Pecihitam.org – Dengan semakin canggihnya teknologi, berbagai alat bisa diciptakan. Tapi kadang kemutakhiran ini juga membawa pada kebablasan, salah satunya adalah penciptaan alat bantu seks. Bagaimanakah hukumnya menggunakan alat bantu seks baik untuk pasangan maupun bagi orang yang tidak mempunyai pasangan untuk merangsang dirinya dan mencapai orgasme?
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa alat bantu seksual itu bisa berupa penis elektrik maupun boneka elektrik serta jenis-jenis alat bantu seksual lainnya.
Menggunakan alat bantu seks merupakan perilaku perilaku menyimpang yang diharamkan oleh syariat. Karena hubungan seksual yang dilegalkan oleh syariat hanyalah yang dilakukan antara suami istri atau istimta’ dengan menggunakan tangan istri.
Maka setiap orang yang mencoba mencari kepuasan dan sensasi seksual di luar yang dibolehkan itu, sungguh ia termasuk orang yang melampaui batas-batas syariat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di dalam Surat Al-Mu’minun
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حٰفِظُوْنَ ۙ اِلَّا عَلٰٓى اَزْوَاجِهِمْ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ فَاِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَۚ فَمَنِ ابْتَغٰى وَرَاۤءَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْعٰدُوْنَ ۚ
dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Mu’minun ayat 5 – 7)
Menurut ahli tafsir, dalam ayat ini Allah menerangkan sifat kelima dari orang mukmin yang berbahagia, yaitu menjaga kemaluannya dari setiap perbuatan keji seperti berzina, mengerjakan perbuatan kaum Luth (homoseksual), onani, dan sebagainya.
Bersanggama yang diperbolehkan oleh agama hanya dengan istri yang telah dinikahi dengan sah atau dengan jariahnya (budak perempuan) yang diperoleh dari jihad fisabilillah, karena dalam hal ini mereka tidak tercela.
Akan tetapi, barangsiapa yang berbuat di luar yang tersebut itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
Adapun meraih kepuasan birahi dengan menggunakan alat bantu seksual adalah bagian dari mencari kesenangan di luar yang dihalalkan sebagaimana dijelaskan pada ayat ke-7 dalam Surah Al-Mu’minun di atas.
Sayyid Abdullah Ba’lawi menjelaskan di dalam kitabnya, Sullam al-Taufiq halaman 76 – 77
ومن معاصى الفرج الزناواللواط الى ان قال والاستمناع بيد غيرالحليلة
Sebagian dari maksiat farji adalah zina, homoseksual, (hingga perkataan) dan bercumbu dengan menggunakan tangan selain istrinya.
Berdasarkan penjelasan dalam kitab Sulam Taufiq ini, maka menggunakan alat bantu seksual bisa dikategorikan dengan bercumbu menggunakan selain tangan istrinya yang halal.
Akan tetapi walaupun diharamkan, perilaku menggunakan alat bantu seksual ini tidak sampai dikategorikan sebagai zina.
Sehingga pelakunya tidak harus di-had melainkan dita’zir dengan ketentuan hakim. Karena yang disebut zina ialah memasukkan hasyafah (kepala dzakar) yang asli dan masih melekat, atau perkiraan ukurannya bagi yang tidak mempunyai hasyafah ke dalam farji orang yang masih hidup yang diharamkan dan tidak ada syubhat.
Bagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Sayyid Bakri Syatha di dalam Kitab I’anatut Thalibin Juz IV halaman 142
قوله زنى بايلاج حشفة اي ادخال حشفة ولابد ان تكون فيها اصلية ومتصلة فخرج ايلاج غيرالحشفة كاصبعه اوالحشفة الزائدة ولو احتمالا كما لو اشتبه الاصلي بالزائد او المنفصلة فلا حد فى جميع ما دكر لانه لا يسمى زنا
Perkataan mushonif: ‘zina dengan menancapkan hasyafah’ maksudnya memasukkan hasyafah (kepala dzakar) dan harus berubah hasyafah asli dan bersambung.
Maka dikeluarkan dari ketentuan ini memasukkan selain hasyafah seperti jari atau hasyafah tambahan walaupun menyerupai yang asli atau hasyafah yang terpisah dari anggota tubuh, maka tidak ada had (hukuman) dalam semua yang disebutkan ini, karena tidak dinamakan zina.
Demikian penjelasan tentang penggunaan alat bantu seksual. Walaupun tidak sampai dikatakan sebagai zina, tetapi hukumnya tetap haram. Karena melampaui batas hubungan seksual yang dilegalkan oleh syariat. Wallahu a’lam bisshawab!