Membaca Isu Perpecahan Sunni-Syiah

sunni syiah

Pecihitam.org – Nampaknya sebelum tahun 1979 kita akan kesulitan menemukan data tentang perseteruan Syiah-Sunni sebab dulu raja Iran Reza Pahlevi menjadi boneka Amerika sekaligus bersekutu dengan Raja Saudi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tahun 1979 terjadi Revolusi Iran yang menandakan berakhirnya kekuasaan Reza Pahlevi sekutu  Amerika. Sejak saat itu hingga hari ini hubungan Iran dengan Saudi, Amerika, Israil menjadi memanas.

Hampir mirip dengan Yaman saat ini, sebelum terjadi perang antara Yaman dengan Saudi. Saudi meneruskan kemesraannya dengan Amerika dan Israil. Akibat perseteruan antara Saudi dan Iran memburuk, sementara Amerika, Israil dengan Saudi seperti kawan sehidup semati.

Iran mayoritas syiah, Saudi yang berpaham wahabi mengaku dirinya sebagai sunni namun ditolak oleh para ulama Sunni. Bukankah syarat utama sebagai sunni adalah merujuk pada 4 mazhab? Wahabi tidak merujuk kepada 4 mazhab. Baru-baru ini ulama seluruh dunia sepakat bahwa wahabi bukan bagian dari Sunni.

Saya menduga wahabi selalu mengaku sebagai bagian dari sunni, karena mereka memiliki tujuan untuk memecah belah umat Islam dari dalam. ISIS dengan pendukungnya selalu mengaku sebagai sunni agar mendapatkan simpati dari masyarakat dunia Islam untuk membenci Bashar Asad dan ikut serta dalam memerangi Bashar Asad.

Sekali lagi, sama kejadiannya sekarang di Yaman. Para pendukung Saudi yang bermazhab Wahabi berteriak lantang save Suriah, save Aleppo, tetapi membisu soal Yaman, kenapa? Yaman dibombardir oleh Saudi yang berpaham wahabi, sementara di Suriah, pasukan Saudi yang dipukul mundur.

Coba perhatikan komentar pengikut wahabi pengagum Saudi tentang perseteruan antara Iran dengan Amerika. Fakta menunjukkan bahwa Iran dan Amerika bermusuhan, tetapi para pengikut setia Saudi berpaham wahabi melalui lisan-lisan “ustadz”nya menyebarkan isu bahwa itu hanyalah sandiwara bahkan menyebarkan buku yang isinya hanyalah hoax dan fitnah.  

Baca Juga:  Mengucapkan Salam, Wujud Kecintaan Kita Kepada Sesama

Jadi selama Saudi yang bermazhab wahabi berkuasa, maka selama itu pula hembusan fitnah tentang perseteruan sunni-syiah akan selalu ada. Sunni-syiah adalah saudara kembar, ibarat persaudaraan Imam Hasan dengan Imam Husain. Wahabi adalah benalu bagi Islam itu sendiri.

Habib Quraish Shihab sering dituduh sebagai Syiah, karena membela dan mencintai Ahli bait sebagaimana yang diajarkan gurunya Habib Abdul Kadir Bilfaqih.  Dilain waktu beliau berkata, “saya menjalankan amanah ilmiah,” maksudnya fakta tentang ahlul bait dan kedudukannya memang demikian adanya, secara moral tidak mungkin mengingkarinya,  “selain itu saya memiliki tanggung jawab secara nasab”

Maksudnya Habib Quraish Shihab ada pertalian nasab dengan ahlul bait Rasulullah saw. Maka tidaklah mengherankan bila Habib Quraish Shihab, menulis buku, “Mungkinkah Syiah-Sunni Bergandengan Tangan?” ini bukan karena beliau syiah tetapi karena ia menjalankan amanah ilmiah.

Sejarah ahlul bait tidak begitu popular, tetapi tidak tenggelam oleh perjalanan waktu. Sebagian orang dan penguasa ingin menghilangkannya namun selalu saja ada yang melestarikannya.

Kita memerlukan tokoh seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i, Imam Bukhari, ad-Dzhabi, para ahli sejarah yang merekam dan menceritakan tentang ahlul bait dan kedudukannya di mata Rasulullah saw. Kita berharap akan selalu ada tokoh seperti Syekh Ali Jum’ah, Syekh al-Buthi, Mahmud Saltut yang tanpa ada keraguan meyakini syiah bagian dari Islam. 

Di Indonesia ada Habib Quraish Shihab yang konsisten menjalankan amanah ilmiah akademiknya, kita kagum terhadap Profesor KH. Said Agil Siraj yang menceritakan sejarah sebagaimana adanya. Kita Hormat pada Habib Luthfi yang menegaskan bahwa kecintaan pada ahlul bait tidak otomatis menjadi Syiah.

Justru mereka yang selalu membesar-besar perbadaan antara syiah-sunni pada hakikatnya ingin membecah bela antara kyai dan habib dzurriyat Nabi saw adalah musuh sesungguhnya. Ketika itu terpecah dengan sendirinya akan melemahkan NU, jika NU lemah maka Negara akan terancam. Kita rindu pada Gus Dur, yang dengan guyonannya berkata: NU itu Syiah minus Imamah, Syiah itu NU plus Imamah.

Baca Juga:  Hal yang Terlupa dan Dilupakan Saat Lebaran

Gus Ulil, Gus Mizrawi, Gus Mughsith, Gus Muwaffiq, Gus Nadirsyah Husein adalah tokoh muda NU yang paham betul siapa musuh dan siapa lawan. Bagi mereka Syiah itu bukanlah musuh, musuh sebenarnya adalah Wahabi yang selalu membesar-besarkan perbedaan sunni-syiah.

Secara kultur NU dan Syiah memiliki banyak persamaan, Syiah dan NU sama-sama mentradisikan maulid, mi’raj, tahlilan, haul, barazanji. Inilah maksud ucapan Gus Dur, “NU itu Syiah minus Imamah, Syiah itu NU plus Imamah. Wahabi secara kultur sangat berbeda dengan syiah-sunni ala NU.

Wahabi anti maulid, mi’raj, barazanji, yasinan, haul, takziyah sementara Syiah dan Sunni ala NU tidak. Secara logika “Musuh” kita adalah yang memiliki banyak perbedaan bukan yang memiliki banyak persamaannya.

Karena itu, tidak bakalan kita temukan syiah merendahkan ulama-ulama NU, sebagaimana ulama-ulama NU merendahkan Syiah, yang biasa merendahkan ulama-ulama NU bahkan membubarkan pengajian-pengajiannya. Yang menolak pengajian-pengajian ulama NU adalah orang-orang wahabi dan yang terkontaminasi paham wahabi dengan mengatasnamakan diri sebagai sunni.

Beruntunglah kita di Indonesia ada banyak tokoh umat Islam yang tidak mudah terprovokasi oleh ulah segelintir orang yang ingin memecah antara sunni-syiah. Habib Jufri dari Yaman mengatakan bahwa yang meyakinkan engkau tentang sunni-syiah bermusuhan, pada hakikatnya dialah musuhmu sebenarnya bukan sunni maupun syiah.

Ali Khamanei pun demikian bahwa haram hukumnya menghina tokoh-tokoh yang dimuliakan orang-orang sunni. Syiah adalah sunni, sunni adalah syiah. Mereka seperti Imam Hasan dan Imam Husain.

Baca Juga:  Kabut Asap dan Pentingnya Teologi Keislaman untuk Menyelamatkan Lingkungan

Di tahun 1979 Revolusi Iran menyadarkan umat Islam bahwa kita memiliki kekuatan untuk melawan hegemoni Barat, umat Islam bisa berdiri tanpa harus tergantung pada barat sebagaimana yang dilakukan Iran.

Maka tahun 2020 kembali Iran membuat umat Islam tercengang bahwa Amerika, Israil dan sekutunya hanya kuat di pemberitaan media maupun di film-film tetapi faktanya tidak mampu berkutit berhadapan dengan negara Iran yang diembargo dalam segala hal selama 41 tahun lamanya.

Dengan fakta ini pula, kebusukan Saudi dan para pengikut setianya terbongkar kalau selama ini Saudi adalah sekutu abadi Amerika dan Israil penjajah terhadap Palestina. Pantas saudi dan bonekanya diam seribu bahasa soal kekejaman Amerika di timur tengah, diam terhadap penjajahan Israil terhadap Palestina.

Oleh karena itu, sangat berharap sunni-syiah tidak mudah terprovokasi oleh hembusan fitnah dari luar utamanya wahabi. Sehingga sunni-syiah selalu bersatu dan pada akhirnya kehancuran Amerika yang mendukung penuh penjajahan Israil terhadap Palestina hancur lebur dimuka bumi ini.

Tidak ada syiah dan sunni yang ada hanyalah Islam. Lemahnya sunni adalah kelemahan bagi syiah, kelemahan syiah adalah kelemahan bagi sunni. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Itulah semboyang Indonesia.   Wallahu A’lam bis Shawab.

Muhammad Tahir A.