Modal Quran Terjemah, Jangan Mudah Menghukumi Halal atau Haram!

menghukumi halal atau haram

Pecihitam.org – Tidak dipungkiri bbahwa terjemah Al-Qur’an sedikit banyak memang membantu seorang muslim yang awam untuk mengetahui arti dari ayat Al-Qur’an yang notabene berbahasa Arab.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Namun,yang disayangkan ada di antara orang muslim yang ceroboh hanya bermodal membaca terjemahan Al-Qur’an kemudian seenaknya saja menghukumi halal atau haram. Lantas bolehkah seseorang mengambil hukum agama dari terjemahan Al-Qur’an saja?

Wajib kita ketahui bahwasanya hukum-hukum syariat tidak sekedar diambil dari Al-Qur’an. Akan tetapi, hukum dan dasar-dasar syariat Islam berasal dari Al-Qur’an, hadis, ijma dan qiyas.

Yang tidak kalah penting adalah, pengambilan hukum-hukum syariat dari sumber-sumber tersebut tidak boleh sembbarangan dan hanya boleh dilakukan oleh ulama yang sudah tergolong mujtahid. Yakni orang yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.

Di antara syarat mujtahid adalah berilmu. Otomatis maksud dari berilmu disini adalah tidak sekedar tahu namun juga paham tentang ilmu-ilmu agama Islam. Bukan sekedar tahu apalagi mengada-ada.

Karena Allah SWT mengharamkan bagi siapapun mengada-ada sesuatu hal yang tidak diketahui atas nama agama. Sebagaimana firman Allah swt dalam Surat Al A’raf ayat 33 berikut;

Baca Juga:  Tangan Mulia yang Pernah Dicium oleh Rasulullah SAW

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-A’raf: 33).

Selian itu, seorang mujtahid juga Takhasus yaitu orang yang spesialis dalam bidang ilmu agama. Dinuqil oleh Imam Al-Khatib Al-Baghdadi di dalam kitab Al-Faqih Wal Mutafaqqih, Imam Syafii pernah mengatakan sebagaimana berikut ini,

لَا يَحِلُّ لِأَحَدٍ يُفْتِي فِي دِينِ الله، إِلَّا رَجُلًا عَارِفًا بِكِتَابِ الله: بِنَاسِخِهِ وَمَنْسُوخِهِ وَبِمُحْكَمِهِ وَمُتَشَابِهِهِ وَتَأْوِيلِهِ وَتَنْزِيلِهِ وَمَكِّيِّهِ وَمَدَنِيِّهِ وَمَا أُرِيدَ بِهِ.

Artinya: “Tidak halal bagi seseorang yang berfatwa dalam masalah agama Allah kecuali seseorang yang paham kitab Allah (Al-Qur’an), baik ilmu nasikh mansukhnya, muhkam mutasyabihnya, takwil dan tanzilnya, makkiyah dan madaniyahnya serta apa yang dikehendaki dengannya”.

Maka wajib diperhatikan, bahwa jika seseorang tidak atau belum memenuhi syarat-syarat sebagai seorang mujtahid tersebut, maka ia tidak boleh dan jangan sekali-kali mengambil hukum secara langsung dari Al-Qur’an apalagi sedikit-sedikit megatakan dan menghukumi halal atau haram. Sebaiknya, bertanyalah kepada yang lebih alim dan paham tentang ilmu agama.

Baca Juga:  Keutamaan Mengucapkan Amin Setelah Imam Shalat Membaca Al Fatihah

Allah SWT berfirman;

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. (Q.S. An-Nahl: 43)

Terjemahan Al-Qur’an dengan bahasa selain Arab pada dasarnya, bukanlah terjemah harfiyyah pada teks Al-Qur’an. Melainkan hanya terjemah arti yang diambil dari tafsir-tafsirnya saja.

Sementara dalam masalah memahami teks Al-Qur’an secara harfiyah dibutuhkan pemahaman khusus tentang uslub atau gaya bahasa Arab yang ada pada ayat Al-Qur’an ketika turun.

Dibutuhkan pula mengetahui pada konteks ayat serta sebab turunnya ayat (asbabun nuzul) tersebut dan lain sebagainya. Selain itu dibutuhkan pula merujuk pada ahlinya yang paham tentang ilmu-ilmu syariat.

Sehingga terjemahan Al-Qur’an itu sebenarnya hanya sekedar membantu bertafakkur tentang ayat-ayat Al Quran itu saja. Bukan untuk istinbath atau pengambilan hukum syariat. Dan terjemah hanya untuk menambah keimanan tentang sang pencipta dan yang diciptakan yakni tentang Allah dan makhluk-Nya.

Baca Juga:  Sejarah dan Proses Penerjemahan Al-Qur’an di Indonesia

Dengan demikian, sebaiknya bagi orang yang tidak memahami bahasa Arab dan masih butuh alat dan ilmu lain dalam mendalaminya, maka ia hanya cukup membaca terjemahannya saja untuk mentadabburi ayat Al-Qur’an.

Sedangkan jika ia ingin mengerti dan memahami makna yang lebih detail dan mendalam lagi hendaknya ia bertanya kepada ahlinya yang telah mengetahui hukum-hukum agama Islam secara terrinci. Demikian semoga bermanfaat. Waallahu a’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik