Pernikahan Beda Agama, Sahkah Menurut Islam?

pernikahan beda agama

Pecihitam.org – Banyak sekali pembahasan mengenai pernikahan beda agama yang ditulis oleh sejumlah ulama. Dan Al-Qur’an pun telah menjelaskan bahwa seorang muslim diperbolehkan menikahi perempuan dari kalangan ahli kitab yang merdeka. Pernikahan itu dianggap sah secara syariat. Sebagaimana termaktub dalam surat al-Maidah ayat 5:

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

اليَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُم

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangkawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu.“

Jumhur Ulama’ berpendapat mereka yang terjaga dirinya dari golongan penganut agama samawi (Kristen dan Yahudi) dan yang juga beriman kepada Allah Swt, maka boleh dinikahi menurut empat imam.

Sehingga dapat dikatakan bahwa seorang lelaki menikah dengan perempuan ahli Kitab itu diperbolehkan dan juga sebaliknya. Tetapi, perlu di garis bawahi, untuk menemukan ahli Kitab di zaman sekarang bisa dikatakan sangat sulit sekali. Karena kitab pegangan agama mereka sudah banyak mengalami perubahan dari awal kitab itu turun.

Baca Juga:  Corona Merebak, Kemenag Layani Pendaftaran Nikah Lewat Online

Hal ini bisa dibilang sangat menghawatirkan, apalagi jika dihubungkan dengan masalah pernikahan beda agama. Karena panjangnya konsekwensi dari sebuah pernikahan mulai dari status pernikahan, status anak dan hak waris.

Maka dari itu dalam konteks ini yang perlu ditegaskan adalah siapakah perempuan merdeka ahlul kitab yang boleh dinikah oleh seorang muslim?

Tentang hal ini salah satunya Imam Syafii dalam kitab Al-Umm juz V menjelaskan:

أخبرنا عبد المجيد عن ابن جريج قال: عطاء ليس نصارى العرب بأهل كتاب انما أهل الكتاب بنوا اسرائيل والذين جأتهم التوراة والانجيل فامامن دخل فيهم من الناس فليسوا منهم

“Abdul Majid dari Juraid menerangkan kepada kami bahwa Atha’ pernah berkata bahwa orang-orang Nasrani dari orang Arab bukanlah tergolong ahlil kitab. Karena yang termasuk ahlil kitab adalah Bani Israil dan mereka yang kedatangan Taurat dan Injil, adapun mereka yang baru masuk ke agama tersebut, tidak dapat digolongkan sebagai Ahlil kitab.”

Dengan demikian, orang-orang Indonesia yang beragama lain sepert Kristen, Hindu, Budha, Kepercayaan, dan lain sebagainya tidak bisa digolongkan ke dalam ahlul kitab sebagaimana dimaksudkan dengan al-Qur’an. Apalagi jika ada perubahan dalam kitab-kitab mereka seperti yang diturunkan kepada Nabi Musa as dan Nabi Isa as.

Baca Juga:  Shalat bagi Orang Pikun, Bagaimanakah Hukumnya?

Hal ini berbeda dengan kasus para sahabat yang tercatat dalam sejarah menikahi perempuan ahlul kitab, seperti Sayyidina Hudzaifah pernah menikahi perempuan Yahudi ahlil madain, dan Sayyidina Utsman pun pernah menikah dengan Nailah bintul Farafisha, perempuan asal Nazaret di Palestina. Karena perempuan-perempuan tersebut memang benar-benar ahlil kitab yang dimaksudkan di al-Qur’an.

Pembahasan di atas adalah dari kacamata hukum Islam. Lalu bagaimana praktek nikah beda agama yang ada di Indonesia? Dalam tatanan hukum positif di Indonesia, agama Islam mempunyai aturan atau perundangan tersendiri mengenai hukum keluarga, yakni tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Tertulis dalam bab larangan kawin, pasal 40 berbunyi:

Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan karena keadaan tertentu

  • Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;
  • Karena wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
  • Seorang wanita yang tidak beragama Islam.

Sedangkan dalam pasal 44 berbunyi:

  • Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.
Baca Juga:  Hukum Nikah Paksa Menurut Segi Pandang Fiqih

Maka dari aturan di atas, jelas menerangkan mengenai larangan untuk menikah dengan selain yang beragama Islam. Jika melihat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam qoul mu’tamad secara tegas mengharamkan dan dinilai tidak sah perkawinan beda agama.

Dalam hal ini, lembaga yang bertugas untuk mengawasi dan mencatat perkawinan umat Islam adalah Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dari Kantor Urusan Agama (KUA). Sedangkan dalam perkawinan selain orang Islam adalah PPN dari Kantor Catatan Sipil. Dan pernikahan beda agama dimungkinkan terlaksana di Kantor Catatan Sipil. Karena lembaga ini tidak mempermasalahkan perbedaan agama dalam perkawinan. Wallahua’lam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *