Pemerintah Menggusur Tanah Warga, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Pemerintah Menggusur Tanah Warga, Bagaimana Hukumnya dalam Islam

Pecihitam.org – Sering kita mendengar atau melihat Berita di berbagai media tentang kasus penggusuran tanah warga yang dilakukan oleh pihak pemerintah dengan alasan untuk kepentingan umum. Bagaimana hukumnya dalam Islam bagi pemerintah menggusur tanah warga untuk kepentingan umum seperti pelebaran jalan dan lain sebagainya?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kasus Penggusuran tanah atau lahan milik warga yang sering dilakukan oleh pemerintah memang cukup sering memicu persoalan hebat antara keduanya (Pemerintah dan warga).

Adapun yang umum menjadi alasan pemerintah ketika melakukan Penggusuran adalah untuk pembangunan dan kepentingan umum. Sementara penyebab kericuhan umumnya terkait masalah ganti rugi tanah warga yang digusur sebab dianggap tidak sepadan atau layak.

Pada dasarnya Hukum menggusur tanah warga oleh pemerintah adalah diperbolehkan selama jika memang benar-benar untuk kemaslahatan Umum (al-mashlalah al-‘ammah) yang tidak bertentangan dengan syariat. Tetapi memang sebaiknya tetap harus diberikan ganti rugi yang layak dan memadai.

Perkara ini sudah pernah diputuskan oleh NU dalam Muktamar ke-29 yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Cipasung-Tasikmalaya pada bulan Desember 1994.

Baca Juga:  Adzan Berkumandang, Berbuka Dulu atau Sholat Dulu, Mana yang Lebih Utama?

Salah satu Landasan keputusan tersebut yaitu berangkat dari kasus Sayyidina Umar bin Khaththab ra yang melakukan penggusuran tanah warga untuk memperluas Masjidil Haram, sebagaimana disebutkan al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkamus Sulthaniyah.

Pada masa ia menjadi khalifah, Umar bin Khaththab ra mempunyai ide untuk memperluas Masjidil Haram. Ide perluasan tersebut muncul karena ia melihat bahwa penduduk Kota Makkah sudah semakin bertambah banyak saat itu.

Akhirnya Umar bin Khaththab membeli tanah warga yang berada di sekitar masjid. Sayangnya, dalam prosesnya ada saja warga yang tidak setuju menjual tanahnya.

Melihat situasi tersebut, Umar bin Khaththab ra akhirnya mengambil kebijakan tegas dengan merobohkan bangunan milik warga yang enggan menjual tanahnya, dan memberikan penawaran harga tertentu sehingga para pemilik lahan ini Akhirnya menerima.

فَلَمَّا اسْتُخْلِفَ عُمَرُ وَكَثُرَ النَّاسُ وَسَّعَ الْمَسْجِدَ وَاشْتَرَى دَوْرًا هَدَمَهَا وَزَادَهَا فِيْهِ وَهَدَمَ عَلَى قَوْمٍ مِنْ جِيْرَانِ الْمَسْجِدِ أَبَوْا أَنْ يَبِيْعُوْا وَوَضَعَ لَهُمْ اْلأَثْمَانَ حَتَّى أَخَذُوْهَا بَعْدَ ذَلِكَ وَاتَّخَذَ لِلْمَسْجِدِ جِدَارًا قَصِيْرًا دُوْنَ الْقَامَةِ وَكَانَتْ الْمَصَابِيْحُ تُوْضَعُ عَلَيْهِ وَكَانَ عُمَرُ أَوَّلَ مَنْ يَتَّخِذُ جِدَارًا لِلْمَسْجِدِ.

Baca Juga:  Sucikah Benda Najis yang Terbasuh oleh Air Hujan? Berikut Penjelasannya

Artinya, “Saat diangkat menjadi Khalifah dan jumlah penduduk semakin banyak, Umar bin Khattab ra memperluas masjid dengan membeli rumah lalu dirobohkannya. Kemudian ia memperluas lagi dengan merobohkan (bangunan) warga sekitar masjid yang enggan menjualnya. Ia kemudian memberi harga tertentu sehingga mereka mau menerimanya. Ia membangun dinding yang pendek kurang dari tinggi manusia, dan memasang lampu-lampu di atasnya. Ia adalah orang yang pertama kali membuat dinding untuk masjid,” (Lihat Al-Mawardi, Al-Ahkamus Sulthaniyyah, Mesir-Musthafa Al-Halabi, cet ke-2, 1966, halaman 162).

Lalu bagaimana Cara Menentukan Ganti Rugi Penggusuran dalam Islam?

Dibolehkanya Pemerintah menggusur tanah warga untuk kepentingan umum dianalogikan dengan bolehnya mengambil tanah penduduk yang berdampingan dengan masjid secara paksa guna perluasan masjid saat mereka enggan menjual tanahnya. Sementara perluasan tersebut memang sangat mendesak.

Tidak cuma sampai di sini, penggusuran tanah tentunya harus dibarengi dengan pemberian ganti rugi yang memadai dan sepadan dengan harga tanahnya.

Adapun cara terbaik untu menentukan ganti rugi yang memadai adalah dengan melalui musyawarah atas dasar keadilan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Ngobrol dan Tertawa di Dalam Masjid?

Perkara ini tentunya sangat penting diperhatikan agar menghindari konflik yang tidak diinginkan antara pihak warga dengan pihak pemerintah.

Kesimpulannya bahwa hukum bagi pemerintah yang menggusur tanah warga untuk kepentingan umum adalah Boleh-boleh dan sah-sah saja, namun pihak pemerintah tentunya juga tidak boleh sewenang-wenang dalam menentukan ganti ruginya.

Tidak kalah penting juga adalah harus dipastikan bahwa penggusuran tersebut adalah betul-betul untuk kepentingan umum, bukan kepentingan individu atau kelompok tertentu saja. Selain itu juga perlu diberikan Solusi mengenai nasib warga pasca penggusuran tanahnya.

Wallahu a’lam

M Resky S

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *