Mencintai Imam Hasan dan Husain adalah Wujud Cinta kepada Rasulullah SAW

Mencintai Imam Hasan dan Husain adalah Wujud Cinta kepada Rasulullah SAW

Pecihitam.org – Dalam kitab al-A’lam karya Khairuddin bin Mahmud bin Muhammad bin Faris menyebutkan tentang Husain. Husain bin Ali bin Abi Thalib anak Fathimah al-Zahra, lahir pada tahun 4 Hijriah dan meninggal pada tahun 61H atau pada tahun 625 M meninggal pada tahun 680 M pada umur 57 Tahun. Di dalam Hadis disebutkan bahwa Hasan dan Husain junjungan pemuda ahli surga.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Lahir di Madinah dan tumbuh besar dibawah didikan seorang nabi al-mustafa yang karenanya (nabi muhammad saw) alam tercipta, dan oleh bapaknya Ali bin Abi Thalib kw khalifah ke 4 Rasulullah saw dan melalui ibunya Fathimah az-Zahra. Rasulullah saw berkata tentang anaknya Fathimah az-Zahra, “bila aku rindu pada wewangian surga maka aku mencium anakku Fathimah az-Zahra.

Jadi Imam Husain-Hasan dididik oleh sayyidul anbiya wal mursalin (junjungan para nabi dan rasul), dibesarkan oleh babul ilmi-nya Rasulullah saw, yakni Imam Ali kw serta dirawat dan diasuh oleh wewangian surga yakni sayyadatina Fathimah az-Zahra.

Bila Hasan kakaknya meninggal karena diracuni oleh istrinya sendiri atas perintah Mu’awiyah, maka Husain dibunuh atas perintah Yazid bin Mu’awiyah, kepala Imam Husain dipisahkan oleh badannya lalu di arak keliling kota.

Rasulullah saw biasa memperpanjang sujudnya karena cucunya Hasan dan Husain sedang naik dipunggung Rasulullah saw. Imam Ahmad, Imam Turmidzi, Imam Ibn Majah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

Baca Juga:  Ketika Mereka Masih Perdebatkan Islam dan Sistem Negara Bangsa

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «حُسَيْنٌ مِنِّي وَأَنَا مِنْ حُسَيْنٍ، أَحَبَّ اللَّهُ مَنْ أَحَبَّ حُسَيْنًا، حُسَيْنٌ سِبْطٌ مِنَ الأَسْبَاطِ»

Artinya: Rasulullah saw bersabda: Husain dari saya, dan saya dari Husain, Allah mencintai bagi orang yang mencintainya, Husain adalah anak dari anak-anakku

Husain lahir dari ibunya sayyidatina Fathimah al-Zahra dan bapaknya Imam Ali bin Abi Thalib. Nabi Muhammad saw adalah kakeknya. Yang menarik Nabi saw mengatakan, “Husain dari saya, saya dari Husain”. Apa kira-kira makna hadis ini?

Bagi saya pribadi, hadis ini menegaskan bahwa antara Nabi saw dengan Husain pada hakikatnya dua entitas yang berbeda tetapi “sama” dalam kualitas, karena itu kita akan paham bila memperhatikan lanjutan hadis tersebut, “Allah mencintai orang mencintai Husain” artinya kecintaan kita kepada Husain juga kecintaan kepada Allah.

Perhatikan, Qs. Ali Imran: 31 misalnya. Allah swt berfirman, “Hai Muhammad katakanlah, jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), maka Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian (karena mengikuti aku Muhammad).

Untuk mencintai Allah swt syarat utamanya adalah kecintaan kepada Rasulullah saw. Tidak ada kecintaan kepada Allah swt tanpa mencintai Rasulullah saw, setiap kecintaan kepada Rasulullah saw juga berarti kecintaan kepada Allah swt.

Selain mendapatkan cinta dari Allah swt karena kecintaan kita kepada Rasulullah saw, dosa-dosa pun akan diampuni. Subhanallah. Ya Ilahi, jadikan kami sebagai pencinta Rasulmu dan orang-orang yang ia cintai.

Baca Juga:  Jangan Ikuti Dakwah Ulama yang Provokatif

Perhatikan! riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal mengenai Hasan dan Husain Nabi Muhammad saw bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهُ حَسَنٌ وَحُسَيْنٌ هَذَا عَلَى عَاتِقِهِ وَهَذَا عَلَى عَاتِقِهِ وَهُوَ يَلْثِمُ هَذَا مَرَّةً وَيَلْثِمُ هَذَا مَرَّةً حَتَّى انْتَهَى إِلَيْنَا فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تُحِبُّهُمَا فَقَالَ مَنْ أَحَبَّهُمَا فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَبْغَضَهُمَا فَقَدْ أَبْغَضَنِي      

Artinya:  dari Abu Hurairah berkata Rasulullah saw menemui kami dan dia bersama Hasan dan Husain, ini pundak kanan beliau dan ini pundak kiri beliau sambil mencium keduanya, sampai ia bertemu bersama dengan kami. Dan seorang bertanya kepada Nabi saw, Ya Rasulullah, apakah engkau mencintai keduanya (Hasan-Husain)? Siapa yang mencintai keduanya maka ia mencintaiku, siapa yang membenci keduanya maka sungguh ia membenciku.

Kecintaan kepada Imam Hasan-Husain juga berarti kecintaan kepada Rasulullah saw, kebencian kepada Imam Hasan-Husain juga berarti kebencian kepada Rasulullah saw yang sesungguhnya. Sungguh, bahagia para pencintanya, sungguh celaka bagi pembencinya.

Maka tiada kecintaan kepada Allah tanpa mencintai Rasulullah saw, dan setiap kecintaan kepada Hasan-Husain juga kecintaan kepada Rasulullah saw, setiap kebencian kepada Imam Hasan-Husain adalah juga berarti kebencian terhadap Rasulullah saw.

Baca Juga:  Inilah Alasan Kenapa Anda Tidak Boleh Belajar Islam Lewat Google

Semoga kita bisa mencintai Rasulullah saw dengan mencintai sayyidul syuhada, wajah yang mirip dengan wajah Rasulullah saw, sayyidul syabab ahlil jannah dialah Imam Husain dan Imam Hasan.

Ya Ilahi, anugrahkan kepada kecintaan pada Imam Husain, Imam Hasan dengan kecintaan yang tulus setulus-tulusnya. Gabungkan bersama kami dengan keduanya kelak di hari kiamat.

Ya Rasulullah, inilah persembahan terkecil kami terhadap Imam Hasan, Imam Husain sebagai wujud kecintaan kami kepada keduanya juga kecintaan kami kepadamu. Kami tuliskan, dan sebarkan kembali tentang kedudukannya di sisimu Ya Rasulullah.

Ya Ilahi, sebagaimana Rasulullah mencintai keduanya, sebagaimana para ulama menuliskan sejarah keduanya, sebagaimana para generasi demi generasi menyebut namanya karena kecintaan kepada keduanya, tanamkan dalam hati kami kecintaan yang sama sebagaimana Rasulullah mencintainya, sebagaimana ulama mencintainya, sebagaimana generasi demi generasi mencintainya. Ya Ilahi, kami berharap dengan kecintaan itu kelak kami mendapatkan syafaat Rasulmu. Aamiin.

Wallahu A’lam bis Shawab. 

Muhammad Tahir A.