Meneladani Sifat Zuhud Sahabat Nabi Yang Kaya

Meneladani Sifat Zuhud Sahabat Nabi Yang Kaya

Pecihitam.Org – Ada data menarik yang disampaikan al-Mas’udi dalam kitabnya Muruj al-Dzahab terkait para sahabat Nabi yang kaya. Harta kekayaan yang ditinggalkan Zubair bin Al-Awaam sebesar 59.800.000 dirham. Beliau juga memiliki seribu budak, sebelas rumah megah, seribu kuda, ratusan hektar tanah dan perkebunan yang tersebar di Madinah, Basrah, Fustat , Kufah, dan Iskandariyah. Selain itu, beliau juga seorang saudagar kaya raya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Abdurrahman bin Auf, awal beliau tidak memiliki harta sepeserpun ketika berhijrah ke Madinah. Namun tak lama kemudian, beliau menjadi orang paling kaya di kota Madinah. Beliau berwasiatkan sebelum akhir hidupnya, agar sebagian hartanya dibagikan kepada 100 ahli Badar yang masih hidup. Masing-masing dari mereka mendapatkan jatah 400 dinar. Selain itu, beliau juga memerdekakan seribu budak yang dimilikinya, seribu onta, seratus kuda, tiga ribu domba yang digembalakan di Baqi’.

Zaid bin Tsabit setelah wafat beliau meninggalkan 300.000 dinar serta ratusan ton emas dan perak. Selanjutnya Ibnu Mas’ud, setelah wafar beliau meninggalkan 50 budak dan hewan ternak, serta 9.000 ton (mitsqal) emas dan beberapa rumah megah di pelosok-pelosok Irak. Lalu ada sahabat Rasul SAW yang terkenal miskin, yang bernama Al-Khabab bin al-Irts, beliau mewasiatkan di akhir hidupnya untuk membagi-bagi sisa hartanya yang berjumlah 40.000 dinar.

Baca Juga:  Karomah KH Bisri Musthofa, Meralat Tafsir al Ibriz Setelah Wafat

Fakta di atas menunjukan bahwa para sahabat Rasulullah SAW adalah orang-orang kaya. Namun, kelimpahan harta mereka tidak lantas membuat mereka lalai akan akhirat, bahkan mereka memilih hidup zuhud. Ali bin Abi Thalib menjelaskan bahwa “Zuhud tersimpul dalam dua kalimat dalam Alquran, supaya kamu tidak bersedih karena apa yang lepas dari tanganmu dan tidak bangga dengan apa yang diberikan kepadamu (QS 57:23).

Orang yang tidak bersedih karena kehilangan sesuatu darinya dan tidak terlalu bahagia karena apa yang dimilikinya, itulah orang yang zuhud.” Dari tafsir yang dikemukakan Ali bin Abi Thalib tersebut, kita dapat melihat dua ciri orang yang zuhud dalam pandangan Allah.

Pertama, “orang yang zuhud tidak menggantungkan kebahagiaan hidupnya pada apa yang dimilikinya.” Para sahabat Nabi yang kaya menggunakan semua hartanya itu untuk mengembangkan dirinya bukan membuang semua yang dimilikinya. Kebahagiannya terletak pada peningkatan kualitas hidupnya, bukan pada benda-benda mati.

Baca Juga:  Khalifah Pertama Bani Umayyah, Siapakah Dia?

Kedua, “dataran ruhani merupakan letak dari kebahagiaan seorang orang yang zuhud, tidak lagi terletak pada hal-hal yang duniawi.” Kedewasaan kepribadian jiwa kita terletak pada sejauh mana kecenderungan kita pada hal-hal yang ruhani. Dua prinsip inilah yang dipegang para sahabat yakni makin tinggi tingkat kepribadian kita, makin ruhani sifat kesenangannya..

Al-Ghazali merumuskan kembali dua prinsip yang dipegang teguh oleh para sahabat ini dalam salah satu kitabnya yang terkenal al-Munqidz min ad-Dalal. Menurut Imam al-Ghazali, zuhud itu faqdu alaqat al-qalbi min ad-dunya la faqduha ‘menghilangkan keterikatan hati dengan dunia namun bukan berarti menghilangkannya’.

Rumusan al-Ghazali mengenai zuhud ini memberikan pandangan bahwa seorang muslim sangat dianjurkan untuk menjadi orang kaya. Namun kekayaan ini harus tetap pada koridor agama, yakni kekayaan yang tidak membawa orang yang memilikinya ke dalam perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Kekayaan seorang muslim bukanlah kekayaan negatif.

Sebaliknya kekayaan seorang muslim ialah kekayaan yang positif yang mampu menopang segala aktifitasnya sehingga setiap delik hartanya kelak menjadi saksi bahwa ia benar-benar menggunakan titipan Allah untuk jalan kebenaran, menggunakan harta sesuai dengan fungsinya sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada sang maha pemilik harta, Allah SWT.

Baca Juga:  Kisah Nabi Sulaiman Gelar Selamatan dan Sedekah Laut

Jadi dapat disimpulkan bahwa, para sahabat Nabi Muhammad SAW memiliki kekayaan harta dunia yang berlimpah. Mereka merupakan contoh ideal dari bagaimana cara menggunakan harta tanpa perlu memiliki keterikatan hati dengan harta tersebut. Harta bagi mereka hanyalah fasilitas untuk mendekatkan diri kepada Allah dan bukan untuk tujuan hidup. Karena itu petuah Rasulullah SAW harus dipegang erat-erat dalam sikap hidup kita, “bekerjalah untuk duniamu seolah engkau hidup abadi dan beramallah untuk akhiratmu seolah engkau akan mati besok.” (HR. al-Bazzar).

Mochamad Ari Irawan