Mengenal Metodologi Tafsir Al-Quran di Nusantara

metodologi tafsir nusantara

Pecihitam.org – Seiring dengan perkembangan zaman, kajian mengenai tafsir al-Qur’an di Jawa telah dilakukan oleh para ahli dengan berbagai sudut pandang yang beraneka macam. Ada yang menggunakan sudut pandangan misalanya Israiliyat dalam mitos Jawa dalam Kitab Tafsir AL-Ibriz Karya KH. Bisri Musthofa, hingga pendekatan Shufi Isyari  dalam kitab Faidl Al-Rahman karya Kiai Sholeh Darat, Semarang.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Berangkat dari sebuah pemahaman alkulturasi budaya dan teks al-Qur’an kemudian menjadi sebuah kitab tafsir nusantara mempunyai berbagai, metodologi, corak dan kekhasan tersendiri. Seperti, kitab Faidl Al-Rahman, Tafsir Al-Ibriz (Bisry Mustafa), Al-Qur’an Suci Bahasa Jawi ( Mohammad Adnan ), hingga Al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi ( Bakri Syahid ).

Kata tafsir dalam QS. al-Furqan : 33 diartikan sebagai penjelasan. Namun secara  etimologi kata tafsir berarti menjelaskan atau mengungkapkan. Sedangkan secara istilah kata tafsir mempunyai arti ilmu yang menjelaskan lafazh-lafazh dalam al-Qur’an, makna-makna, hukum-hukum, baik yang berdiri sendiri atau secara tersusun.

Dalam bahasa Indonesia, kata tafsir diartikan sebagai penjelasan atas ayat-ayat al-Qur’an yang bertujuan untuk mengungkap makna yang terkandung didalamnya. Dengan demikian menafsirkan al-Qur’an adalah sebuah proses pengambilan makna dan keterangan dari ayat-ayat al-Qur’an.

Baca Juga:  Ketika Imam Abu Hanifah Ditanya Hukum Poligami oleh Khalifah dan Istrinya

Sehingga, yang dinamakan dengan tafsir nusantara adalah buku atau kitab tafsir yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dan mempunyai karakteristik khas lokal dari daerah masing-masing. Adapun khas lokal yang terdapat dalam kitab tafsir Indonesia meliputi, bahasa, gaya penerjemahaan, muatan makna dan penyajian dalam kitab.

Hal tersebut senada dengan yang di ungkapkan oleh penulis di atas. Bahwa seorang mufasir yang mempunyai latar belakang lingkungan, akademik, dan guru yang berbeda, sangat mungkin dalam penyajian dan penafsiran dalam masing-mamsing kitab tafsir mengalami perbebedaan.

Sebagaimana yang telah penulis singgung di atas. Metode tafsir merupakan cara yang teratur dan  terpikirkan secara sistematis oleh mufasir untuk mencapai pemahaman yang komperhensif terkait maksud dan tujuan mufasir.

Cara kerja metode tafsir secara teoritis melibatkan keilmuan lain, tidak hanya teks atau aspek semiotik dan semantiknya saja namun juga memperlihatkan konteks historis, konteks makna dan pengembangan makna ( kontekstual ).

Baca Juga:  Bagaimana Budaya Pesta dan Selametan dalam Pandangan Islam?

Sahiron Syamsuddin dalam bukunya Hemeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an. ia menjelaskan bahwa ada dua bagian penting dalam metode tafsir yaitu :

Pertama, Metode tafsir riwayat atau yang bisanya dikenal dengan metode tafsir bi Mas’sur adalah metode tasfir yang menggunakan data dokumen riwayat dari nabi Muhammad saw dan para sahabatnya. Dalam model tasfir seperti ini biasanya menjelaskan tentang ayat yang sebagaimana telah dijelaskan oleh nabi Muhammad saw.

Kedua, Metode panafsiran Ijmaly global/pemikiran. Metode ini merupakan kelanjutan dari metode tafsir riwayat. Namun yang membedakannya adalah metode tafsir pemikiran disandarkan pada kesadaran mufasir bahwa al-Qur’an berkembang pemaknaanya tergantung sosial, budaya dan sejarah.

Di samping itu, metode panafsiran pemikiran dimana seorang mufasir berusaha untuk menjelaskan pengertian dan maksud dalam kandungan dalam ayat al-Qur’an yang tidak terlepas dari konteksnya.

Dalam prosesnya, metode tafsir pemikiran membutuhkan suatu kajian atas bahasa dalam konteks tertentu seperti melibatkan banyak disiplin keilmuan. Keterlibatkan keilmuan tersebut bertujuan untuk menemukan ide-ide dan historisasi masyarakat yang pada endingnya pemahaman atas al-Qur’an dapat diterima oleh masyarakat khususnya masayarakat Jawa.

Baca Juga:  Khazanah Tafsir Al-Qur’an IV : Tafsir Al-Qur’an Abad ke-20 ( Peradaban Baru )

Dengan demikian, jika melihat beberapa kitab tafsir di Nusantara, metodologi yang digunakan lebih cenderung menggunakan bahasa lokal dengan beberapa pendekatan dengan latar belakang mufasir yang beragam.

Baik yang lahir dan berkembang di pesantren, akademisi, budayawan, atau sastrawan. Seperti contoh Al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi ( Bakri Syahid ) dan Al-Qur’an Suci Basa Jawi ( Mohammad Adnan ).

M. Dani Habibi, M. Ag