Nur Muhammad Saw, Ruh Agung yang Selalu Ada Sampai Akhir Zaman

Nur Muhammad Saw

Pecihitam.org – Dalam khazanah Tasawuf, Nur Muhammad Saw mempunyai posisi yang sangat penting dan selalu dibahasa secara mendalam. Nur Muhammad disebut juga hakikat Muhammad Saw.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Selain itu, Nur Muhammad juga sering sebut dengan beberapa istilah seperti al qalam al a’la (pena tertinggi), al ‘aqlul awwal (akal utama), Amr Allah (urusan Allah), al ruh, al malak, al ruh al ilahi, al ruh al quddus.

Nur Muhammad merupakan pancaran Nur Allah yang diberikan kepada para Nabi mulai dari Nabi Adam as sampai dengan Nabi Muhammad SAW. Nur ini dititipkan dalam dada para Nabi dan Rasul sebagai conductor yang menyalurkan energi Ketuhanan Yang Maha Dahsyat.

Dengan penyaluran yang sempurna itu pula yang membuat nabi Musa bisa membelah laut, Nabi Isa menghidupkan orang sudah mati dan Para nabi menunjukkan mukjizatnya serta para wali menunjukkan kekeramatannya. Selain itu, karena Nur Muhammad itu pula yang menyebabkan wajah Nabi Muhammad SAW tidak bisa diserupai oleh setan.

Posisi Muhammad Saw sebagai Nabi dan Rasul merupakan Tajalli Tuhan paling sempurna. Itu pula sebabnya, mengapa Nabi Muhammad Saw mendapatkan berbagai macam keutamaan dibanding nabi-nabi sebelumnya.

Dalam suatu riwayat pernah diungkapkan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah sebagai nabi pertama dan terakhir. Beliau disebut sebagai nabi pertama dalam arti abu al arwah alwahidah (bapaknya para ruh). Dan disebut nabi terakhir karena memang beliau sebagai khatam an nubuwwah wal mursalin. Sedangkan, Nabi Adam As hanya dikenang sebagai Abu al Jasad, bapak biologis dari seluruh umat manusia.

Keberadaan Nur Muhammad didasarkan dengan sejumlah ayat Al Quran dan hadits, di antaranya,

“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya (nur) dari Allah dan kitab yang menerangkan” (QS. Al Maidah 15).

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu), bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al Ahzab 21).

Rasulullah Saw bersabda, “Saya adalah penghulu keturunan Adam pada hari kiamat.”

“Aku telah menjadi Nabi , sementara Adam masih berada di antara air dan tanah berlumpur.” (HR. Bukhari)

Ada lagi suatu riwayat panjang yang banyak ditemukan dalam literatur tasawuf, yaitu mengenai pertanyaan Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra kepada Rasulullah Saw.

Baca Juga:  Inilah Pembagian Macam-Macam Khauf Menurut Para Ulama Tasawuf

“Wahai Rasulullah, mohon dijelaskan apa yang diciptakan Allah sebelum semua makhluk diciptakan?”

Rasul menjawab, “Sebelum Allah menciptakan yang lain, terlebih dahulu ia menciptakan Nur Nabi-mu (Nur Muhammad). Waktu itu belum ada Lauh al Mahfudz, pena (qalam), neraka, malaikat, langit, bumi, matahari, bulan, bintang, jin, dan manusia.

Kemudian dengan Iradat-Nya, Allah menghendaki adanya ciptaan. Ia membagi Nur itu menjadi empat bagian. Dari bagian pertama, Ia menciptakan Aalam, Lauh al-Mahfuz, dan Arasy. Ketika Allah menciptakan Lauh Mahfuz dan Qalam, pada qalam itu terdapat seratus simpul yang jarak antar simpul itu sejauh dua tahun perjalanan.

Lalu, Allah memerintahkan Qalam menulis dan qalam bertanya, ‘Ya Allah, apa yang harus saya tulis?’ Allah menjawab, ‘Tulis La Ilaha illa Allah, Muhammad Rasul Allah.’ Qalam menjawab, ‘Alangkah agung dan indahnya nama itu, ia disebut bersama asma-Mu Yang Maha Suci.’

Allah kemudian berkata agar Qalam menjaga perilakunya. Menurut Allah, nama tersebut adalah nama kekasih-Nya. Dari Nur-Nya, Allah menciptakan Arasy, Qalam, dan Lauh al-Mahfuz. Jika bukan karena dia, Aku tak akan menciptakan apa pun.”

“Saat Allah mengatakan hal itu, Qalam terbelah dua karena takutnya kepada Allah. Sampai hari ini, ujung qalam itu tetap terbelah dua dan tersumbat sehingga dia tidak menulis, sebagai tanda dari rahasia Ilahi.”

“Oleh karena itu, jangan ada seorang pun gagal dalam memuliakan dan menghormati Nabi-nya atau menjadi lalai dalam meneladaninya. Selanjutnya, Allah memerintahkan qalam untuk menulis.”

“Qalam bertanya, Apa yang harus saya tulis, ya Allah? Dijawab oleh Allah, Tulislah semua yang akan terjadi sampai hari pengadilan. Qalam pun kembali bertanya tentang apa yang harus ia mulai tuliskan. Allah menegaskan, agar qalam memulai dengan kata-kata, Bismillah Ar-Rahman Ar-Rahim.”

Baca Juga:  Nur Muhammad Menurut Kitab Bahrul Lahuut dalam Beberapa Hadis Qudsi

“Dengan rasa hormat dan takut yang sempurna, kemudian Qalam bersiap menulis kata-kata itu pada Lauh Mahfudz dan menyelesaikan tulisan itu dalam kurun waktu 700 tahun. Saat Qalam telah menulis kata itu, Allah menyatakan bahwa qalam telah menghabiskan 700 tahun menulis tiga nama-Nya.”

Ketiga nama itu adalah nama keagungan-Nya, kasih Kasih-Nya, dan Sayang-Nya. Tiga kata-kata yang penuh barakah ini dibuat sebagai hadiah bagi umat kekasih-Nya, yaitu Muhammad Saw.

Mungkin inilah alasan mengapa Nabi Muhammad memiliki berbagai keutamaan, seperti satu-satunya Nabi yang bisa mengakses langsung Sidrah Al-Muntaha, Maqam paling tinggi, diberi Lailah Al-Qadr, diberi hak memberi syafaat, umatnya paling pertama dihisab, paling pertama masuk surga, dan paling berhasil misinya.

Ibnu Arabi dalam kitabnya Fushush Al-Hikam, membahas lebih mendalam tentang hakikat Nur Muhammad (Haqiqah Al-Muhammadiyyah). Yang menarik, Ibnu Arabi mengatakan bahwa semua umat manusia mempunyai unsur ke-Muhammadan (Muhammadiyyah) seperti halnya di dalam diri manusia terdapat unsur ke-Adaman (Adamiyyah)

Itu sebabnya setelah Rasulullah SAW wafat Nur Muhammad itu tidak ikut hilang. Nur tersebut diteruskan kepada Sayyidina Abu Bakar Siddiq ra sebagai sahabat Beliau yang utama sebagaimana sabda Nabi:

“Tidak melebih Abu Bakar dari kamu sekalian dengan karena banyak shalat dan banyak puasa, tetapi (melebihi ia akan kamu) karena ada sesuatu (rahasia) yang tersimpan pada dadanya”

Nur Muhammad akan terus ada dan berlanjut hingga akhir zaman, Nur itu pula yang terdapat dalam diri seorang Mursyid yang Kamil Mukamil. Itu sebabnya dalam ilmu tasawuf, memandang wajah guru Mursyid hakikatnya adalah seperti memandang Nur Muhammad dan sudah pasti memandang Nur Allah Swt.

Nabi SAW bersabda :

“Tidak akan masuk neraka seorang muslim yang melihat aku dan tidak juga (akan masuk neraka) yang melihat orang yang telah melihat aku, dan tidak juga (akan masuk neraka) orang yang melihat orang yang telah melihat aku, sekalipun dengan 70 wasithah (lapisan/antara). Sesungguhnya mereka itu adalah para khalifahku dalam menyampaikan (islam/sunahku) mengasuh dan mendidik (orang ramai), sekiranya mereka itu tetap istiqamah didalam syari’atku” (H.R. Al – Khatib bin Abd.Rahman bin Uqbah).

Melihat dalam hadist di atas bukan dalam pengertian melihat secara umum, karena jika kita maknai melihat itu dengan penglihatan dhohir biasa, maka Abu Jahal dan musuh-musuh Nabi pun melihat beliau akan tetapi mereka tetap masuk Neraka.

Baca Juga:  Inilah Makna dan Perbedaan Istilah Fana dan Baqa' yang Harus Kalian Ketahui

Melihat yang dimaksud yaitu dalam pengetian melihat Beliau sebagai sosok Nabi yang menyalurkan Nur Allah kepada ummatnya, melihat dalam bentuk Rabithah (menggabungkan rohani kita dengan rohani beliau Saw).

Karena pengertian melihat itu lebih kepada rabitah atau hubungan berguru, maka yang paling punya hubungan melihat Nur Muhammad adalah para ulama dan ahli silsilah Thariqat yang saling sambung menyambung hingga kepada Rasulullah SAW.

Itulah mengapa memandang wajah Mursyid itu bisa mengubah akhlak manusia, karena dalam wajah Mursyid itu adalah pintu langsung kepada Nur Muhammad dan kepada Allah Swt. Ingat pesan dari Nabi Muhammad Saw yang mulia:

“Muliakanlah Ulama sesungguhnya mereka adalah pewaris pada nabi, barang siapa memuliakan mereka maka telah memuliakan Allah dan Rasul-Nya”. (H.R. Al-Khatib Al-Baghdadi dari Jabir ra.)

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik