Pecihitam.org – Membahas tentang Sejarah Dinasti Abbasiyah, tentu bukanlah pembahasan singkat terlebih jika menyangkut tentang perjalanan dinasti ini yang berkuasa kurang lebih selama lima abad lamanya, yakni dari tahun 132-656 H. Dan pada tulisan kali ini, akan sedikit memaparkan terkait kemajuan peradaban Islam di era Dinasti Abbasiyah yang meliput beberapa bidang.
Daftar Pembahasan:
1. Kemajuan Bidang Ilmu Pengetahuan dan Filsafat
Pada kemajuan ini jelas nampak pada beberapa cabang Ilmu pengetahuan yang di pengaruhi oleh dua faktor yakni faktor politik dan sosial. Diantaranya ialah:
Astronomi, seperti munculnya tokoh Al Fazzari pada masa Khalifah al Manshur sebagai tokoh saintik Islam yang pertama kali menemukan Astrolab (Alat yang digunakan dalam mengukur ketinggian bintang).
Ataupun astoronom lainnya yang seperti Al Battani yang menciptakan beberapa karya tulisan yang menyangkut tentang dunia Falak dan pemikirannya yang diakui dunia terkait lamanya bumi mengelilingi matahari.
Kedokteran, kemajuan pada bidang ini didorong oleh kekayaan negara yang sebagiannya memang digunakan untuk membiayai masalah kesehatan dan rumah sakit, maka tak heran jika pada masa Dinasti inilah ilmu kedokteran memang benar benar mencapai masa puncaknya dan melahirkan para dokter dokter besar.
Yang diantaranya ialah Abu Bakar al Razi yang diangkat sebagai ketua ikatan dokter di seluruh Baghdad dan menulis buku al berjudulkan Al Hawi. Al Hawi merupakan ensiklopedia tentang medis dan diterjemahkan ke dalam bahasa latin pada tahun 1279 Masehi.
Matematika, pada bidang ini Al Khawarizmi-lah yang menjadi salah satu ahlinya. Bahkan pada dikatakan bahwa pada abad ke 4 dan ke 5 merupakan zamannya Al Khawarizmi sekaligus sebagai asa kegemilangan beliau.
Dan salah satu kontribusinya dalam bidang ini ialah beliaulah yang mencetuskan angka Nol (0) dan yang menuliskan buku Kitab al Jabr w’ al Muqabalah (The book of restoring and Balancing) yang menjadi titik awal aljabar dalam dunia Islam.
Aktivitas Ilmiah, pada kemajuan ini nampak pada penyusunan buku buku Ilmiah berhubung hafalan hafalan terkait disiplin ilmu dan hadis hanya bertahan pada pemerintahan Khalifah Harun al Rasyid. Sehingga mau tidak mau harus disusun ke dalam pasal atau bab tertentu lalu dibukukan.
Selain itu, penerjemahan buku buku yang berbahasa asing pun cukup berperan dalam pengkajian Ilmu. Seperti bahasa Sansakerta dan Yunani ke dalam bahasa Arab.
Tidak hanya pada proses penerjemahan, rupanya pemberian penjelasan (Syarah) dan pengeditan (Tahqiq) pada buku pun mulai dilakukan oleh para kaum muslimin yang akhirnya banyak mempengaruhi dalam kemajuan ilmu dan peradaban islam itu sendiri.
Pembagian cabang Ilmu, pada masa pemerintahan Dinasyi Abassiyah dikenal pula dengan pembagian Ilmu menjadi ilmu ilmu agama (Naqli) dan ilmu ilmu dunia (Aqli). Yang dimana menurut Ahmad Amin (Cendikiawan dan sejarawan Mesir) terkait ilmu agama ialah ilmu yang secara langsung dan tidak langsung berasal dari al Qur’an. Dan yang dimaksud dalam ilmu ini diantaranya ialah ilmu Kalam, Tafsir, Hadis dan bahasa Arab.
Kemajuan Ilmu Filsafat, yang tak kalah menarik dari perkembangan Ilmu dari Dinasti ini ialah, kemajuan dan perkembangan dari Ilmu Filsafat yang dikarenakan adanya penerjemahan buku buku karya filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab yang dipelopori oleh Harun al Rasyid dan al Ma’mun.
Sedangkan para Filsuf yang mewarnai masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah diantaranya ialah Abu Yusuf Ya’kub bin Ishaq al Kindi, Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan Abu Nashr al Farabi dan Abu ‘Ali al Husein bin ‘Abdullah bin al Hasan bin ‘Ali bin Sina.
Dan membahas tentang kontribusi mereka dalam dunia filsafat tentu tidak perlu pertanyakan lagi. Seperti karya Al Syifa’ yang merangkum empat bagian (Logika, fisika, matematika, dan metafisika) karya dari Ibnu Sina, maupun pemikiran tentang perpaduan antara filsafat dan agama dari Al Kindi.
2. Kemajuan Bidang Ekonomi
Hal ini nampak pada jaminan pemerintahan Abbasiyah kepada kaum petani. Tidak hanya itu, Khalifah pun memberikan fasilitas sektor pertanian seperti adanya bendungan dan saluran irigasi.
Sedangkan pertumubuhan perekonomiannya dapat dilihat dari kemajuan perindustrian saat itu. Contohnya industri kain linen dari Mesir maupun sutra dari suriah. Begitupun dengan hasil pertambangan seperti emas dari Nubia dan Besi dari Persia dan Khurasan.
Pada saat yang sama, Kota Baghdad menjadi pusat perekonomian dan perdagangan dunia. Dan kemajuan perekonomian terbesar pada dinasti Abbasiyah berada pada masa Khalifah Harun al Rasyid dan putranya, al Ma’mun.
3. Kemajuan dalam Bidang Politik
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwasanya dinasti Abbasiyah adalah pemerintahan yang melanjutkan pemerintahan Bani Umayyah, yang dimana pemerintahannya berbentuk monarki.
Disinilah nampak perbedaan dari pemerintahan keduanya, yakni pada masa Dinasti Umayyah semua anggota parlemen di dominasi oleh bangsa Arab sedangkan pada Dinasti Abbasiyah dilakukan pencampuran antara Arab, Persia dan Turki. (A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam).
Tak hanya itu, pada pemerintahan Dinasti Abbasiyah dibagi atas beberapa bagian seperti bagian Kearsiapan di bawah pengawasan, bagian perpajakan di bawah pengawasan dan bagian keuangan untuk menggaji para tentara.
Bahkan untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara, di adakan sebuah dewan yang bernama Diwan al Kitabah (Sekertariat Negara) yang dipimpin oleh seorang ra’is al Kuttab (Sekertaris Negara)
Adapun beberapa ra’is al Diwan (Menteri Departemen) yang ditugaskan membantu Wazir dalam menjalankan pemerintahan. Serta dikenal pula jabatan Hajib (Pengawal Khalifah) yang tentu kedudukannya cukup penting dan berpengaruh dalam urusan pemerintahan.
4. Kemajuan Militer
Kemajuan ini dapat dilihat dalam sejarah bahwasanya tidak ada pasukan dalam jumlah besar yang terorganisasi dengan baik, berdisiplin tinggi, serta mendapatkan pelatihan secara reguler selain pasukan pada masa Dinasti Abbasiyah.
Bahkan dikatakan pada masa al Ma’mun, pasukan Abbasiyah diriwayatkan berjumlah kurang lebih dari 125.000 orang, dan berbicara masalah gaji, mereka mendapatkan gaji cukup tinggi dari Khalifah.
Sedangkan jika kita mengarah pada sistem organisasi kemiliteran, pada masa al Ma’mun dan Mu’tashim mengadopsi pola Romawi, yang dimana sepuluh prajurit dikomando oleh seorang arif, setiap lima prajurit dikomando oleh seorang Khalifah dan seratus prajurit dikomando oleh seorang qa’id dan sepuluh ribu orang yang terdiri atas sepuluh batalion dikomando oleh seorang amir.
Maka wajar jika pasukan perang Abbasiyah diakui sebagai pasukan kuat sebagaimana pengakuan Raja Leo VI (886-912) dan Constantine Porphyrogenitus (913-959)
Dari kemajuan kemajuan inilah, Imam Al Suyuthi menggambarkan kemakmuran yang dicapai Abbasiyah dengan Ucapan “Sesungguhnya pada masa pemerintahan al Rasyid semua penuh dengan keberkahan. Seakan akan dalam keindahannya serupa dengan taman pesta” (Philip K. Hitti, History of the Arabs: From the Earliest time to the Present)
Itulah sepintas kemajuan peradaban Islam di eraDinasti Abbasiyah, semoga menjadi pengetahuan baru bagi kita dan semoga bermanfaat, Aamiin..