PeciHitam.org – Rasm merupakan salah satu cabang dari ulūm al-Quran yang sangat penting untuk dibahas karena cara penulisan rasm dalam al- Quran berbeda dengan rasm dalam bahasa arab biasa, sehingga seorang penulis diwajibkan memiliki pedoman rasm agar dalam proses penulisan mushaf al-Quran tidak mudah menyalahkan tulisan al-Quran, Al-Baihaki sebagaimana dikutip oleh Al-Suyūṭī mengatakan: “Sepantasnya setiap penulis mushaf memelihara huruf hijaiyah yang terdapat padanya, sesuai dengan apa-apa yang telah ditulis oleh para sahabat nabi, sehingga tidak mudah menyalahkan mereka yang lebih tahu.”
Kamaluddin Marzuki dalam bukunya Ulum al-Quran mendifinisikan Ilmu Rasm al-Quran sebagai ilmu yang membahas tentang tata cara penulisan al-Quran pada masa Usman bin Affan yang ditulis sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.
Rasm menurut bahasa berarti tulisan, sedangkan secara istilah rasm adalah tata cara penulisan huruf dan kalimat-kalimat al-Quran sesuai dengan metode yang ditetapkan dalam mushaf utsmani pada masa Usman bin Affan.
Menurut Manna’ al-Qattan rasm utsmani adalah pola penulisan al-Quran yang lebih mengutamakan pada metode tertentu yang digunakan Usman bin Affan dalam proses pengumpulan al-Quran yang mana dalam hal tersebut dipercayakan kepada Zaid bin Tsabit bersama tiga orang Quraisy yang telah mendapatkan persetujuan dari Usman bin Affan.
Menurut Abu Bakar Ismail, Ilmu Rasm Utsmani didefinisikan sebagai Ilmu yang membahas tentang tata cara penulisan al-Quran yang dilakukan pada masa pemerintahan khalifah Usman r.a., yaitu tulisan yang berbeda dengan aturan-aturan penulisan yang telah disepakati oleh para ahli bahasa, setelah penulisan mushaf Utsmani dilakukan, karena perkembangan masa.
Rasm Utsmani adalah penulisan al-Quran yang telah disetujui oleh Utsman bin Affan, yang mana dalam proses penulisannya yang menjadi rujukan awal adalah suhuf Abu Bakar, sementara suhuf Abu Bakar merupakan hasil pengumpulan dari naskah-naskah para penulis wahyu Rasulullah. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa Rasm Utsmani tidak berbeda dengan rasm yang ditulis oleh para penulis wahyu Rasulullah SAW.
Sebagaimana telah disebutkan dalam kitab al-Muqni’ karangan Imam Al-Dīnī bahwa dalam penulisan al-Quran rasm utsmani ada enam kaidah. Kaidah Ziyādah al-harf, Hażf al-harf, Ibdāl, al-Wasṣl wa al-Faṣl, Hamzah. Fīhi mā qirāatāni wa kutiba ahādihimā.
Dalam rasm Utsmani terdapat beberapa kaidah penulisan yang menjadi acuan dalam penulisan, antara lain:
- Hazf Harf (Pembuangan Huruf)
Hazf al-Harf adalah kaidah yang digunakan untuk membuang, menghilangkan, atau meniadakan salah satu huruf dalam kalimat. - Kaidah Al-Ziyadah
Ziyadah berarti penambahan huruf alif, ya, atau wawu dalam Rasm Utsmani. - Kaidah Hamzah
- Kaidah al-Washal wa al-Fashal (Sambung Pisah)
Washal artinya menyambung. Yang dimaksud di sini adalah metode penyambungan kata (dalam Bahasa Arab disebut huruf, jadi penyambungan dua huruf) yang mengakibatkan hilang atau dibuatnya huruf tertentu. - Kaidah yang berkaitan dengan dua bacaan
Apabila dalam satu kalimat terdapat dua bacaan maka cukup ditulis salah satunya. - Kaidah al-Badal (ganti)
Di Indonesia sendiri, Mushaf standar Utsmani (al-Quran Utsmani) merupakan hasil dari Muker ulama tahun 1974 yang mana ide awal penyusunanya adalah merupakan hasil rapat kerja Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran tahun 1972 dan dibahas lebih lanjut saat muker ulama 1974. Dari aspek penulisan, mushaf utsmani mengacu pada al-Quran terbitan Departemen Agama 1960 dan ditelaah kembali dengan mengacu pada kitab al-Itqān fī Ulūm al-Qurān karangan al-Suyuti.
Menurut Mazmūr Sya’rānī bahwa dalam penulisan mushaf standar utsmani tidak hanya mengacu pada dua imam besar rasm, karena setelah dilakukan penelitian lanjutan ternyata masih ada sebagian yang tidak mengikuti keduanya.
Dalam penentuan harakat, Mushaf Standar Utsmani mengacu pada Muker II tahun 1976 yaitu dengan memadukan dengan harakat dari berbagai negara karena memang sudah familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Menurut Mazmūr Sya’rānī berjumlah 7, yaitu fathah, Kasrah, Ḍammah, dan sukun. Namun dalam penulisan sukun tidak sama dengan cetakan madinah, yaitu berbentuk separuh bulat dengan alasan dihawatirkan serupa dengan sifir mustadir.
Terkait tanda baca, dalam Mushaf Standar Indonesia tidak hanya cukup di harakat saja, namun juga dilengkapi dengan tanda baca yang membantu cara baca al-Quran dengan mudah, tanda-tanda baca tersebut di antaranya Isymām, Imālah, Tashīl, Idġām, Iqlāb.