Tolak Tawaran HTI dan yang Lain, Beginilah Seharusnya Nasionalisme Ala Nusantara

Tolak Tawaran HTI dan yang Lain, Beginilah Seharusnya Nasionalisme Ala Nusantara

PeciHitam.org Awal abada 20 adalah persimpangan jalan dunia Islam dengan merebaknya semangat Nasionalisme di seluruh dunia. Perkembangan pemikiran semangat Nasionalisme dikalangan orang Islam di Timur Tengah menjadikan Negara merdeka dari penjajahan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pemikiran Nasionalisme-Sekuler dibawa oleh seorang Suriah, Michael Aflac beragama Kristen Ortodoks, yang mengusung pemikiran Pluralisme dan Sekulerisme. Partai yang dibentuk ini bernama Partai Baath yang menelurkan pemikiran Sosialis Sekuler di Timur Tengah.

Partai Baath, Sosialisme di Timur Tengah

Perkembangan partai Baath dapat menggembleng bapak tokoh besar yang menjadi pemimpin Negara Arab. Di Suriah tampil Hafidz Assad, Saddam Husein di Irak, Gamal Abdul Naseer tampil sebagai presiden Mesir.

Maka dapat dikatakan bahwa berdirinya Negara tersebut atas dasar Nasionalisme Sekuler. Karena mereka adalah anak Ideologis Michael Aflac yang berhaluan Nasionalis-Sosialis ala Karl Marx.

Disamping Negara tersebut, di Arab Saudi muncul gerakan kebangkitan keluarga Ali Suud yang membentuk sebuah Kerajaan berbasis Dinasti, yaitu Kerajaan Ali Suudi, Arab Saudi.

Gerakan pembentukan Kerajaan Arab Saudi menggunakan basis Ideologi yang dibawa Muhammad bin Abdul Wahhab atau Wahabism. Gerakan di Arab Saudi bisa digolongkan sebagai gerakan Purifikasi Islam yang Radikal, dengan banyak mengorbankan situs Islam sejak era Nabi Muhammad SAW.

Untuk membendung pengaruh pemikiran Baathisme di Timur Tengah, maka Amerika Serikat bertindak cepat dengan membentuk Negara Boneka. Negara tersebut adalah Qatar, Bahrain, Kuwait, Arab Saudi, Uni Emirat Arab. Tujuan pembentukan Negara ini adalah untuk membendung paham Sosialisme yang  diusung Partai Baath.

Baca Juga:  Metodologi dan Ide Islam Nusantara di Indonesia

Perebutan pengaruh di Timur Tengah tidak lain adalah sebuah gerakan pertarungan dua Ideologi besar, yaitu Liberal ala Amerika Serikat dan Sosialisme ala Uni Soviet.

Pemetaan ini menjadikan bekal bahwa Negara Arab Modern berdiri bukan atas asas semangat membawa Islam secara murni, namun sekedar ajang pertarungan Politik Besar untuk menampuk pengaruh.

Indonesia, Nasionalisme-Religius ala Nusantara

Pergolakan perebutan pengaruh atas ideologi dan kekuasaan bukan hanya berlangsung di Timur Tengah saja sebagai pusat Islam. Namun menjalar juga kea rah Nusantara yang  sementara waktu berada dibawah otoritas Koloniaslisme Belanda.

Pola gerakan kemerdekaan Indonesia di Nusantara adalah pola gerakan Unik karena mau mengakomodir sebuah pemikiran maslahah lil Ummah yang lahir dari pemikiran Ulama.

Jika di Timur Tengah munculnya gerakan Nasionalisme selalu diwarani dengan Sosialisme, atau hanya sekedar Boneka Amerika, maka di Indonesia muncul semangat Nasionalisme-Religius.

Semangat ini muncul dengan melihat situasional Nusantara yang Plural namun terikat dalam sebuah semangat bersama, Bhineka Tunggal Ika. Model Nasionalisme yang lahir dari semangat Nasionalisme adalah buah pikiran KH. Hasyim Asyari yang memiliki jargon Hubbul Wathan minal Iman”.

Bahwa semangat untuk mencintai tanah air adalah sebagian dari keimanan kepada Allah SWT. Hampir dipastikan tokoh Nasionalisme Timur Tengah berhaluan Nasionalis-Sosialis Murni, berbeda dengan Nusantara yang memiliki akar sejarah Spiritualitas Tinggi dan Religiusitas Kental. Indonesia adalah sebuah role mode dalam mengembangkan pemikiran Nasionalis dengan ruh Religiusitas.

Baca Juga:  Implikasi Ajaran Sunan Kalijaga Terhadap Tradisi Sekaten di Yogyakarta

Keunikan pemikiran tokoh pejuang dan Ulama Nusantara memperlihatkan sebuah kematangan berpikir Tawassut (moderat), Tassamuh (toleran), dan Tawazun (seimbang). Ulama Nusantara juga menolak adanya pemikiran Trans Nasional Islam dengan produk jualan Khilafah sebagai solusi permasalahan segala hal.

Tawaran ide, Khilafah model Hizbut Tahrir (HT), banyak mendapatkan masalah ketika diaplikasikan karena akan menguatkan sentimen keagamaan, bahkan gesekan antar faksi Islam sendiri. Negara Islam di Dunia sudah banyak melarang HT beroperasi di Negaranya karena mengganggu stabilitas Nasional.

Ketidakmauan Ulama Nusantara menerima ide Nasionalis-Sosialis sebagaimana ide partai Baath karena Nusantara memiliki sejarah kelam dengan aplikasi ideologi sosialis.

Penolakan Ulama Nusantara terhadap ide Negara Trans Nasional Islam atau Pan Islamism berdasarkan bukan karena anti-Islam, namun untuk mengedepankan kedamaian.

Indonesia yang terdiri dari Nusantara memiliki keragaman kultur budaya dan tradisi, ketika memaksakan ideologi khas tawaran Hizbut Tahrir akan banyak memicu ketegangan bahkan pertumpahan darah.

Baca Juga:  Reformulasi Pendidikan Kepemimpinan Di Pondok Pesantren

Ulama-ulama Nusantara lebih condong kepada pemikiran KH Hasyim Asyari yang mendorong pemikiran Nasionalisme ala Nusatara yakni Nasionalis-Religius, tidak sekuler-tidak liberal dan bisa mengakomodir maslahah bersama. Allah SWt berfirman;

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ (١٢٦

Artinya; “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian” (Qs. Al-Baqarah: 126)

Demikianlah pemikiran nasionalisme ala ulama nusantara. Nasionalis-Religius, berada di tengah-tengah, tidak liberal dan tidak juga sekuler. Konsep pemikiran semacam inilah yang akhir-akhir ini banyak dipelajari oleh ulama Timur Tengah, hingga rela sowan ke Nusantara.

Ash-Shawabu Minallah.

Mochamad Ari Irawan