PeciHitam.org – Tahun 2020 akan tercatat dalam sejarah sebagai tahun yang suram, karena wabah Corona Virus Disease (Covid-19). Banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi akibat merebaknya pandemi Covid-19, mulai dari perjuangan garda terdepan kesehatan, pelaporan korban yang jatuh setiap hari sampai penolakan jenazah korban Covid -19.
Implikasi Pandemi Covid-19 juga berpengaruh dalam kehidupan keagamaan di Nusantara. Demi memenuhi rasa aman dan mencegah penularan Covid-19, banyak rumah ibadah tutup sementara.
Tidak lain untuk mengikuti anjuran pemerintah agar menjaga jarak sosial dan fisik (social and Physical distancing). Tujuannya jelas untuk menanggulangi penyebaran penyakit agar tidak meluas.
Ibadah yang bersifat tahunan juga dibatasi dengan ketat bahkan ditiadakan seperti shalat ‘Ied dan silaturrahmi Lebaran. Terbaru, pemberangkatan Ibadah Haji tahun 2020 ditiadakan atau dibatalkan dan dialihkan menjadi tahun 2021.
Pembatalan Pemberangkatan Ibadah Haji tahun 2020 bukan kejadian yang pertama. Karena sejarah pembatalan Haji pernah dilakukan sebelum oleh pemerintah. Berikut Ulasan dan Alasan pembatalan Ibadah Haji dalam Sejarah.
Daftar Pembahasan:
Ibadah Haji, Ibadah dengan Syarat “Mampu”
Haji dilakukan oleh Umat Islam bertepatan dengan bulan Dzulhijjah setiap tahunnya. Rangkaian Ibadah Haji didahului dengan Ihram atau berniat haji dan akhiri dengan tahalul. Puncak haji adalah wuquf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Haji adalah perintah Allah SWT untuk menyempurnakan Rukun Islam kelima. Menyempurnakan rukun Islam yang kelima kiranya memerlukan syarat sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut;
فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (٩٧
Artinya; “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (Qs. Ali Imran: 97)
Kata yang digunakan untuk syarat Haji adalah (مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا)-bagi yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Kemampuan orang dalam melaksanakan Haji berbeda masing-masing Individu yang tidak bisa disama ratakan.
Ada orang yang mampu secara ekonomi, akan tetapi fisiknya tidak memungkinkan, atau sebaliknya fisik prima keuangan tidak memungkinkan. Maka kata ‘Mampu’ harus diterjemahkan dengan baik sesuai dengan konteks.
Keseluruhan rangkaian Ibadah Haji yang dilakukan oleh Umat Islam memerlukan dengan persiapan mantap. Apalagi bagi Umat Islam yang berjauhan dari Makkah seperti Negara Indonesia.
Ibadah Haji merupakan Ibadah yang hampir seluruh Rukunnya menggunakan Fisik, mulai dari Wuquf, Thawaf, Sa’i dan lain-lain menggunakan fisik semua.
Pada waktu normal, bukan selama Pandemi Covid-19, alasan ‘Mampu’ bisa diterjemahkan dengan alasan Mampu secara fisik, keuangan, kesempatan dan lain sebagainya. Dalam keadaan Pandemi Covid-19 seperti sekarang, maka kata ‘Mampu’ (مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا) bisa dikategorikan ‘Memungkinkan’ untuk pergi Haji.
Pemerintah melalui Kemenerian Agama secara resmi mengumumkan pada tanggal 2 Juni 2020 bahwa Ibadah Haji 2020/ 1441 H ditiadakan dengan alasan;
- Masih ditutupnya Arab Saudi (di dalamnya Makkah-Madinah) karena serangan Pandemi Global Covid-19, dan untuk mengurangi Laju Penularannya.
- Keterbatasan Waktu Persiapan untuk penyelenggaraan Haji ditengah Pandemi, karena harus mengikuti Protokol kesehatan yang banyak memakan waktu dan SDM. Jika mengabaikan protokol Kesehatan hanya akan berpotensi terjadinya ledakan Kasus Covid-19.
- Situasi Pandemi Covid-19 belum dicabut secara Resmi oleh Negara Arab Saudi dan Indonesia.
Maka unsur ‘Mampu’ untuk menunaika Ibadah Haji dengan sendirinya gugur karena ‘Ketidak-Mampuan’ untuk menghilangkan Covid-19.
Pembatalan Haji dalam Lintasan Sejarah
Ibadah haji dan pembatalannya bukan hanya terjadi pada tahun 2020 akibat Pandemi Corona. Sejarah mencatat bahwa lebih dari empat puluh kali Kakbah terkena lockdown atau ditutup dari Kunjungan. Beberapa kejadian tercatat menghiasai perjalanan situs paling suci bagi Umat Islam seluruh dunia.
Beberapa kali kejadian penutupan Kakbah karena faktor alam dan beberapa kali dengan alasan kekerasan/ peperangan dan catatan lain karena wabah penyakit. Faktor tersebut menjadi acuan bahwa kemaslahatan manusia untuk menghindari mara bahaya harus dikedepankan.
Tidak seharusnya menunaikan Ibadah Haji hanya untuk menyetorkan nyawa karena faktor ketidak-amanan dan wabah yang sedang melanda. Opsi menunda atau meniadakan Haii dalam kurun waktu tertentu bisa diambil dan tidak bagian dari maksiat kepada Allah SWT. Berikut beberapa catatan sejarah pembatalan Haji;
- Pada tahun abad kedua setelah Nabi Muhammad Wafat, terjadi bencana besar berupa banjir yang menggenangi kota Makkah. Imbasnya, Kakbah-pun ikut tergenang dan menyebabkan kekosongan jamaah di Kakbah.
Dokumentasi sejarawan Muslim yang mukim di Makkah bernama Imam Abu Al-Walid Muhammad Al-Azraqi menyebutkan. Kejadian persisnya terjadi pada tahun 253 H bertepatan pada 867 M. Hampir rumah seluruh penduduk Makkah tergenang oleh air, yang mana kita tahu, kota Makkah terletak dicelah/ cekungan perbukitan.
Oleh karenanya secara alamiah air akan menggenang ketika terjadi hujan yang besar. Bahkan kejadian banjir ini terulang kembali pada tahun 593 H atau 1197 M. Riwayat tentang banjir abad ke-12 menyatakan dengan kuat, ketinggian air pada banjir kedua ini sampai 2 jengkal di atas Hajar Aswad.
Tahun 2009 dan 2012 juga terjadi banjir dengan intensitas lebih rendah dari riwayat yang terdahulu, akan tetapi Haji tetap berjalan seperti biasanya. Banjir pada era ini hanya menggenangi areal seitar Kakbah tidak sampai merusak atau masuk kedalam kakbah.
- Tahun 930 M terjadi pencurian di Kakbah yaitu hajar aswad hilang yang dicuri oleh golongan Syi’ah Ismailiyah. Golongan ini menamakan diri sebagai golongan Qaramithah, dan bukan hanya mengambil Hajar Aswad, lebih daripada itu, mereka membunuh Jamaah yang sedang beribadah Haji disekitar Masjidil Haram.
Hajar Aswad harus tidak berada di sudut Kakbah selama 22 tahun berikutnya. Baru setelahnya prosesi pengembalian dilakukan di daerah Hajr. Akibat pencurian dengan kekerasan ini, Kota Makkah menjadi sepi dari Jamaah. Akan tetapi tidak tercatat sejarah pembatalan Haji, karena hanya menjadikan intensitas keamaan terganggu.
- 50 tahun setelah pencurian disertai kekerasan oleh Qaramitah, terjadi permusuhan pada tahun 983. Keturunan Bani ‘Abbas yang banyak bermukim di Irak dilarang pergi Haji selama 8 tahun. Dan selanjutnya karena masalah politik juga tercatat sejarah pembatalan Haji pada tahun 1257 M. Kota Makkah kembali terlarang bagi jamaah Haji dari Hijaz (kota di utara Makkah).
- Kakbah pernah menjadi epicentrum penyebaran penyakit karena konsentrasi orang berkumpul besat. Tahun 1814 tercatat sebagai tahun suram untuk kakbah karena disana meninggal sekitar 8.000 meninggal karena Penyakit. Wabah ini terkenal dengan Istilah Tha’un (mati massal) yang membuat kakbah ditutup sementara.
Berurutan penutupan kota kakbah pada tahun 1837-1840, karena wabah kolera. Penutupan dan isolasi juga dilakukan berulang pada tahun 1850, 1865 dan 1883 dengan alasan sama, wabah Kolera. Sejarah pembatalan haji ini dilatar-belakangi untuk tidak terjadi penularan penyakit di Kakbah.
Tinjauan sejarah pembatalan haji murni karena alasan yang dibenarkan syar’i. Tidak dianjurkan untuk berhaji dalam kondisi tidak aman atau ditengah wabah penyakit. Term ‘Mampu’ (مَنِ اسْتَطَاعَ) merupakan alasan yang benar secara Syar’i.
Pembatalan Haji di Era Modern
Wabah Endemik selanjutnya terjadi lebih modern, yaitu tahun 1987. Catatan tahun tersebut menyebutkan wabah Meningitis yang menjadi epidemi menyerang Arab Saudi.
Wabah ini mengacaukan kegiatan Haji, sehingga dengan alasan kesehatan kegiatan haji ditiadakan. Wabah menjadikan sedikitnya 10.000 jamaah terkena infeksi.
Era modern seperti tahun 2020 tidak menjadikan semua permasalahan manusia bisa teratasi oleh pengetahuan manusia. Buktinya Covid-19 bisa membuat seluruh rencana dan planing manusia berantakan dalam sekejap.
Tidak terkecuali rencana pemerintah memberangkatkan Haji tahun 2020 M/ 1441 H. Covid-19 mengajarkan kepada manusia bahwa kehendak hanya Allah SWT semata. Jamaah haji Indonesia harus bersabar menunggu antrian menjadi Tamu Allah di tahun 2021.
Kejadian terbaru adalah mewabahnya Corona Virus Disease (COVID-19) diseluruh dunia memaksa Raja Salman bin Abdul Aziz mengeluarkan Maklumat pemberhentian travel umrah bagi seluruh umat islam. Akibatnya sekarang kita saksikan, kakbah sepi dari para jamaah.
Maka tidak ada manfaatnya untuk menghujat dan memaki pemerintah dengan sumpah serapah. Karena semua dipertimbangkan dengan matang ditengah kondisi dunia sedang berperang dengan wabah Pandemi Covid-19. Sejarah mengatakan kepada kita bahwa dalam beragama juga diperlukan akal supaya memenuhi unsur maslahah, untuk kebaikan bersama.
Ash-Shawabu Minallah