Kisah Nabi Musa Diangkat Menantu Oleh Nabi Syuaib Setelah Mengabdi Selama Delapan Tahun

Kisah Nabi Musa Diangkat Menantu Oleh Nabi Syuaib Setelah Mengabdi Selama Delapan Tahun

Pecihitam.org – Nabi Musa adalah menantu Nabi Syuaib alaihimassalam. Kisah beliau diangkat menantu bermula ketika Nabi Musa mengasingkan diri dari Kota Mesir menuju Kota Madyan. karena ingin menyalamatkan diri dari kejaran Fir’un dan bala tentaranya yang akan membunuhnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Nabi Musa AS akhirnyapun tiba disebuah mata air tepatnya Kota Madyan. Musa duduk beristirahat sambil memperhatikan beberapa orang yang sedang berdesak-desakan menimba air dari sebuah sumur untuk memberi minum binatang anak ternak mereka.

Di sana, di tempat yang agak rendah, Musa melihat dua orang gadis memegang dan menahan tadi kambingnya yang selalu hendak menuju ke arah orang-orang mengambil air karena kehausan. Melihat hal itu, timbullah rasa santun dan kasihan dalam hati Musa, lalu ia dekati kedua gadis itu, menanyakan kenapa mereka tidak ikut bersama orang banyak mengambil air dan memberi minum kambing mereka.

Mereka menjawab, “Kami tidak dapat mengambil air kecuali sesudah orang-orang itu setelah selesai, karena kami tidak kuat berebut dan berdesak-desakan dengan orang banyak itu. Bapak kami sudah sangat tua untuk mengambil air. Itulah sebabnya kami terpaksa duduk saja di sini menunggu orang orang itu pergi. Kami hanya dapat mengambil air jika ada sisa sisa air yang ditinggalkan mereka. “

Tanpa diminta oleh kedua gadis itu, Musa segera turun tangan membantu memberi minum kambing-kambing mereka. Sesudah itu karena lelahnya, ia berlindung di bawah sebatang pohon. Memang dia sangat lelah dan merasa lapar karena sudah beberapa hari tidak makan kecuali daun-daunan.

Kemudian Nabi Musa AS memohon kepada Tuhan: “Ya Tuhanku, aku sangat membutuhkan rahmat dan kasih sayang-Mu. Berilah aku apa saja yang dapat menghilangkan penderitaanku ini.”

Dan yang paling diinginkan oleh Musa waktu itu adalah makanan. Tentang hal ini, diabadikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat Al-Qashas ayat 23 – 24

وَلَمَّا وَرَدَ مَاۤءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ اُمَّةً مِّنَ النَّاسِ يَسْقُوْنَ ەۖ وَوَجَدَ مِنْ دُوْنِهِمُ امْرَاَتَيْنِ تَذُوْدٰنِۚ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۗقَالَتَا لَا نَسْقِيْ حَتّٰى يُصْدِرَ الرِّعَاۤءُ وَاَبُوْنَا شَيْخٌ كَبِيْرٌ

Baca Juga:  Kisah Nabi Musa Berguru pada Nabi Khidir

Dan ketika dia sampai di sumber air negeri Madyan, dia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum (ternaknya), dan dia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan sedang menghambat (ternaknya).

Dia (Musa) berkata, “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua (perempuan) itu menjawab, “Kami tidak dapat memberi minum (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang ayah kami adalah orang tua yang telah lanjut usianya.”

فَسَقٰى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلّٰىٓ اِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ اِنِّيْ لِمَآ اَنْزَلْتَ اِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيْرٌ

Maka dia (Musa) memberi minum (ternak) kedua perempuan itu, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan (makanan) yang Engkau turunkan kepadaku.”

Kalau Nabi Musa mau, dia tentu bisa meminta upah untuk jasa yang telah diberikannya kepada kedua gadis tersebut. Tapi dia merasa tidak punya hak, karena dia tadi menolong mereka tulus karena Allah tanpa mengharapkan imbalan apa-apa secara materi.

Tapi rupanya kedua gadis tersebut adalah orang-orang yang berbudi tinggi, dari keluarganya yang dipimpin oleh seorang laki-laki pilihan yang tentu juga berbudi tinggi. Mereka dapat menghargai budi baik yang diberikan oleh Nabi Musa AS.

Sekalipun tidak ada perjanjian, baik secara lisan apalagi tertulis untuk membayar jasa yang diberikan Musa, tapi itu tidak diberlakukan untuk pribadi yang memiliki budi yang tinggi.

Kelanjutan kisahnya, Bapak dari kedua gadis tersebut tak lain adalah Nabi Syuaib. Setelah sampai di rumah keluarga yang baik budi itu, Musa memperkenalkan diri kepada Nabi Syu’aib seraya tidak lupa menjelaskan tentang Firaun dan bagaimana dia menjadi buronan Firaun untuk dibunuh.

Orang tua itu mendengarkan cerita Nabi Musa Alaihissalam selesai bercerita, orang tua itu berkata: “Jangan engkau merasa takut dan khawatir, karena Engkau telah lepas dari kekuasaan orang-orang zalim itu.

Mereka tidak akan dapat menangkapmu, karena engkau telah berada di sini, suatu daerah yang tidak termasuk dalam kerajaan mereka.

Baca Juga:  Gus Baha: Kisah Santri Nakal Naksir Sama Putri Kyai

Dengan demikian, hati Nabi Musa Alaihissalam merasa tentram, karena ia sudah dapat berlindung di rumah seorang pemuka agama yang besar pengaruhnya.

Ini diabadikan dalam surat yang sama pada ayat 25.

فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا ۚ فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ ۖ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ


Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan malu, iya berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami “. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya, dan menceritakan kepadanya cerita mengenai dirinya, ia berkata: “Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu”.
(QS. Al-Qashash ayat 25)

Rupanya orang tua itu tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak pula mempunyai pembantu titik. Oleh sebab itu yang mengurus semua urusan keluarga itu hanyalah kedua putrinya saja, sampai keduanya terpaksa mengembala kambing di samping mengurus rumah tangga.

Melihat Nabi Musa Alaihissalam sebagai pemuda yang jujur dan kuat tenaganya, salah seorang putrinya mengusulkan kepada bapaknya untuk mempekerjakan Musa di rumah tangga tersebut.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ” Wahai ayah, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.
(QS.Al-Qshash ayat 26)

Ini memberikan hikmah besar bagi kita bahwa dalam mencari pekerja, yang dilihat tidak hanya tenaganya atau profesionalitasnya semata, tapi juga dan tidak kalah penting adalah kejujuran calon pekerja tersebut.

Putri Nabi Syu’aib Alaihissalam mengusulkan kepada ayahnya untuk mempekerjakan Nabi Musa Alaihissalam karena Musa adalah seorang Al-Qawiyyu Al-Amin.”Kuat dan terpercaya.

Usul putrinya tidak hanya disetujui oleh bapaknya, tetapi malah lebih jauh Sang Bapak menawarkan kepada Nabi Musa untuk menjadi menantu Nabi Syuaib dengan mahar bekerja atau mengabdi di sana selama delapan tahun. Bila Musa menyanggupi 10 tahun dengan sukarela itulah yang lebih baik. Kontrak itu kemudian disepakati bersama oleh Nabi Musa dan Nabi Syuaib.

Baca Juga:  Cemburu dalam Islam: Kisah Kecemburuan Aisyah RA Kepada Khadijah dan Qibtiyah

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ ۖ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِين. قَالَ ذَٰلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ ۖ أَيَّمَا الْأَجَلَيْنِ
قَضَيْتُ فَلَا عُدْوَانَ عَلَيَّ ۖ وَاللَّهُ عَلَىٰ مَا نَقُولُ وَكِيلٌ

Berkatalah dia (Syu’aib). “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun. Dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberatkan kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”.

Dia (Musa) berkata: “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan”.(Qs.Al-Qashash 27-28)

Sahabat Pecihitam.org, begitulah kisah Nabi Musa yang diangkat menantu opeh Nabi Syuaib. Semenjak itu, tinggallah Nabi Musa Alaihissalam di Kota Madyan sebagai menantu Nabi Syu’aib Alaihissalam dan sekaligus bekerja di peternakan dan pertanian keluarga nabiyullah tersebut.

Faisol Abdurrahman