Pecihitam.org – Manusia diciptakan Allah yang maha kuasa terdiri dari laki laki dan perempuan. Namun sayangnya, dari perbedaan tersebut rupanya kadang menjadi alasan untuk menyudutkan satu sama lain. Padahal dalam Islam sendiri, laki-laki dan wanita memiliki persamaan hak, bahkan perempuan ada yang di istimewakan.
Berikut delapan persamaan hak wanita dan laki-laki dalam islam:
1. Pendidikan
Tentu sudah tidak asing lagi terkait perkataan orang orang terdahulu bahwasanya perempuan tidak perlu menuntut pendidikan tinggi tinggi, karena ujung ujungnya mereka juga akan tinggal di rumah mengurus suami dan anak.
Padahal? Islam tidak membatasi perempuan dalam konteks ini, bukankah Rasulullah saw., bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam at Thabrani bahwasanya: “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim.
Hadits ini berlaku sama bagi laki-laki dan perempuan. “Ilmu” dalam konteks ini terutama tertuju pada ilmu tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana tidak seorang pun Muslim jahil terhadap keimanannya (agamanya), namun juga meliputi ilmu dari pendidikan secara umum, yang dapat memberi sumbangan terhadap kesejahteraan peradaban.
2. Ibadah
Bukankah telah dibahas secara terperinci bahwa baik laki laki maupun perempuan adalah hamba Allah dan memiliki kewajiban untuk beribadah dan taat kepada-Nya.
Laki-laki dan perempuan wajib untuk mengerjakan shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat, menunaikan ibadah haji, menjaga diri dari zina, menjauhkan apa yang dilarang, amar ma’ruf nahi munkar, dan lain sebagainya.
Dan hal ini digambarkan dalam QS. an Nahl/16: 97
“Barang siapa yang mengerjakan amal Saleh, baik laki laki dan perempuan dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”
3. Zakat/Sedekah
Laki-laki dan perempuan keduanya sama-sama dianjurkan untuk berinfaq. Sebagaimana Aisyah r.a., meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., berkata:
“Apabila seorang wanita berinfak dari makanan rumah suaminya yang tidak rusak, maka ia mendapat pahala dari apa yang telah ia infakkan dan suaminya mendapatkan pahala dengan apa yang telah diusahakan. Demikian pula, bendahara (mendapat pahala) seperti pahala orang yang bersedekah, sebagian mereka tidak mengurangi sedikit pun pahala sebagian yang lain ” (HR Muslim)
4. Hak untuk Memiliki Harta
Dalam hal ini, bisa ditebak bahwa tidak hanya laki laki saja yang pantas memiliki harta, karena faktanya? Wanita juga mempunyai hak untuk memiliki harta kekayaannya, apakah dari penghasilannya sendiri atau warisan, dan mereka pun bebas untuk membelanjakan sesuai keinginannya.
Adapun dalilnya ialah dapat kita lihat pada QS. an Nisa/4: 32
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
5. Kebebasan Mengemukakan Pendapat
Permasalahan pada tempo dulu tentang mengapa perempuan dianggap tidak berdaya dan tidak mampu beriki secara jernih ialah karena mereka dibatasi dalam hal mengemukakan pendapat.
Namun ajaran Islam yang ideal selalu terbuka dan dapat diakses bukan? Kebebasan berkespresi ini benar-benar terjadi dalam sebuah peristiwa yang terkenal yang melibatkan Umar r.a., Kulafaur Rasyidin yang kedua.
Suatu kali Umar berdiri di atas mimbar, secara tegas memperingatkan manusia dan memerintahkan mereka tidak menetapkan jumlah mahar yang berlebihan pada saat perkawinan. Seorang wanita berdiri dan berkata: “Wahai Umar, anda tidak mempunyai hak untuk mencampuri sesuatu yang Allah Ta’ala telah tetapkan dalam Al-Qur’an:
“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?” (QS An-Nisa/4 : 20)
Setelah diingatkan dengan ayat ini, Umar menarik kembali perintahnya dan berkata, “Saya salah dan dia (wanita ini) benar.”
Maka betapa idealnya ajaran Islam itu yang memang benar benar memberi keadilan kepada hambanya tanpa harus membedakan antara laki laki dan perempuan.
6. Keikutsertaan dalam Jihad
Medan perang adalah tempat menakutkan bagi banyak laki-laki apalagi perempuan. Karena keadaan perang yang berifat agresif dan penuh kekerasan, hanya laki-laki yang memiliki kewajiban untuk ikut serta di dalam jihad, sedangkan wanita dibebaskan (dari kewajiban itu).
Hingga suatu ketika seorang perempuan pernah bertanya kepada Nabi saw. untuk mengizinkan perempuan ikut berperang bersama kaum laki-laki karena keutamaan dan pahala yang tanpa batas yang dijanjikan bari Mujahidin di Hari Kiamat.
Nabi menjawab: “Bagi mereka adalah jihad tanpa pertempuran.” yang dimaksud adalah Haji dan Umrah.
Namun demikian Nabi mengizinkan perempuan untuk merawat pasukan yang terluka dan menyediakan kebutuhan para Mujahidin pada beberapa peperangan.
Perempuan dari Bani Giffar datang bersama serombongan besar wanita kepada Nabi saw., ketika beliau sedang mempersiapkan keberangkatan untuk penaklukan Khaibar. Dia berkata:
“Wahai Rasulullah, kami ingin menyertaimu dalam peperangan ini sehingga kami dapat merawat yang luka dan menolong pasukan Muslim.” Nabi saw., benjawab: “Baiklah, semoga Allah melimpahkan rahmatnya atas kalian.”
Ummu Athiyah, seorang wanita Anshar, berkata: “Saya telah mengikuti tujuh peperangan bersama Nabi. Saya biasa menjaga unta-unta para Mujahidin ketika mereka tidak ada, memasakkan makanan, mengobati yang luka dan merawat yang sakit.”
Bahkan Mu’adz bin Jabal meriwayatkan bahwa sepupunya Asma binti Yazid membunuh sembilan orang tentara Romawi dengan tiang tenda dalam perang Yarmuk.
7. Hak Mengasuh Anak
Perceraian merupakan perkara yang menyakitkan dan menyusahkan ketika pasangan (yang bercerai) memiliki anak, dan memberikan hak asuh kepada salah satu pihak merupakan perkara yang sulit.
Hukum Islam memiliki keputusannya sendiri yang jelas mengenai perkara ini. Hak asuh atas anak laki-laki dan perempuan diberikan kepada ibu. Anak laki-laki tinggal bersama ibunya sampai dia berusia sekitar tujuh atau sembilan tahun, setelah itu ia diasuh oleh ayahnya.
Anak-anak perempuan tetap tinggal bersama ibunya sampai dia menikah. Pengecualian terhadap hal ini ketika ibunya menikah lagi, dimana hak asuh diserahkan kepada orang lain seperti neneknya atau bibinya. Hal ini berdasarkan perkataan Nabi saw., kepada orang yang bercerai:
“Hak asuhmu terhadap anak lebih besar selama engkau tidak menikah lagi.”
8. Keikutsertaan dalam Penyebaran Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Sehingga hal sudah menggambarkan tentang tak ada larangan bagi seorang perempuan dalam ikut serta menyampaikan risalah agama, dan hal ini didukung oleh dalil al Qur’an bahwasanya
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS At-Taubah/9: 71)
Semoga bermanfaat