Pecihitam.org – Sunan Bonang adalah salah satu wali yang dekat dengan mistisme Jawa. Kita ketahuni bersama, bahwa sebelum Islam masuk di tanah Jawa. Masyarakat Jawa masih menganut pemahaman animisme dan dinamisme yakni mempercayai adanya kekuatan dibalik benda, pohon dan juga tulisan.
Oleh sebab itu, melihat peritiwa tersebut Sunan Bonang mencoba untuk masuk dalam lini sendi-sendi masyarakat yang masih erat kaitanya istilah klenik.
Jika melihat silsilahnya, Sunan Bonang adalah putra sulung Sunan Ampel (Raden Rahmat). Beliau mempunyai nama asli Raden Makdum atau Raden Maulana Makdum Ibrahim.
Peran Sunan Bonang dalam menyebarkan dakwah Islam telah mengali banyak perubahan. Perubahan baik dalam sektor musik tradisional, tradisi dan budaya. Selain tradisi dan budaya, beliau juga merupakan seorang sastrawan yang mempunyai banyak syair atau suluk yang di dalamnya terdapat banyak makna.
Sejak kecil Sunan Bonang dididik langsung oleh ayahnya prihal ajaran agama Islam dan juga bagaimana menjadi seorang pendakwah yang baik dan benar.
Salah satu strategi Sunan Bonang dalam menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa yaitu dengan memahami tradisi dan budaya yang sudah ada. Hal tersebut di pelajari dengan baik oleh beliau.
Karena jika tidak melihat tradisi dan budaya yang sudah berkembang dimasyarakat, maka hadirnya agama Islam seolah-olah menjadi benalu atau perusak.
Sunan Ampel selalu mengajarkan kepada anak-anaknya menjadi seorang yang baik. Baik dalam artian tidak hanya baik di bata Allah swt dengan menjalankan segala kewajiban umat Muslim. Namun juga baik dalam hubungan antar manusia.
Karena pada waktu itu, masyarakat yang dihadapi oleh Sunan Bonang adalah masyarakat yang sudah mengenal sastra. Maka tidak heran bahwa beliau membuat suatu kitab-kitab sastra. Dalam kitab sastranya, ia menyisipkan isi kandungan Al-Qur’an.
Selain membuat kitab-kitab sastra, Sunan Bonang juga mempelajari mistik. Mistik disini dalam artian kesadaran terhadap kenyataan tunggal yang disebut kearifan, cahaya, cinta atau nihil.
Mistik adalah pengalaman keagamaan seseorang yang bersifat subyektif dan sulit untuk dikomunikasikan kepada orang lain.Pengalaman mistik adalah berada sedekat-dekatnya kepada Tuhan bahkan bersatu dengan Tuhan.
Dalam sebuah buku karya William James yang berjudul Pengalaman-pengalaman Religius. Terdapat empat kata kunci dalam memahami mistik.
Pertama, Ineffability (yang tak terlukiskan), pengalaman keagamaan merupakan suatu yang tak terlukiskan dan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Kedua, kualitas noetic berarti suatu keadaan perasaan tetapi juga merupakan keadaan pengetahuan. Dalam keadaan ini ada pewahyuan, pencerahan, pengisian, yang tak bisa diartikulasikan namun bisa dirasakan.
Ketiga, Transciency yaitu kondisi mistis yang tidak berlangsung lama, bisa berlangsung setengah jam dan paling lama dua jam. Dan yang terakhir passivity, kesadaran ini seolah-olah seperti keinginannya sendiri yang terkatung-katung dan terengkuh serta tergenggam oleh kekuatan yang sangat besar.
Dari definisi mistik di atas, sudah jelas bahwa pengetahuan bersifat mistik dapat dicapai dengan cara mendalami keilmuan agama dan melakuakan amaliyah berupa zikir atau bertafakur ( bertapa ).
Konsep mistik Sunan Bonang yang terkenal adalah Jumbuhing Kawula Gusti (kesatuan hamba dan tuhan). Artinya penyatuan Tuhan pada diri manusia yang dapat menjadikan akal dan hati menjadi satu kesatuan yang utuh. Dengan cara hubungan dengan Allah swt di dalam setiap kegiatan, prilaku dan juga ucapan.
Pasangan istilah kawula dan gusti sangat umum dalam teks-teks keagamaan pada akhir abad ke-18 dan ke-19. Khususnya berdasarkan kenyataan zaman dahulu, kawula yang berarti hamba atau warga sultan.
Kemudian penggunaan istilah Gusti untuk menyebut tuan dalam pengertian Sultan dan Tuhan dalam pengertian Allah swt adalah produk pembentukan teori Kerajawian yang berdasarkan pada gagasan kesatuan Mistik (Kesatuan hamba dan tuhan).
Jika melihat konsep mistik Sunan Bonang, hampir sama dengan konsep mistik Syekh Siti Jenar Manunggaling kawulo Gusti ( kesimbangan hubungan anatara tuhan dan manusia ).
Penulis mempunyai pendapat bahwa, sangat memungkinkan Syekh Siti Jenar dulu bertemu dan belajar dengan Sunan Bonang. Kemudian Syekh Siti Jenar menirukan ajaran mistik Sunan Bonang dengan konsep yang berbeda namun mempunyai subtansi yang sama.