Begini Perayaan Maulid Nabi di Mekkah pada Zaman Dahulu

perayaan maulid nabi di mekkah

Pecihitam.org – Dalam peradaban manusia, ada yang namanya ‘perayaan’, yakni suatu kegiatan untuk merayakan momen-momen tertentu yang dianggap istimewa oleh suatu masyarakat. Tentu saja, perayaan tersebut merupakan bentuk kreativitas manusia sebagai makhluk berbudaya. Tak terkecuali dengan masyarakat Hijaz.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Wilayah ‘Hijaz’ terutama yaitu Kota Mekah dan Madinah menjadi titik-titik peradaban sejak dahulu kala. Sejak wilayah ini dihuni anak turun Ibrahim hingga hari ini. Sepanjang sejarah itu pulalah masyarakat Hijaz memiliki berbagai macam bentuk perayaan. Mulai dari pra-Islam hingga perayaan modern.

Di antara perayaan-perayaan itu ialah perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Perayaan maulid Nabi di Mekkah dimulai pada masa Dinasti Fathimiyyah dan berakhir di masa Dinasti Turki Utsmani, dan perayaan ini digelar secara kolosal.

Pada masa itu, tiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal, digelarlah majlis yang diisi dengan ceramah keagamaan, disajikan pula aneka rupa makanan dan manisan.

Masyarakat Mekah, pada hari itu, berkumpul di Zuqaq al-Maulid, yaitu satu area di mana lokasi rumah kelahiran Rasulullah saw berada. Rumah yang dahulu dipasrahkan oleh Rasulullah kepada sepupu beliau, yakni Aqil bin Abu Thalib, pada masa Al-Khayzaran difungsikan sebagai masjid dan area sekitarnya disebut dengan Zuqaq al-Maulid.

Pada malam ke-12 bulan Rabi’ul Awwal, yakni ba’da Maghrib, kaum muslimin dari berbagai penjuru Mekah berkumpul di tempat ini dengan membawa lilin atau lentera.

Baca Juga:  Pengaruh India dalam Proses Masuknya Islam di Nusantara

Saat itu hadir pula para pembesar dari madzhab Syafii, Hanafi, Hanbali, maupun Maliki, dan disampaikanlah khutbah serta nasihat-nasihat ditempat tersebut. Kemudian mereka menuju Masjidil Haram dan shalat Isya di sana.

Suasana ini digambarkan begitu rupa oleh seorang sejarawan, al-‘Izz bin Fahd, yang mencatat prosesi perayaan maulid di Mekah pada tahun 911H/1505M.

Pada momen berbahagia ini pula masyarakat Mekkah banyak yang menyertainya dengan hajatan-hajatan pribadi sebagai bentuk tabarruk, seperti khitan, resepsi pernikahan, maupun akad nikah.

Perayaan Maulid Nabi tersebut adalah acara resmi yang di sponsori dan didukung langsung oleh gubernur (syarif) Mekkah, yang kala itu dibawah daulah Dinasti Utsmaniyyah di Turki.

Beliau mengundang semua elemen ulama dari berbagai mazab untuk menghadiri dan memberikan nasihat kepada masyarakat di hari itu. Pada masa ini juga ada sebagian kalangan yang tidak sepakat dengan perayaan Maulid Nabi, menyebutnya sebagai bid’ah dan menolak undangan dari syarif untuk menghadiri acara tersebut.

Snouck Hurgronje, mendeskripsikan seperti apa suasana perayaan Maulid Nabi di Mekkah pada tahun 1292H/1875M:

“Acara dimulai pada siang hari tanggal 11 Rabi’ul Awwal, ditandai dengan suara meriam sebagai pertanda akan digelarnya perayaan. Dam mulai hari itu, para guru menggantikan pelajaran-pelajaran yang biasa diajarkan dengan mengisahkan sejarah kelahiran baginda Nabi Muhammad SAW (maulid).

Setelah Maghrib malam 12 Rabi’ul Awwal, masyarakat mulai berkumpul dalam jumlah yang besar, para wanita, anak-anak dan ibu-ibu juga ikut serta, di jalan-jalan nampak para penjual jajanan dan mainan.

Baca Juga:  Dinamika Pemikiran Dan Peradaban Islam Masa Abu Bakar

Setelah selesai shalat Maghrib, lentera-lentera dalam jumlah yang begitu banyak mulai dinyalakan. Orang-orang saling bersalaman dan menyapa satu sama lain. Di sebelah utara Masjidil Haram, seorang imam duduk di atas mimbar kayu, memunggungi Ka’bah dan menghadap para jamaah, di situ ia membacakan kisah maulid.

Di barisan depan, duduk gubernur Mekah dan perwakilan dari Turki. Setelah selesai pembacaan kisah maulid, rombongan syarif bergerak bersama para punggawa yang membawa lentera-lentera terang menuju Pasar Qasasiyah, melewati pasar Al-Layl, hingga sampai di bangunan kubah masjid di Syi’ib Ali.

Di situlah tempat di mana Rasulullah saw. dilahirkan. Dan di hadapan rombongan ini, berdirilah Yasir al-Rays, salah seorang pembesar muadzin dan ahli falak Masjidul Haram, disenandungkanlah nasyid-nasyid pujian bagi Rasulullah. Rombongan ini memasuki ruangan tempat kelahiran Nabi Muhammad, dibacakanlah beberapa bagian sejarah beliau, kemudian mereka shalat berjama’ah.

Prosesi ini seluruhnya memakan waktu kira-kira dua jam dari waktu Maghrib hingga selesai. Kemudian pada malam harinya digelar hiburan kesenian Samar, sebagian orang kemudian berbincang-bincang di kedai-kedai kopi, orang-orang sufi berkumpul membentuk lingkaran-lingkaran dan mulai membaca kasidah-kasidah seperti Burdah, Hamzawiyah, dan syair-syair pujian yang lainnya.”

Namun perayaan Maulid Nabi di Hijaz, khususnya Mekah, sudah tidak diadakan sejak berkuasanya pemerintahan Dinasti Bani Sa’ud. Pemerintahan baru yang kemudian dikenal sebagai ‘Al-Mamlakah Al-‘Arabiyyah As-Su’udiyyah’ (Kingdom of Saudi Arabia) ini memiliki pandangan keagamaan yang sangat sensitif terhadap berbagai macam petilasan, dan sangat mengkhawatirkan timbulnya syirik (penyekutuan terhadap Tuhan), serta melarang berbagai perayaan yang dianggap bid’ah.

Baca Juga:  Menjawab Dugaan Miring Tradisi Berdiri Saat Pembacaan Maulid Nabi

Tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dahulu pernah menjadi pusat perayaan pun dihancurkan, tidak boleh dijadikan masjid, dan malah digunakan sebagai fasilitas umum. Atas protes beberapa kalangan, tempat itu kemudian dijadikan perpustakaan agar bisa lebih diurus dan dikelola dengan baik.

Walaupun demikian, ternyata masih banyak tempat dan komunitas masyarakat muslim di Mekkah maupun Madinah yang tetap mengadakan acara-acara dalam rangka merayakan Maulid Nabi Muhammad saw.

*Diolah dari artikel: Al-Ihtifaalaat fi al-Hijaz oleh Ibrahim al-Aqsham di alhejaz.org dan dari berbagai sumber lainnya.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *