Memegang Al-Quran Terjemah Tanpa Wudhu Bolehkah?

memegang al=quran terjemah tanpa wudhu

Pecihitam.org – Membaca Al-Quran terjemahan saat ini banyak dilakukan oleh siapa pun, terutama orang-orang yang ingin mengetahui kandungan arti kata yang terlafalkan dalam Al-Qur’an. Bagi orang yang tak memiliki pengetahuan bahasa Arab yang memadai, Al-Qur’an terjemahan pun menjadi solusi paling mudah. Kemudian muncullah pertanyaan, apakah Al-Quran terjemahan statusnya sama dengan Al-Quran tanpa terjemah, sehingga tidak boleh memegang Al-Quran terjemah tanpa wudhu ataukah malah sebaliknya?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kaidah yang harus diketahui sebelumnya adalah bahwa Al-Quran menjadi hilang kewajiban memegang dalam keadaan suci ketika di dalamnya lebih dominan penafsiran Al-Qur’an dari pada teks asli Al-Qur’an dalam segi hurufnya. Dalam artian, jika jumlah huruf Al-Qur’an dikalkulasikan (menurut sebagian pendapat, jumlah huruf Al-Qur’an sebanyak 162.671) masih tidak sebanding dengan jumlah huruf yang ada pada tafsir Al-Qur’an. Sehingga diperbolehkan untuk menyentuhnya meski tanpa wudhu, sebab hal tersebut tidak lagi dinamakan mushaf Al-Qur’an tapi beralih menjadi kitab Tafsir. Hal ini seperti halnya apa yang kadang kita temui dalam kitab-kitab tafsir yang berjilid-jilid seperti tafsir Fakhrurrazi, Al-Qurtuby, Ibnu katsir, dan lain sebagainya.

Sedangkan untuk kitab Tafsir Jalalain menurut sebagian pendapat ulama jumlah hurufnya lebih banyak dua huruf jika dibandingkan dengan huruf mushaf Al-Qur’an yang asli, sehingga boleh menyentuhnya tanpa wudhu. Meski demikian para ulama tetap menganjurkan bagi orang yang membawa kitab tafsir Jalalain agar tetap dalam keadaan suci, sebab dikhawatirkan adanya kesalahan cetakan atau penulisan dalam kitabnya yang kemungkinan mengurangi jumlah huruf tafsir pada kitab tafsir Jalalain tersebut.

Baca Juga:  Keutamaan Membaca Al Quran, Dan Pahala Membacanya

Kemudian pertanyaanya, apakah Al Quran terjemahan dihukumi sebagai tafsir?

Dalam kitab Manahil al-Irfan diterangkan bahwa terjemah dibagi menjadi dua. Pertama, terjemah harfiyyah, yakni penerjemahan Al-Qur’an per kata dengan memberikan pada masing-masing kata dalam Al-Qur’an dengan makna yang sesuai (dalam hal ini menggunakan bahasa Indonesia) tanpa adanya loncatan penerjemahan untuk mewujudkan runtutan arti yang sesuai. Kedua, terjemah tafsiriyyah, yaitu penerjemahan Al-Quran yang lebih dominan dalam hal mewujudkan rangkaian makna yang sesuai dan mudah dipahami. Sehingga penerjemahan dengan model seperti ini sering terjadi lonpatan kata yang terdapat dalam Al-Quran (Muhammad Abdul Adzim Az-Zarqani, Manahil al-Irfan, juz 2, hal. 80).

Terjemahan Al-Quran yang biasanya kita temui dan banyak digunakan oleh khalayak umum termasuk dalam kategori terjemah Tafsiriyyah, sebab jika diteliti secara mendalam banyak sekali ditemukan lompatan-lompatan makna yang tidak sesuai dengan urutan kata yang terdapat dalam Al-Qur’an. Hal ini dikarenakan tujuan penulisan terjemah tersebut lebih ke arah memahamkan pembaca pada makna dan maksud dalam kalimat Al-Qur’an secara umum, bukan mengartikan per-kosa kata dalam Al-Qur’an.

Baca Juga:  Perintah Membaca dalam al Quran dan Tantangan Literasi Umat

Segala jenis terjemah, baik terjemah tafsiriyyah ataupun harfiyyah tidak berstatus sebagai tafsir yang dapat merubah Al-Qur’an menjadi dapat dipegang meski dalam keadaan hadats. Sebab arti tafsir sendiri adalah:

وان التفسير: هو التوضيح لكلام الله تعالى سواء كانت بلغة الأصل {اللغة العربية} أم بغيرها، بطريق اجمالي أو تفسيري، متناولا كافة المعانى والمقاصد أو مقتصرا على بعضها دون بعض

“Tafsir ialah memperjelas kalam Allah, baik dengan menggunakan bahasa asli (bahasa Arab) atau dengan bahasa yang lain. Baik penjelasan secara global ataupun dengan cara penafsiran . mencakup terhadap keseluruhan makna dan maksud dalam Al-Qur’an ataupun meringkas dengan sebagian makna dan tujuan tanpa menjelaskan makna dan tujuan yang lain” (Muhammad Abdul Adzim Az-Zarqani, Manahil al-Irfan, Juz 2, Hal. 80)

Terjemahan Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang memperjelas isi dan makna dalam Al-Qur’an. Tetapi hanya sebatas mengartikan kata yang terdapat dalam Al-Qur’an. Sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai tafsir. Oleh sebab itu, maka orang yang memegang Al Quran terjemahan tanpa wudhu tidak diperbolehkan. Hukum ini ditegaskan dalam kitab Nihayah az-Zain:

Baca Juga:  Syariat Mencukur Rambut Bayi: Keharmonisan Agama dan Budaya

“Adapun terjemahan mushaf Al-Qur’an yang ditulis dibawah kertas dari mushaf maka tidak dihukumi sebagai tafsir. Akan tetapi tetap berstatus sebagai mushaf yang haram memegang dan membawanya dalam keadaan hadats). Hukum ini seperti halnya yang difatwakan oleh Sayyid Ahmad Dahlan.” (Muhammad Nawawi al-Bantani, Nihayah az-Zain juz. 1, Hal. 33)

Demikian penjelasan mengenai pertanyaan bolehkah memegang Al-Quran terjemah tanpa wudhu? Yang mana hal tersebut seperti penjelasan diatas secara umum bahwa status Al-Qur’an terjemahan tetap dihukumi sebagai Al-Qur’an yang wajib membawa dan memegangnya dalam keadaan suci. Karena Al-Quran terjemah bukanlah kitab Tafsir. Wallahu a’lam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *