Muhammad Arsyad al-Banjari; Ulama Sufi, Guru Tarekat Sammaniyah

Muhammad Arsyad al-Banjari; Ulama Sufi, Guru Tarekat Sammaniyah

PeciHitam.org – Seperti yang sudah dikatakan pada artikel sebelumnya tentang Syekh Abd Shamad al-Palembani bahwa Indonesia memiliki banyak Ulama Sufi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ulama sufi ini hidup Sejaman dengan Syekh Abd Shamad al-Palembani dalam menimba ilmu di Makkah. Tidak hanya berdua terdapat 4 santri Nusantara yang mengembara ilmu di Makkah.

Mereka terkenal dengan “Empat Serangkai dari Tanah Jawa”, yang terdiri Abd Shamad al-Palembani, Abd Wahab Bugis dari Sulawesi (kelak Syekh Abd Wahab Bugis menjadi menantunya), Syekh Abd Rahman Masri dari Betawi, terakhir Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.

Seluruh ulama’ asal Jawa ini menimba ilmu pada guru yang sama yakni Syekh Muhammad Sualiman al-Kurdi, Syekh ‘Athaillah, dan Syekh Samman.

Muhammad Arsyad al-Banjari sendiri bernama lengkap Arsyad bin Abdullah bin Abu Bakar bin Abdul Rasyid. Lahir pada Maret 1710 Masehi di Lok Gabang, Marta Putra, Kalimantan Selatan.

Muhammad Arsyad al-Banjari sendiri berasal dari daerah asalnya yakni Banjar. beliau merupakan seorang anak dari Abdullah dan Amina, akan tetapi berkat kecerdasannya Beliau diangkat anak oleh Sultan Tahmidullah.

Muhammad Arsyad al-Banjari menghabiskan masa kecilnya di sekitar istana kerajaan hingga menikah dengan anak raja.

Mengikuti tahun kepulangannya dari Makkah-Madinah yakni tahun 1772, kemungkinan Muhammad Arsyad al-Banjari berangkat ke Makkah pada tahun 1742. Karena Muhammad Arsyad al-Banjari menghabiskan 30 tahun hidupnya untuk menempuh ilmu di Makkah-Madinah.

Baca Juga:  BJ Habibie Dalam Pidatonya Antara Agama, Cinta dan Filsafat

Banyak ilmu yang dipelajarinya di sana, kesemuanya seputar keilmuan Islam. Hal ini tidak sia-sia sebab Muhammad Arsyad al-Banjari termasuk ke dalam golongan ulama’ yang produktif. Terbukti dengan karya-karyanya yang berjumlah 14 buah.

Sebagian besar dari karyanya mengkaji ilmu fiqih. Dalam bidang tasawuf, adapun kitab Muhammad Arsyad al-Banjari yakni Fathu al-Rahman al-Waliyu al-Ruslan dan Risalah Kanzul al-Ma‘rifah

Sama seperti al-Ghazali, Muhammad Arsyad al-Banjari pun mengharmonisasikan fiqih dengan tasawuf. Menurutnya seorang salik dapat sampai kepada Allah dengan melalui syariat.

Sebab antara syariat dengan hakikat tidak dapat dilepaskan, yang disebut juga dengan Shay’ Ma’nawi. Kedua-duanya memiliki keterkaitan ibarat anak tangga.

Artinya, bagi Muhammad Arsyad al-Banjari saat seorang salik melaksanakan syariat maka ia harus menghayati maknanya. Sebab dengan inilah seseorang dapat mencapai ma’rifat Allah.

Pembahasan seputar syariat ini tertuliskan dalam bukunya yang berjudul Sabil al-Muhtadin li al-Tafaquh fi Amr al-Din serta al-Nikah. Kedua kitab ini merupakan kitab yang bermadzhabkan Syafi’i.

Pada kitab yang pertama Muhammad Arsyad al-Banjari menyebutkan jika karyanya tersebut bersumber dari kitab Nihayah, kitab Tuhfah, dan sebagainya. Penulisan kitab ini dilatar belakangi dengan memecahkan permasalahan masyarakat sekitarnya.

Sedangkan pembahasannya dalam mencapai fana’, menurut Muhammad Arsyad al-Banjari bahwa fana’adalah ketika bersatunya batin manusia (syuhud) dengan Allah Swt.

Baca Juga:  Sejarah Lengkap Sunan Kudus, dari Silsilah Hingga Kesuksesan Dakwahnya

Akan tetapi kebersatuan ini berbeda dengan paham Arabian. Melainkan kebersatuan yang dimaksudkan yakni antara Tuhan dengan manusia tetap memiliki perbedaan.

Hal ini dikutipnya dari pemikiran al-Junayd yang mengatakan bahwa saat fana’ yakni ketika hilangnya kesadaran qalbu akan urusan yang bersifat duniawi atau inderawi.

Hingga berganti dengan tidak dirasakannya oleh seorang salik akan sesuatu hal yang terlihat tersebut

Menurut al-Ghazali, fana’ merupakan hilangnya diri dari segala sesuatu perbuatan, sifat dan Dzat Allah. Menjadikan sesuatu dalam dirinya ada di tangan Allah Swt, dan segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya dikendalikan oleh Allah Swt.

Pandangannya tentang fana’ ini tentu tidak jauh dengan pandangannya mengenai tauhid. Tauhid merupakan jalan menuju ma’rifat mengenai ke-Esa-an Allah Swt. Menurut Muhammad Arsyad al-Banjari, tauhid yakni meyakini ke-Esa-an Allah Swt pada Dzat-Nya, Sifat-Nya, hingga Af’alNya.

Ketiganya ini menurutnya mampu mengantarkan seorang salik kepada Allah Swt. Akan tetapi jika ada yang mengingkari salah satunya maka disebutnya dengan syirik.

Pembahasan ini terurai dalam kitabnya berjudul Risalah Fath al-Rahman yang merupakan syarah dan terjemahan dari karya Syekh Ruslan. Dalam bukunya, Muhammad Arsyad al-Banjari menguraikan perihal berbagai syirik hati dan cara membuangnya. Hal ini dapat dicapai apabila seseorang mampu meningkatkan tauhid asma, tauhid af’al, tauhid sifat hingga sampai pada tauhid Dzat.

Baca Juga:  Abdullah bin Mubarak, Tabi’it Tabi’in Ahli Fiqih, Sejarah dan Hadits

Sedangkan dalam karya tasawufnya yang lain (kanzul al-Ma‘rifah) menganut paham yang mengikuti paham tasawuf moderat. Hal ini tentu tidak jauh-jauh dengan pemahaman sosok al-Ghazali. Karya ini berisi seputar dzikir yang diamalkan dalam tarekat.

Muhammad Arsyad al-Banjari sendiri merupakan seorang guru tarekat Sammaniyah yang didapatkannya dari Madinah. Muhammad Arsyad al-Banjari merupakan cikal bakal penyebaran tarekat Sammaniyah di wilayah kalimantan Selatan ini sebelum 2 penerusnya yakni Syekh Muhammad Nafis bin Idris Muhammad Arsyad al-Banjari dan Syekh Abdul Wahab Bugis.

Muhammad Arsyad al-Banjari merupakan seorang yang sangat bertanggungjawab akan perkembangan tasawuf Sammaniyah di Kalimantan Selatan. Terlihat dengan semakin pesatnya para pengikut tarekat Sammaniyah di bawah pimpinan beliau.

Mohammad Mufid Muwaffaq