Peran Penting Labelisasi Halal di Indonesia

Peran Penting Labelisasi Halal di Indonesia

PeciHitam.org – Saat ini sertifikasi halal menjadi salah satu hal yang sangat dipertimbangkan oleh para produsen maupun konsumen. Sertifikasi halal ini, awalnya merupakan fatwa tertulis yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sedangkan sertifikat halal yaitu surat keterangan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat atau provinsi tentang halalnya suatu produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik yang diproduksi oleh perusahaan setelah diteliti dan dinyatakan halal oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI.

Sebelum Oktober 2019, Pemegang otoritas penerbitan sertifikat produk halal adalah MUI yang secara teknis ditangani oleh LPPOM MUI. Adapun labelisasi halal merupakan perizinan pemasangan kata “halal” pada kemasan produk dari suatu perusahaan oleh badan POM.

Sekarang ini pemegang kuasa label halal diambil alih oleh Kementerian Agama. Seiring berjalannya waktu, labelisasi atau sertifikasi produk halal tidak hanya menyasar sektor konsumsi pangan, obat dan kosmetik saja. Namun sudah merambah ke kulkas, kacamata, jilbab, minyak angin, detergen, dan sebagainya.

Baca Juga:  Orang Awam Berpenampilan Layaknya Seorang Ulama, Bolehkah?

Dukungan dari pemerintah dengan disahkannya UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dan diwujudkan dalam bentuk kewajiban sertifikasi halal juga patut diapresiasi. Namun, dalam konteks postmodern yang subur dengan budaya konsumtif dan persaingan yang semakin global, kewajiban sertifikasi halal belum terwujud sesuai dengan tujuan dan maksud UU JPH, yaitu menjamin setiap pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, terutama dalam persoalan konsumsi.

Berdasarkan ajaran dan kaidah Islam, konsumsi bagi masyarakat Muslim merupakan bagian dari keimanan yang berkaitan erat dengan hubungan manusia sebagai individu, dan manusia sebagai makhluk yang senantiasa bersinergi dengan lingkungan sosialnya.

Dalam konteks sosial inilah perilaku israf atau menghamburkan-hamburkan sumber daya untuk kepentingan yang tidak substansial, sangat dilarang. Idealnya, sertifikasi halal bisa menjadi lahan edukasi bagi masyarakat Muslim untuk juga menjaga pola konsumsinya sebagai individu, sosial maupun sebagai warga negara agar tetap sesuai dengan kaidah dan prinsip keseimbangan.

Labelisasi halal berperan penting bagi produsen di antaranya sebagai berikut:

  • Pertama, pertanggungjawaban produsen kepada konsumen Muslim, mengingat masalah halal merupakan bagian dari prinsip hidup Muslim;
  • Kedua, meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen;
  • Ketiga, meningkatkan citra dan daya saing perusahaan; dan
  • Keempat, sebagai alat pemasaran serta untuk memperluas area jaringan pemasaran;
  • Kelima, memberi keuntungan pada produsen dengan meningkatkan daya saing dan omzet produksi dan penjualan.
Baca Juga:  Trilogi Ukhuwah, Solusi Menjaga Kesaktian Pancasila

Sedangkan bagi konsumen, sertifikasi halal berfungsi;

  • Pertama, terlindunginya konsumen Muslim dari mengonsumsi pangan, obat-obatan dan kosmetika yang tidak halal;
  • Kedua, secara kejiwaan perasaan hati dan batin konsumen akan tenang;
  • Ketiga, mempertahankan jiwa dan raga dari keterpurukan akibat produk haram; dan
  • Keempat, akan memberikan kepastian dan perlindungan hukum. Di sini dapat dipahami bahwa secara konsep ideal, sertifikasi halal memiliki manfaat yang sama besar baik bagi produsen maupun konsumen, terutama bagi konsumen mengenai perlindungan hukum yang mereka dapatkan.

Menurut Muhammad dan Alimin, terdapat dua pengawasan perlindungan konsumen dalam Islam, yaitu sanksi religi berupa halal, haram, dosa, dan pahala, serta yang kedua yaitu sanksi hukum positif Islam dalam segala perangkatnya, seperti dewan hisbah dan peradilan.

Baca Juga:  Kesalahan Umat Islam dalam Memahami Hadits 73 Golongan Islam

Dapat dipahami bahwa sertifikasi halal dapat menjadi sebuah hukum positif sekaligus bermuatan religi bagi masyarakat Muslim dalam mengonsumsi suatu produk, terlebih menurut Ujang Sumarwan, konsumen Islam cenderung memilih produk yang telah dinyatakan kehalalannya dibandingkan dengan produk yang belum dinyatakan halal oleh lembaga yang berwenang.

Mohammad Mufid Muwaffaq