Hukum Menggunakan Metode AAM atau Stem Cell Therapy untuk Mencegah Penuaan

Hukum Menggunakan Metode AAM atau Stem Cell Therapy untuk Mencegah Penuaan

PeciHitam.org Setiap manusia di dunia pasti ingin terlihat cantik ataupun tampan dari segi penampilannya. Oleh karena itu banyak diantara mereka akan berusaha sebaik mungkin untuk merawat dan memperindah dirinya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Mulai dari perawatan kosmetik, gaya hidup sehat, dan teraturnya berolahraga agar kesehatan dan tubuhnya terjaga dengan baik. Bahkan apabila sudah ada tanda-tanda penuaan yang terlihat pada fisik luarnya, mereka berusaha untuk memudakan kembali agar tidak mengganggu penampilan mereka.

Di era kontemporer seperti saat ini banyak sekali media yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mempercantik diri. Mulai dari berbagai macam kosmetik, hingga aksesoris hingga melakukan operasi kecantikan.

Bukanlah sebuah hal baru lagi jika saat ini banyak orang rela mengeluarkan banyak hartanya untuk sekedar mempercantik diri sehingga tampak lebih sempurna didepan orang banyak.

Diantaranya yang bisa digunakan masyarakat agar terlihat lebih muda yaitu dengan cara konsep ilmu Kedokteran Anti-Penuaan (KAP) atau Anti Aging-Medicine (AAM) dan khususnya Tekhnologi Stem Cell.

Hukum Penggunaan AAM atau Stem Cell Therapy

Terkait metode pemudaan kembali yang digunakan dalam AAM atau stem cell therapy ini sampai saat ini masih terjadi perbedaan pendapat. Terlebih lagi mengatakan hal tersebut tergolong perbuatan yang tidak sesuai syariat.

Berdasarkan cara pengambilannya jelas bahwa stemcell sangat bertentangan dengan moral dan etika karena untuk mengambil itu harus merusak dan membunuh embrio (jabang bayi) pada stemcell embrio.

Oleh karena itu tindakan ini adalah tindakan pembunuhan seperti dijelaskan pada surat Al-Maidah: 32 dan Al-Isra: 33.

„‟Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.‟‟

Dalam surat Al isra’ ayat 33 :

Baca Juga:  Wajib Tahu! Inilah Hukum Jika Makmum Mendahului Gerakan Imam Sholat

‟Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.‟‟

Tindakan pembunuhan embrio disebut abortus. Tindakan abortus dapat dikategorikan sebagai penodaan terhadap kesucian manusia itu sendiri. Padahal ajaran Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan.

Dibenarkan mengugurkan jika benar-benar dalam keadaan darurat. Sesuai dengan kaedah hukum Islam bahwa sesuatu yang dibolehkan kerana darurat itu harus diukur dengan kadar kedaruratannya.

Batas kedaruratannya disini menurut Yusuf al-Qardhawi hanya ada satu yaitu apabila janin dibiarkan akan mengancam kehidupan si ibu kerana ibu merupakan pangkal kehidupan janin dan janin sebagai far‟( cabang).

Dari sini dapat diketahui bahwa stemcell yang menggunakan stemcell embrio boleh dilakukan apabila ada ibu yang secara darurat melakukan keguguran kerana jika tidak maka dikhawatirkan akan mengancam kehidupan si ibu.

Baca Juga:  Apakah Keputihan Najis? Berikut Penjelasannya!

Konsep AAM dan stem cell terapy dikategorikan sebagai perbuatan yang merubah ciptaan Allah SWT, karna menjadi tua itu adalah hal yang mutlak yang sudah di takdirkan. Terlebih lagi diperkuat oleh hadits Nabi SAW yang sudah jelas-jelas melarang untuk melakukan perubahan kembali muda untuk kecantikan.

Hal ini sesuai hadits Rosulullah SAW yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim yang artinya:

 “Telah menceritakan kepada kami Utsman telah menceritakan kepada kami Jarir dari Manshur dari Ibrahim dari Alqamah, Abdullah mengatakan; “Allah melaknat orang yang mentato dan orang yang meminta ditato, orang yang mencukur habis alis dan merenggangkan gigi untuk kecantikan dengan merubah ciptaan Allah Ta’ala, kenapa saya tidak melaknat orang yang dilaknat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sementara dalam kitabullah telah termaktubDan sesuatu yang datang dari rasul, maka ambillah(QS Al Hasyr; 7).”

Hadits diatas secara spesifik telah melarang seseorang untuk melakukan perubahan terhadap bentuk tubuh. Sehingga hukumnya jelas haram.

Namun secara spesifik ada alasan mengapa perubahan tersebut diharamkan, yaitu karena untuk tujuan kecantikan. Sedangkan pemudaan kembali tidak hanya sekedar untuk mempercantik diri.

Dukungan Hukum dari Segi Medis

Secara medis pendapat tersebut didukung oleh dampak atau resiko yang dapat ditimbulkan setalah melakukan perawatan pemudaan kembali dengan metode AAM atau stem cell therapy.

Disisi lain AAM dan Stem Cell therapy juga memiliki resiko yang berdampak pada pasien perawatan. Seperti jenis pengobatan dalam stem cell therapy pastilah akan membawa efek samping demikian juga jenis pengobatan terapi sel induk.

Baca Juga:  Macam-Macam Tindak Pidana Dalam Islam Serta Dasar Hukumnya

Karena pengobatan yang diberikan untuk sumsum tulang dan transplantasi sel induk mungkin akan benar-benar sama seperti obat yang diberikan untuk kemoterapi namun dengan dosis yang lebih tinggi maka efek samping yang terjadi mungkin bisa lebih parah. Sehingga resiko ini bisa dikategorikan sebagai mudhorot yang harus dihindari sebisa mungkin demi kemaslahatan pasien.

Jadi seperti halnya kaidah fikih yang melarang segala sesuatu perbuatan yang mendatangkan mudharat/bahaya tanpa alasan yang benar serta tidak boleh membalas kemudharatan/bahaya dengan kemudharatan yang serupa juga, apalagi dengan yang lebih besar dari kemudharatan yang menimpanya.

“Kemadharatan yang lebih berat dihilangkan dengan kemadharatan yang lebih ringan.”

Di hadist lain bahwasannya Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada Nabi, beliau bersabda :

„‟Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?, Nabi bersabda,‟‟berobatlah, karena sesungguhnya Alloh tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit (yang tidak ada obatnya),‟‟ mereka bertanya,‟‟apa itu‟‟ ? Nabi bersabda,‟‟penyakit tua.‟‟

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan