Pecihitam.org – Belakangan ini banyak sekali orang yang mengajukan dirinya sebagai ulama, yaitu orang yang mengajarkan ilmu agama kepada orang lain. Hampir semua akses media mereka gunakan untuk eksistensi diri. Berpidato dan berdebat untuk menunjukan kemampuan yang dimiliki. Kemudian menghujat lawan bicara untuk menunjukan kebenaran yang dimilikinya.
Masyarakat tidak tahu darimana sumber ilmu yang diperolehnya. Kemudian tidak paham juga berapa lama mereka menekuni ilmu agama. Seberapa banyak guru dan karangan buku yang telah ia serap, masyarakat tidak mengetahuinya.
Tak peduli apa tujuan yang mereka, masyarakat hanya terpesona oleh untaian kalimat yang mereka teriakkan ketika berdakwah. Terlihat garang membela dan mengamankan jama’ah yang mengikutinya. Maka, tak kaget jika dakwah mereka laris dari serbuan jutaan orang.
Pada dasarnya, fenomena seperti sekarang ini tidak hanya terjadi di abad modern ini. Hampir setiap zaman memiliki fenomena yang hampir mirip dengan kejadian abad modern ini.
Salah satu guru spiritual Maulana Rumi, Syams Tabrizi menemukan para guru dan ustadz semacam itu pada masanya. Ia sedikit memberi nasehat kepada kita agar waspada dan berhati-hati terhadapnya.
يوجد معلمون وأساتذة مزيفون في هذا العالم أكثر عددا من النجوم في الكون المرئي. فلا تخلط بين الأشخاص الأنانيين الذين يعملون بدافع السلطة وبين المعلمين الحقيقيين. فالمعلم الروحي الصادق لا يوجه انتباهك إليه ولا يتوقع طاعة مطلقة أو إعجابا تاما منك، بل يساعدك على أن تقدر نفسك الداخلية وتحترمها. إن المعلمين الحقيقيين شفافون كالبلور، يعبر نور الله من خلالهم
“Para guru dan ustaz gadungan atau palsu yang ada di dunia ini jauh lebih banyak dibandingkan bintang yang tampak di alam semesta. Tapi kamu jangan sampai salah untuk membedakan siapa saja para ustaz yang haus kekuasaan dan egois, dan siapa saja para guru sejati. Seorang guru spiritual sejati tak akan memintamu untuk patuh total kepada dirinya dan memujinya. Tetapi, ia akan membantumu untuk menemukan dan memuliakan dirimu sendiri. Para guru sejati bagai cermin bening yang menangkap cahaya Tuhan lalu memancarkannya.”
Guru sejati akan senantiasa membagi pengetahuan untuk kesejahteraan umat, bukan untuk mengejar kekuasaan atau popularitas diri. Bagi dirinya yang terpenting adalah bagaimana membangun peradaban yang lebih baik dengan ilmu agama yang dimiliki. Membumikan sifat kasih sayang dan kemanusiaan kepada setiap insan. Bukan memanfaatkan ketidaktahuan umat akan ilmu agama sehingga diperalat untuk menggapai kuasa dan ambisi pribadi belaka.
Hal ini sungguh akan sangat berbahaya apabila mereka terus menerus diberikan ruang untuk mewujudkan ambisinya. Bukan hanya kekuasaan yang menjadi panas akibat perebutan, namun ukhuwah antar umat Islam akan senantiasa renggang karena yang mereka ajarkan adalah sifat persaingan dengan segala cara dan rasa curiga pada semuanya.
Tak heran bila virus kebencian tumbuh subur dimana-mana. Guru spiritual itu telah berhasil menumpahkan ajarannya kepada umat. Sekarang umat menjadi sering curiga kepada umat yang lain, tak terkecuali saudara seagama. Kemudian mengagung-agungkan sang maha guru dengan menghina guru yang lainnya. Cara-cara seperti ini adalah virus-virus yang harus segera dibasmi dan dipersempit ruang tumbuhnya.
Umat harus jeli lagi memilih mana ustadz yang benar-benar murni ingin mengajarkan ilmu agama dan ustadz yang mempunyai ambisi lain dibalik mengajarkan ilmu agama itu.
Maka, wejangan Syams Tabrizi tersebut patutlah kita ingat selalu dan amalkan. Jangan mudah percaya dengan pidato panjang mengenai agama yang memukau. Namun lihatlah terlebih dahulu profil dan sumber keilmuan yang didapatnya. Dengan begitu, kita dapat menemukan guru sejati yang dapat kita jadikan panutan dan sumber keteladanan.