Begini Kisah Perjalanan Imam Syafi’i dalam Mencari Ilmu

Begini Kisah Perjalanan Imam Syafi’i dalam Mencari Ilmu

Pecihitam.org- Perjalanan Imam Syafi’i dimulai di kota Gaza, Palestina. Di usianya yang masih relatif muda, beliau sudah mampu menggebrak panggung sejarah pemikiran ushul fiqh dengan mahakarya kitab ar-Risalah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam kitab Tarikh Ushul al-Fiqh menurut Dr. Mahmud Abdurrahman, Imam Syafi’i menulis pertama kali kitab ar-Risalah di kota Makkah atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi.

Saking kagumnya atas karya tersebut, Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Aku tak akan pernah shalat kecuali di dalamnya aku akan selalu mendoakan asy-Syafi’i. Sungguh ia adalah pemuda yang sangat jenius”.

Soal lokasi penulisan ar-Risalah, Fakhr ar-Razi berpendapat lain. Dalam kitab Manaqib asy-Syafi’I, ia menjelaskan bahwa Imam Syafi’i menulis kitab ar-Risalah di kota Baghdad, kemudian menulis ulang kitab ar-Risalah setibanya di negeri Mesir. Menurutnya, keduanya (kitab ar-Risalah yang ditulis di kota Baghdad dan yang ditulis di negeri Mesir) memiliki cakupan penjelasan ilmu yang luas.

Fakhr ar-Razi juga berpendapat dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i   “Para ulama sebelum datangnya Imam Syafi’i saling berdiskusi di dalam masalah-masalah ushul fiqh.

Para ulama saling mengambil dalil dan saling silang pendapat tetapi mereka tidak mempunyai rancangan peraturan yang bersifat menyeluruh yang bisa dipakai sebagai tendensi di dalam mendalami dalil-dalil syariat.

Baca Juga:  Dialog Cerdas Imam Sufi VS Ibnu Taimiyah Sang Inspirator Salafi Wahabi

Begitu juga, para ulama belum mempunyai tatanan baku dalam bersilang pendapat dan men-tarjih dalil-dalil syariat yang ada. Kemudian tampillah Imam Syafi’i dengan pemikirannya dalam ilmu Ushul Fiqh.

Imam Syafi’i-lah yang meletakkan peraturan yang bersifat menyeluruh guna mendalami dalil-dalil syariat di hadapan khalayak ramai. Sehingga menjadi kukuhlah penisbatan kejeniusan Imam Syafi’i di dalam ilmu syara’ seperti halnya penisbatan kejeniusan Aristoteles di dalam ilmu logika.

Kitab ar-Risalah yang ditulis oleh Imam Syafi’i di kota Makkah lebih dikenal dengan “ar-Risalah al-Qadimah” atau disebut juga dengan “ar-Risalah al-Atiqah”.

Keistimewaan dari Imam Syafi’i dibandingkan dua mujtahid mutlaq sebelumnya, yaitu Imam Abu Hanifah yang terpusat di Iraq dan Imam Malik yang terpusat di kota Madinah, adalah perjalanan keilmuannya yang sangat kaya dan panjang.

Dimulai dari kota Makkah yang sangat terkenal dengan ilmu tafsir dan asbabun nuzul Al-Qur’an. Imam Syafi’i mulai menetap di kota Makkah sejak usia dua tahun.

Imam Syafi’i telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an sebelum usianya genap menginjak umur tujuh tahun. Di kota Makkah, Imam Syafi’i menimba ilmu kepada Syekh Muslim bin Khalid az-Zanji.

Kemudian, di usia 13 tahun Imam Syafi’i mulai mengembara ke kota Madinah yang terkenal dengan gudangnya ulama ahli hadits. Di kota Madinah inilah Imam Syafi’i menimba ilmu kepada Imam Malik bin Anas.

Baca Juga:  Abu Mugis Al-Husain, Seorang Sufi yang Terkenal Sangat Zuhud pada Masanya

Imam Syafi’i menetap di kota Madinah hingga tahun 179 H/795 M, tahun di mana Imam Malik bin Anas wafat. Di kota Makkah dan Madinah inilah, Imam Syafi’i bertemu dengan pakar ahli hadits, ahli tafsir dan ahli fiqh yang mumpuni di bidangnya.

Imam Syafi’i mampu menyerap semua ilmu itu dengan baik. Hingga di fase ini, Imam Syafi’i mendapatkan derajat mumpuni dalam bidang fatwa, baik di bidang fiqh maupun bidang Hadits.

Selain menimba ilmu agama, Imam Syafi’i juga belajar gramatika bahasa Arab ke pelosok-pelosok pedalaman jazirah Arab. Diriwayatkan Imam Syafi’i pernah menetap lama di perkampungan bani Hudzail.

Di fase inilah, Imam Syafi’i mendapatkan penguasaan gramatika bahasa Arab yang fashih dan baik, yang di kemudian hari sangat menunjangnya dalam memahami tata bahasa Al-Qur’an dan Hadits.

Imam Syafi’i juga sempat menjadi pegawai pemerintahan di daerah Najran setelah wafatnya Imam Malik. Kemudian, Imam Syafi’i menetap sekitar sembilan tahun di kota Makkah. Kemungkinan besar dalam periode sekitar sembilan tahun menetap di kota Makkah inilah Imam Syafi’i mengarang kitab ar-Risalah.

Baca Juga:  Kisah Gus Dur Tinggal di Rumah Tokoh Muhammadiyah

Pengembaraan Imam Syafi’i berlanjut ke kota Baghdad pada tahun 195 H/810 M. Di fase inilah, Imam Syafi’i menemukan banyak penyesuaian. Imam Syafi’i mampu menyelaraskan dengan baik pemikiran ahlu naql (ulama yang banyak bersandar pada teks agama) yang didapatkan di kota Madinah di bawah asuhan Imam Malik dengan pemikiran ahlu ra’yi (ulama yang banyak bersandar pada akal, red) yang didapatkan di bawah asuhan

Imam Muhammad bin al Hasan, murid dari Imam Abu Hanifah di kota Baghdad. Di kota Baghdad inilah, Imam Syafi’i memiliki beberapa murid. Murid-murid beliau di kota Baghdad di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hanbal, az-Za’farani, dan al-Karabisi.

Mochamad Ari Irawan