Mengapa Muharram Disebut Bulan Suro dalam Tradisi Jawa? Ini Alasannya

Bulan Suro

Pecihitam.org – Satu hal yang menarik dari penamaan bulan Muharram oleh masyarakat Jawa yaitu bulan Suro. Mengapa Muharram dinamakan bulan suro? Ternyata istilah suro yang telah lama dikenal oleh masyarakat Jawa, berasal dari ‘asyura yang berarti kesepuluh (maksudnya tanggal 10 bulan suro).

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Istilah tersebut kemudian dijadikan sebagai bulan permulaan hitungan dalam takwim jawa. Sebagaimana kita ketahui, Muharam dalam kalender Islam sebetulnya adalah bulan yang telah lama dikenal sejak pra Islam. Kemudian di zaman Rasullah hingga Umar bin Khattab bulan tersebut diresmikan sebagai penanggalan tetap Islam.

Secara etimologis Muharam berarti bulan yang dimuliakan. Makna ini memang tidak terlepas dari realitas empirik dan simbolik yang melekat pada bulan tersebut. Karena Muharam terdapat berbagai peristiwa dan momentum sejarah yang sarat makna. Yang mana banyak sekali peristiwa penting dalam proses sejarah terakumulasi dalam bulan Muharram.

Beberapa peristiwa penting terkait dengan bulan Suro (Muharram) itu seperti:

  • Diterimanya taubatnya Nabi Adam as ketika masih berada di surga dan ketika itu pula Adam dan Hawa sedang beribadah kepada-Nya.
  • Nabi Idris memperoleh derajat luhur atas sikap kasih sayangnya terhadap sesama.
  • Nabi Isa memperoleh anugerah kitab Taurat ketika berada di bukit Tursina (Sinai).
  • Kapal Nabi Nuh bersandar setelah mengarungi bahaya banjir bersama umatnya yang patuh.
  • Nabi Ibrahim terhindar dari bahaya api dan fitnah raja Namrud.
  • Nabi Yusuf bebas dari tahanan raja Mesir akibat tuduhan zina dengan Zulaikhah.
  • Nabi Ya’qub sembuh dari penyakit mata karena menangisi anaknya Yusuf yang telah lama menghilang.
  • Nabi Yunus bisa keluar dari perut ikan yang menelannya.
  • Nabi Sulaiman memperoleh istana indah.
  • Nabi Daud disucikan dari segala dosanya.
  • Nabi Musa selamat dari kejaran Fir’aun dan kaumnya (bani Israil).
  • Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah.
Baca Juga:  Pengertian Al Qur’an Hadits dan Ijtihad, Muslim Harus Paham!

Muharam kemudian menjadi permulaan bulan diperingati sebagai awal kebangkitan. Di bulan ini, sambil memperingati tahun baru hijriah, umat Islam selain dianjurkan untuk menjalankan ibadah seperti puasa sunnah Asyura juga banyak yang menyelenggarakan berbagai kegiatan Islami lainnya yang bermanfaat seperti santunan anak Yatim.

Namun di lain sisi ada pula keganjilan dalam setiap peringatan bulan Suro tersebut. Banyak kepercayaan bersifat dongeng, mitos dan irrasional seperti malam 1 suro misalnya orang beramai-ramai mengunjungi tempat-tempat yang dianggap sakral dan keramat.

Ada yang datang ke makam lalu membakar kemenyan, minta kekayaan, minta laris dagangannya, minta cepat naik kariernya, minta segera mendapatkan jodoh. Ada yang datang ke laut dengan melemparkan makanan atau kepala kurban (kerbau) yang dianggap sebagai sedekah laut. Inilah ritual-ritual yang salah kaprah dan dilarang dalam Islam.

Baca Juga:  Mengapa Sepanjang Sejarah Wahabi dan Syiah Selalu Berseteru?

Padahal sejatinya makna di balik tahun baru hijriah yang penuh anugerah dan kemuliaan itu harusnya dijadikan sebagai momentum untuk menempatkan kita sebagai lakon dalam sejarah kemanusiaan.

Pada bulan Muharam itu pula Allah Swt membuka luas rahmat-Nya, sehingga manusia dianjurkan untuk berlomba-lomba memperoleh rahmat tersebut. Namun sayang, terkadang orang tidak paham dengan peristiwa itu.

Sebagian orang justru banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan pada bulan Suro. Karena mereka tidak bisa menangkap kata-kata bijak dari moyang kita dulu. Misalnya ungkapan mandi di malam 1 suro itu saja juga kadang disalahmengertikan.

Mandi maksdnya membersihkan dan mensucikan kotoran atau najis. Ini berarti isyarat bahwa pada malam 1 suro itu orang harus mensucikan dirinya dari segala dosa dan perbuatan munkarat-nya dengan memohon magfirah Allah Swt. Setelah membersihkan diri, kemudian melangkah meniti hidup baru dengan langkah yang lebih positif serta semangat baru.

Baca Juga:  Istimewa! Empat Rakaat Sebelum Dzuhur, Amalan yang Bisa Membuka Pintu Langit

Semoga informasi ini bermanfaat. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik