempuannya, atau dengan anaknya, atau dengan ibunya, atau dengan bibinya. Begitu pula jika pernikahan dibatasi oleh jumlah, maka milkul yamin boleh memiliki budak perempuan yang dicampuri lebih dari empat selama tidak ada penghalang.

Namun, itu sebatas dalam akad milkul yamin. Adapun jika si pemilik berlanjut pada hubungan intim, maka ada ketentuan lain. Di antaranya jika seorang tuan bergaul dengan salah seorang budak perempuan, maka tidak boleh menggauli anak atau ibu budak tersebut.

Kelima, budak perempuan yang digauli tidak ada hubungan mahram dengan tuannya, baik mahram muabbad maupun mahram muaqqat. Ini artinya, dengan milkul yamin, seorang laki-laki tidak boleh menggauli mahramnya, baik karena nasab, persusuan, maupun perkawinan, seperti ibu, anak perempuan, dan menantu. Bahkan, budak perempuan yang berstatus mahram tuannya, langsung merdeka walaupun baru sekadar dibeli.

Baca Juga:  Kesantunan Dakwah Islam Kepada Non Muslim Ala KH Hasyim Asyari

Keenam, setelah seorang laki-laki bergaul dengan seorang budak perempuan, maka baginya diharamkan menikahi ibu atau anak dari budak perempuan tersebut, layaknya yang diharamkan dalam pernikahan dengan perempuan merdeka.

Ketujuh, budak perempuan itu bukan pula istri dari orang lain, tidak sedang menjalani masa iddah, tidak sedang masa istibra dari kehamilan (membuktikan kosongnya rahim).

Kedelapan, jika memiliki dua budak perempuan melalui akad milkul yamin, maka si tuan mereka boleh memilih salah satunya. Tidak boleh kedua-duanya, kecuali setelah dikeluarkan dari kepemilikannya seperti dijual atau dinikahkan dengan yang lain.

يَجُوزُ الْجَمْعُ بَيْنَ الأْخْتَيْنِ أَوْ نَحْوِهِمَا – كَالْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا أَوْ خَالَتِهَا – فِي مِلْكِ الْيَمِينِ، لَكِنْ إِنْ وَطِئَ إِحْدَاهُمَا حَرُمَتْ عَلَيْهِ الأْخْرَى تَحْرِيمًا مُؤَقَّتًا، فَلَوْ وَطِئَ الثَّانِيَةَ أَثِمَ، وَهَذَا قَوْل الْجُمْهُورِ، وَاسْتَدَلُّوا بِأَنَّ تَحْرِيمَ الأْخْتَيْنِ الْمَنْصُوصَ عَلَيْهِ فِي قَوْله تَعَالَى: ]وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأْخْتَيْنِ [مُطْلَقٌ، فَيَدْخُل فِيهِ التَّحْرِيمُ بِالزَّوَاجِ وَبِمِلْكِ الْيَمِينِ.

Baca Juga:  Mengenal Metodologi Tafsir Al-Quran di Nusantara

Artinya, “Diperbolehkan menyatukan dua budak perempuan bersaudara, atau sejenisnya—seperti ia dengan bibinya—dalam milkul yamin. Namun, jika si tuan mencampuri salah satunya, maka yang lainnya haram sementara. Jika menggauli yang kedua, maka ia berdoa. Ini adalah pendapat jumhur. Mereka ber-istidlal dengan haramnya dua perempuan bersaudara sebagaimana telah ditetapkan dalam nash Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah, Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, (QS al-Nisa [4]: 23). Ini berlaku mutlak. Sehingga keharamannya masuk ke dalam pernikahan maupun milkul yamin” (Tim Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman, Al-Mausu‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, [Kuwait: Darus Salasil], 1427 H, jilid 11, hal. 299).

Masih ada beberapa ketentuan tentang sistem perbudakan dan pernikahan yang berkaitan dengan milkul yamin. Namun, inilah sekilas gambaran milkul yamin yang membolehkan hubungan intim tanpa ikatan pernikahan (akad nikah), tapi ikatan milik (akad milik) yang statusnya lebih kuat.

Terkait dengan milkul yamin ini, kita pun tak bisa melupakan sejarah bahwa praktik perbudakan itu memang pernah ada di muka bumi, bahkan diakui dalam syariat kita. Islam sendiri tak mungkin menghapus sistem itu secara sekaligus. Namun, kita yakin bahwa Al-Qur’an datang secara bertahap dengan semangat menghapus sistem itu.

Baca Juga:  Mengapa Allah Mengutus Nabi Muhammad dari Bangsa Arab?

Banyak ayat yang menunjukkan spirit Islam dalam memberantas sistem perbudakan, di antaranya ayat tentang pendistribusian zakat, yang salah satunya diperuntukkan untuk memerdekakan budak. Belum lagi dalam dimensi hukum lain.

Kafarat akibat salah membunuh atau bersenggama siang hari di bulan Ramadhan, misalnya, di antara dendanya adalah memerdekakan budak. Bahkan, hubungan intim sendiri antara seorang tuan dan budaknya, jika kemudian si budak melahirkan anak, anak itu harus dimerdekakan, serta si budak sendiri dimerdekakan setelah kematian tuannya.

Islam juga memberi hak seseorang memperoleh warisan dari budak yang telah ia merdekakan. Demikian penjelasan tentang konsep milkul yamin. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *