Tidak Semua Ibadah Boleh Dilakukan, Ini Jenis Puasa yang Diharamkan

puasa yang diharamkan

Pecihitam.org – Salah satu ibadah yang mempunyai banyak makna dalam Islam adalah ibadah puasa. Puasa wajib dilaksanakan umat Islam di seluruh dunia dalam bulan Ramadan. Selain bulan Ramadan, ada pula puasa sunah dan waktu-waktu yang justru diharamkan untuk melaksanakan puasa. Kapan dan apa sajakah puasa yang diharamkan itu? 

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Berikut penjelasan Imam Zakariya al-Anshari dalam kitab Attahrir tentang macam-macam puasa yang diharamkan:

Pertama, melaksanakan ibadah puasa di dua hari raya (Idulfitri dan Iduladha).

Ada sebuah hadits tentang persoalan ini yakni dari Abi Sa’id al Khudri ra. Ia berkata: “Bahwasannya Rasulullah saw. melarang puasa di dua hari, hari (idul) fitri, dan hari kurban.” Muttafaqun ‘Alaih. 

Pelarangan ini menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk tidak melaksanakan puasa di dua hari besar tersebut.

Kedua, melaksanakan ibadah puasa di hari-hari tasyrik (11,12,13 Dzulhijjah).

Puasa di tiga hari ini dilarang meski yang melaksanakannya termasuk orang yang melaksanakan haji tamatu.

Baca Juga:  Inilah Tata cara Tayamum yang Benar dan Syarat Ketentuanya

Imam Muslim meriwayatkan dalam suatu hadits bahwa Nabi SAW berkata., “hari-hari tasyrik adalah hari-hari makan, minum dan mengingat Allah.” Apa yang kita konsumsi sehari-hari adalah rizki dari Allah SWT. Maka dari itu, kita wajib mensyukurinya. Salah satunya adalah dengan tidak melaksanakan ibadah puasa di hari-hari Tasyrik sebab Rasulullah sendiri telah mengharamkan.

Ketiga, perempuan haid dan nifas yang melaksanakan ibadah puasa.

Kesepakatan ulama telah ditetapkan yakni mengharamkan puasa bagi perempuan yang sedang dalam masa haid atau nifas. Hal ini disebabkan oleh darah yang keluar bukanlah darah suci melainkan darah yang meluruh dari rahim. Maka, apabila ada perempuan yang melaksanakan puasa dalam keadaan haid atau nifas, puasanya tidaklah sah.

Keempat, melaksanakan puasa di hari syak (diragukan).

Hari tersebut yakni tanggal 30 Sya’ban, apabila orang-orang telah membicarakan melihat hilal, baik belum ada salah satu orang yang menyaksikannya atau sudah ada yang menyaksikannya dari sejumlah anak-anak kecil, hamba sahaya atau orang fasiq.

Baca Juga:  Larangan Bagi Wanita Haid dalam Islam

Hal ini sesuai dengan Ammar yang berkata,“siapa yang puasa di hari yang diragukan, maka sungguh ia telah mengingkari Abul Qasim (Nabi SAW).” Hadits ini diriwayatkan oleh imam Al Tirmidzi dan lainnya dan menganggap benar atas keharaman puasa di hari itu.

Puasa yang diharamkan di hari-hari yang diragukan ini diperbolehkan jika tidak ada sebabnya. Namun jika kita memiliki tanggungan puasa, atau bertepatan di hari yang biasa melaksanakan ibadah puasa, maka tidak haram bagi kita untuk melaksanakan ibadah puasa. Ibadah puasa bahkan bisa menjadi wajib dalam hal puasa nazar atau qadha atau kebiasaan menjalankan puasa sunah Senin-Kamis. 

Kelima, melaksanakan puasa separuh dari bulan Sya’ban.

Ada hadis Nabi SAW yang melarang hal tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “jika masih separuh dari bulan Sya’ban, maka janganlah berpuasa.” (HR. Al Tirmidzi, dan beliau menilai ini hadis yang hasan shahih).

Ada pengecualian pelarangan puasa di separuh bulan Sya’ban yakni bagi orang-orang yang telah menyambungnya dengan berpuasa di hari-hari sebelumnya. Atau, bisa juga disebabkan karena puasa yang dilaksanakan adalah puasa qadha atau bertepatan di hari yang ia sudah biasa melaksanakannya. Maka dari itu, hukum puasa baginya tidak haram. Bahkan, bisa menjadi wajib seperti pelarangan di hari yang diragukan. Waktu haram puasa adalah waktu di mana umat Islam dilarang berpuasa.

Baca Juga:  Lima Hukum Melakukan Perkawinan dalam Islam

Adanya penjelasan mengenai beberapa puasa yang diharamkan ini, menambah khazanah keislaman kita bahwa segala sesuatu yang kita anggap ibadah, tidak selalu harus dilaksanakan, bahkan sebuah ibadah yang hukum dasarnya dibolehkan, justru dalam kondisi tertentu bisa jadi diharamkan.

Ayu Alfiah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *