Benarkah Sebagian Peran Wakaf Adalah untuk Menyejahterakan Masyarakat?

Benarkah Sebagian Peran Wakaf Adalah untuk Menyejahterakan Masyarakat?

Pecihitam.org- Sejak awal kemunculaannya, peran wakaf memang dimaksudkan untuk menebar kebaikan berupa manfaat ekonomis kepada orang lain atau masyarakat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tercatat dalam sejarah, wakaf dalam berbagai bidang telah berperan besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam bidang pendidikan, terdapat beberapa lembaga pendidikan yang sangat berpengaruh karena telah melahirkan banyak tokoh ulama dan cendekiawan.

Sebut saja misalanya Universitas al-Azhar Kairo di Mesir, Universitas Zaituniyah di Tunis, Universitas Nizamiyah di Bagdad, dan ribuan Madaris Imam Lisesi di Turki. Menurut Djunaedi (et.al.) (2007b: 74), lembaga-lembaga ini bisa berkembang dan bertahan lama karena mereka telah berhasil mengelola wakaf sebagai sumber dana.

Al-Azhar misalnya, berhasil mengelola dan mengembangkan harta wakaf sehingga memilikii harta wakaf yang sangat besar dan usaha-usaha lainnya.

Bahkan, sebelum Nasser mengeluarkan kebijakan nasionalisasi harta wakaf, anggaran belanja lembaga pendidikan ini melampaui anggaran belanja negara Mesir sendiri (Najib, 2006: 58). Dari sini dapat kita fahami bahwa peran wakaf untuk kesejahteraan masyarakat memang sangat signifikan.

Sebagaimana pada banyak konsep lain, pada konsep sejahtera pun para pakar berbeda-beda dalam memberikan batasan. Sebagian menyebutkan bahwa kata sejahtera merupakan lawan dari miskin. Namun, mengenai batasan kemiskinan sampai hari ini tidak ada kata sepakat.

Baca Juga:  Hukum Jual Beli Sistem Dropship dalam Islam

Sebagian yang lain menitikberatkan pada perasaan sehingga kesejahteraan adalah perasaan senang dan tentram, tidak kurang apa-apa dalam batas-batas yang mungkin dicapai oleh orang-perorang. Ada pula yang mengatakan bahwa kesejahteraan berawal dari kebutuhan (Mubarok, 2008: 21- 23).

Pada pendapat pertama lebih memfokuskan pada sisi ekonomi-fisik manusia, sedangkan pendapat kedua lebih memfokuskan pada sisi batin manusia.

Jika dihubungkan dengan tiga potensi yang dimiliki manusia, yaitu fisik, akal, dan hati, yang kesemuanya harus mendapat perhatian, maka yang menarik adalah pendapat yang menghubungkan kesejahteraan dengan kebutuhan.

Biasanya perasaan senang dan tentram bisa terwujud jika kebutuhan bisa terpenuhi. Oleh karena itu, ketika membahas masalah kesejahteraan, maka harus memperhatikan ketiga potensi tersebut.

Praktek sejenis wakaf sudah dikenal di berbagai kelompok masyarakat manusia jauh sebelum Islam muncul. Salah satu tujuan mereka mengeluarkan sebagian harta mereka adalah untuk mendirikan bangunan tempat penyembahan (AlKabisi, 2004: 15).

Baca Juga:  Kembalian Dengan Permen, Jangan Sepelekan Uang Receh

Demikian juga halnya dengan yang dilakukan oleh masyarakat muslim. Wakaf untuk masjid adalah salah satu bentuk wakaf pertama yang mereka lakukan (Djunaidi, 2007a: 4).

Dalam kehidupan beragama masjid adalah salah satu kebutuhan pokok umat Islam, sekaligus merupakan tuntutan doktrin keagamaan. Di sanalah mereka melaksanakan ritual ibadah dan kegiatan-kegiatan kegamaan yang lain.

Di lain sisi, banyak dalil yang menjelaskan keutamaan bagi orang yang membangun masjid, salah satunya adalah janji Rasulullah SAW seperti yang tercantum dalam salah satu hadis:

Barangsiapa membangun masjid lalu ia shalat di dalamnya, maka Allah Azza wa Jalla akan membangun untuknya di surga yang lebih bagus dari masjid itu” (Ibn Hanbal, t.th, XXXIV: 190).

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika semangat mengeluarkan sebagian harta mereka berupa wakaf untuk membangun masjid tumbuh begitu besar di kalangan umat Islam.

Bangunan masjid bertebaran di seluruh penjuru tanah air. Di mana satu komunitas muslim terbentuk, maka di sana pula berdiri masjid. Bahkan, di banyak tempat satu kampung bisa lebih dari satu masjid. Belum lagi dihitung bangunan mushalla dan majlis ta`lim yang biasanya juga berasal dari harta wakaf.

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Menerima Upah Mengajar Ngaji Bagi Para Guru? Berikut Penjelasannya dalam Hadis

Menurut data Departemen Agama tahun 1987, luas tanah wakaf yang dipakai untuk bangunan masjid berjumlah 65.655 lokasi atau 30,94% dari jumlah total tanah wakaf dengan luas 84.699.935,86 m2 dan mushalla berjumlah 79.594 lokasi atau 37,55% dari jumlah total tanah wakaf dengan luas 35.060.094,40 m 2 (Suhadi, 2002:65).

Mochamad Ari Irawan