Menyoal Masalah Khilafah, Benarkah Itu Janji Allah? Ini Kata Gus Nadir

khilafah janji allah

Pecihitam.org – Belakangan ini makin marak kembali para pendukung khilafah yang secara-terang-terangan menunjukkan identitasnya. Bahkan tidak sedikit orang-orang ini ternyata bercokol di Pemerintahan. Bak benalu, mereka sama saja ingin hidup dari hasil negara namun disisi lain ingin mematikan negara itu sendiri dan menggantinya dengan yang baru.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Para pejuang khilafah maupun simpatisannya sering mengelabui publik dengan mengklaim bahwa Kembalinya khilafah sebagai wujud kekuasaan umat Islam merupakan janji Allah SWT sebagaimana yang terdapat dalam QS an-Nur ayat 55 berikut:

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal yang saleh bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi…”

Bahkan ada dari kalangan mereka ada yang berani mengklaim bahwa siapa yang tidak percaya dengan janji Allah akan kedatangan kembali Khilafah maka ia telah murtad. Lantas, benarkah Khilafah merupakan janji Allah SWT sebagaimana klaim Pro-Khilafah ini?

Menurut Prof. Dr. Nadirsyah Hosen, Rais Syuriyah PCINU Australia – New Zealand dan juga Dosen Senior Monash Law School, mencoba untuk meluruskan hal ini.

Dalam tulisannya, beliau menyajikan Kajian komparasi sejumlah kitab tafsir klasik dan kontemporer mengenai tafsir Surat an-Nur ayat 55 diatas yang nyata-nyata menunjukkan bahwa pemahaman kaum pro-Khilafah Keliru besar.

Gus Nadir pertama kali menjelaskan dari asbabun nuzul ayat tersebut. Kata beliau, dalam Tafsir al-Munir karya Syekh Wahbah az-Zuhayli menyebutkan:

“Ketika Rasulullah Saw bersama para sahabatnya sampai ke Madinah, dan disambut serta dijamin keperluan hidupnya oleh kaum Ansar, mereka tidak melepaskan senjatanya siang dan malam, karena selalu diincar oleh kaum kafir.

Mereka berkata kepada Nabi: “Kapan engkau dapat melihat kami hidup aman dan tenteram tiada takut kecuali kepada Allah.” Surat an-Nur ayat 55 turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai jaminan dari Allah Swt bahwa mereka akan dianugerahi kekuasaan di muka bumi”.

Baca Juga:  Hukum Menggunakan Lemak Tubuh Sebagai Bahan Kosmetik, Bolehkah?

Gus Nadir kemudian bertanya, kapankah janji Allah ini terpenuhi? Beliau kemudian menunjukkan 3 pendapat dalam beberapa kitab tafsir.

Pertama, dalam Tafsir Ibn Abbas (1/298) dan Tafsir Muqatil (3/206) menjelaskan bahwa janji Allah ini telah tertunaikan pada masa Nabi Muhammad dalam peristiwa Fathu Makkah, dimana Nabi dan pasukannya memasuki kota Mekkah dengan tanpa perlawanan. Tafsir generasi awal cenderung memahaminya seperti ini.

Kedua, sebagian kitab Tafsir seperti Ibn Katsir (6/77), Bahrul Ulum (2/52), al-Baghawi (3/426), al-Kasyaf (3/521), al-Baydhawi (4/112), an-Nasafi (2/515), Dar al-Mansur(6/215), mengatakan janji ini telah tuntas dipenuhi Allah pada masa Nabi Muhammad dan al-Khulafa ar-Rasyidun (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).

Alasan mereka adalah adanya Hadits Sahih dimana Nabi mengatakan kekhilafahan itu hanya berlansung selama 30 tahun. Dan itu terpenuhi dalam periode Khulafa ar-Rasyidun.

Gus Nadir kemudian menjelaskan lebih spesifik lagi,

Dalam Tafsir at-Thabari menyebutkan ada yang membatasi periode janji Allah terpenuhi sampai tiba masa pembunuhan Khalifah Utsman. Karena kekecauan (fitnatul kubra) mulai terjadi sejak periode akhir Sayidina Utsman itu.

Tafsir ar-Razi malah menyebutkan pendapat yang membatasinya hanya pada 3 Khalifah pertama karena pada masa inilah ekspansi Islam meluas, namun pada masa Sayidina Ali disibukkan oleh perpecahan dan perang saudara.

Tafsir ar-Razi juga menyebutkan adanya pendapat yang menentang memasukkan period Khulafaur Rasyidun dalam kandungan ayat ini karena penggalan ayat selanjutnya, “sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,”.

Padahal kekuasaan sebelum Islam itu tidak datang lewat kekhilafahan. Jadi ayat ini cukup hanya pada periode Nabi Muhammad saja. Penggalan ayat ini dimaknai sebagaimana kekuasaan Bani Israil dan para Nabi sebelumnya seperti Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman, tulis Gus Nadir.

Baca Juga:  Hukum Hubungan Persusuan Dari Pengakuan dan Bukti (Bagian 2)

Ketiga, ada beberapa kitab tafsir yang meluaskan lagi kandungan ayat ini, yang tidak hanya terbatas pada masa Nabi Muhammad dan/atau al-Khulafa ar-Rasyidun, tapi juga pada masa-masa selanjutnya termasuk masa sekarang dan akan datang.

Tafsir Fathul Qadir (4/55) memaknai kekuasaan sebelum Nabi itu tidak hanya terbatas pada Bani Israil, dan karenanya juga tidak membatasi makna ayat ini pada masa Nabi di Mekkah dan khalifah yang empat, tapi menggunakan keumuman ayat.

Tafsir al-Qurthubi (12/299) juga menyetujui keumuman ayat ini. Namun, apa implikasi dari keumuman ayat ini? kata Gus Nadir seolah-olah bertanya.

Beliau kemudian kembali melanjutkan penjelasannya. Sa’id Hawa dalam Asas at-Tafsir (7/3802) menganggap janji Allah dalam ayat ini akan terus berlangsung sampai semua akan masuk Islam.

Tafsir al-Wasith (6/1457) karya Majma’ al-Bunuts Islamiyah di al-Azhar Mesir juga mengisyaratkan bahwa janji Allah ini terwujud ketika Islam tersebar di penjuru dunia timur dan barat.

Jadi tidak dibatasi pada masa lalu saja. Berarti ini masalah dakwah, bukan soal kekhilafahan, tulis Gus Nadir.

Nah, menariknya, Gus Nadir menimpali. “Semua kitab tafsir di atas, termasuk mereka yang menganggap ayat ini berlaku umum, tidak satupun menyinggung akan kembalinya Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah seperti yang sering digelorakan oleh kelompok Pro-Khilafah.

Baca Juga:  Hidup Membujang dalam Pandangan Agama Islam, Bolehkah?

Para ulama tafsir itu bahkan tidak mengutip riwayat Musnad Ahmad soal ini, yang amat populer di kalangan HTI, namun sudah pernah saya jelaskan dengan tuntas dan detail bahwa sanadnya pun lemah dan bermasalah, jelas Gus Nadir.

Terakhir beliau memberi kesimpulan, bahwa QS an-Nur ayat 55 tidak bicara soal institusi atau sistem pemerintah khilafah. Al-Qur’an memang tidak pernah menyinggung sistem kenegaraan dengan detil. Ayat ini juga tidak bicara tentang akan kembalinya khilafah setelah bubar. Tidak ada janji Allah akan kembalinya sistem khilafah. Ini hanya halusinasi kaum HTI saja yang tidak bisa menerima kenyataan kita hidup damai dan aman di NKRI, terang Gus Nadir.

Umat Islam bisa berkuasa menurut ayat ini dan ayat selanjutnya dengan jalan beriman dan beramal soleh, tidak menyekutukanNya, menegakkan Shalat, membayar zakat dan taat pada Rasulullah Saw.

Sebagai penutupnya, Gus Nadir memberi nasehat bahwa, “Janganlah kita kufur terhadap nikmat Allah berupa hidup yang damai dan tentram di NKRI. Kita tinggal mensyukurinya dengan terus bekerja mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945”. pungkas beliau.

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik