Wabah Corona, Lebih Penting Menjaga IMAN atau IMUN?

Wabah Corona, Lebih Penting Menjaga IMAN atau IMUN?

PeciHitam.org – Kuasa manusia berusaha dengan apa yang Allah berikan kepada kita berupa akal, budi dan upaya. Akan tetapi Allah SWT melarang kita untuk bersikap bodoh.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لا يُفْلِحُونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung (Qs. An-Nahl: 116)

Ayat di atas menjelaskan bahwa jangan sampai lidah kita terhiasi oleh dusta dengan mengatasnamakan Allah SWT. Fenomena belakangan ini akan menjadikan koreksi kepada kita bahwa berbicara tentang menjaga keimanan seseorang belum tentu menjadi jaminan tingkat kebenaran.

Membaca sebagian statement seorang politikus, ahli agama (baca: Ustadz) dan lain sebagainya berkomentar tentang Corona Virus Disease (Covid-19). Intisari komentar mereka adalah Jangan sampai karena wabah kita meninggalkan dan mengosongkan Masjid, karena kalaupun kita mati di Masjid pasti akan Syahid. Komentar mengharukan yang akan membuat terkesima dan mengindikasikan sikap tawakal dan ketaatan paripurna.

Baca Juga:  Cara Membangun Optimisme Dalam Menjalani Hidup

Benarkah indikasi tersebut? Itu sikap beriman atau kekonyolan?

Jika benar-benar kita seorang beriman dan berakal sehat pasti akan paham instruksi pemerintah serta lembaga kredibel dalam Agama Islam (baca: MUI) terkait dengan pencegahan Covid-19. Instruksi tersebut sebagai Ikhtiar kita dalam memerangi dan mencegah penularan Covid-19.

Jikalau alasan isolasi ruang  ibadah sebagai salah satu ikhtiar untuk pencegahan tersebut kiranya kita harus mengikuti anjuran itu. Jika tetap dipaksakan dan kemudian hari terjadi kasus penyebaran massal sebagaimana kasus Gereja Shincheonji di Korea Selatan dan Kasus Ijtimak Tabligh di Masjid Jamek Sri Petaling, akan menjadi kekonyolan fatal.

Awalnya mereka berkeyakinan bahwa tidak akan terjadi masalah karena mereka dalam naungan tuhan, akan tetapi faktanya para jamaah terpapar secara masalah. Konyol Bukan?!

Merujuk pada Surah An-Nahl ayat 116 di atas, kiranya seorang yang tidak berkompeten dalam hal kesehatan jangan berkomentar dalam bidang kesehatan. Karena akan terjadi keriuhan dan tumpang tindih masalah yang bisa menyesatkan masyarakat. Cukuplah dalam bidang kesehatan kementerian dan dinas kesehatan yang mengeluarkan fatwa.

Baca Juga:  11 Akhlak Terhadap Allah, Amalkan Jika Ingin Menjadi Hamba yang Paling Dicintai

Orang beriman memang wajib untuk terus meningkatkan dan menjaga keimanan kepada Allah SWT. Disisi lain, di tengah kondisi pandemi Global Covid-19 maka tubuh kita juga perlu Imunitas guna menangkal penyakit  tersebar.

Jadi IMAN atau IMUN harus dikondisikan sesuai dengan porsinya. Jangan menjadikan orang islam mundur karena pemikiran pendek, dengan mencampur-adukan sesuatu bukan pada porsinya.

Iman seorang hamba beriman akan sangat tergantung pada keyakinan seseorang memahami sunnatullah dan keilmuannya. Hal ini juga yang menjadi dasar bahwa diksi ayat Al-Quran pertama adalah surah al-Alaq 1-5. Bahasan surah tersebut adalah tentang membaca, baik tekstual dan kontekstual jika kita kembangkan.

Pembacaan terhadap situasi pandemi Covid—19 harus sampai pada sifat virus yang mudah tersebar jika kontak langsung dengan penderita. Jika Iman kita kuat akan tetapi kesehatan atau Imun kita rendah, kemungkinan tertular akan sangat besar.

Fatwa untuk mengosongkan beberapa masjid guna disterilkan dari virus merupakan tindakan sesuai syari untuk mencegah kerusakan lebih besar. Jika kerusakan lebih besar ditimbulkan karena bersumber dari rumah ibadah (Masjid) akan menjadi dasar degradasi kepercayaan terhadap agama islam itu sendiri. Tindakan memperlihatkan kebodohan harus diberhetikan dengan tidak mengikuti fatwa dari orang bukan bidangnya.

Baca Juga:  Akhlak Rasulullah yang Membuat Para Sahabat Begitu Mencintainya

Oleh karenanya, kita beriman, beribadah juga harus bisa mengukur apa maslahat dan apa mafsadat bagi diri kita masing-masing. Jangan sampai karena kebodohan kita mengurangi waktu sujud kita di dunia. Ash-Shawabu Minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq