Resensi Buku NKRI Daulah Santri; Menguliti Propaganda HTI

Resensi Buku NKRI Daulah Santri

Pecihitam.org – Masih dalam peringatan Hari Santri Nasional, Yayasan Diroz Nusantara Nusantara bekerja sama dengan Tim Duta Islam menerbitkan buku NKRI Daulah Santri. Buku setebal xiv + 231 halaman ukuran 14 x 20 cm ini merupakan kumpulan 49 esai yang ditulis Ayik Heriansyah seorang aktivis muda NU dari kota Bandung.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Peluncuran dan bedah buku perdana telah dilaksanakan di gedung MWC NU Bangsri kota Jepara pada hari Sabtu, 26 Oktober 2019. Dihadiri sekitar 100 orang, acara bedah buku diisi langsung oleh penulis dan M. Abdullah Badri Pemimpin Redaksi Duta Islam. Tampak hadir juga Kapolsek, Danramil, serta Forkopimcam di Kecamatan Bangsri.

Dalam kata pengantar Buku NKRI Daulah Santri ini, penulis menjelaskan, seperti penyakit AIDS, radikalisme merupakan penyakit politik dan spiritual yang memperlemah daya tahan tubuh suatu bangsa secara perlahan tapi pasti.

Suatu bangsa bisa hancur jika radikalisme telah masuk dan menjalar ke dalam organ-organ tubuh suatu bangsa yang membuat sistem organ bangsa menjadi tidak berfungsi. Radikalisme adalah paham yang sangat halus, lebih halus dari virus HIV AIDS membuat orang yang terinfeksi radikalisme tidak sadar jika dirinya terinfeksi.”

Gejala awal dari radikalisme dapat dilihat dari terungkapnya rasa marah seseorang kepada pemerintah sebagai representasi negara yang berujung kepada putusnya hubungan (kepercayaan) dirinya kepada pemerintah.

Ketika hubungan kepercayaan itu putus maka seseorang secara mentalitas telah keluar (khuruj) dari akad bai’at. Suasana batin antara dirinya dan pemerintah sudah terpisah. Pemerintah di satu lembah, dirinya di lembah yang lain. Orang-orang yang keluar dari akad bai’at inilah yang dikenal dengan nama Khawarij.

Baca Juga:  Waspada Gerakan Thalabun Nushrah Indonesia (TNI)!!

Hizbut Tahrir di Indonesia (HTI), satu di antara kelompok Khawarij yang gigih menyebarkan virus radikalisme ke tengah masyarakat telah merusak sendi-sendi hubungan umat dengan pemerintah.

Jika dibiarkan, akan merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.  Meski secara legal formal telah dilarang, HTI terus menyebarkan virus radikalisme melalui berbagai media terutama media sosial.

Dengan media sosial, aktivis HTI menyebarkan virus radikalisme melalui grup-grup dan obrolan pribadi ke sasaran. Dari media sosial dilanjutkan dengan pertemuan di darat.

Buku NKRI Daulah Santri ini lahir dari respon, kritik dan jawaban penulis tehadap narasi-narasi radikal yang disebarkan oleh aktivis HTI di media sosial.

Sejak 2012, 5 tahun sebelum badan hukum HTI dicabut, penulis telah aktif meladeni diskusi aktivis HTI di beberapa grup. Kadang suatu narasi tidak cukup direspon dengan satu dua kalimat, namun harus dibuat satu narasi utuh berbentuk artikel mulai 2016.

Artikel-artikel yang penulis tulis ditujukan kepada pembaca di media sosial khususnya kepada syabab Hizbut Tahrir. Sebab itu dibuat singkat dan padat tapi tetap nendang dengan menggunakan alam pikiran, diksi dan istilah yang familiar di kalangan HTI.

Baca Juga:  Awas Bahaya Laten! Ini Standar Ganda HTI yang Harus Kita Waspadai

Pengalaman penulis selama 10 tahun berjuang bersama HTI (2001 – 2011) membuat penulis sangat paham isi kepala dan isi hati Hizbut Tahrir.

Kritik dan bantahan terhadap konsep baku khilafah versi HTI (Khilafah Tahririyah) selama diskusi justru makin memperkokoh konsep kenegaraan dan kebangsaan Indonesia.

Jika kita dudukkan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Khilafah Tahririyah pada timbangan syari’ah, maka bobot ke-syar’iy-an NKRI lebih berat, maksudnya dalil-dali tentang keabsahan NKRI dan fadhilahnya lebih kuat ketimbang konsep khilafah versi HTI.

Secara faktual, metode pendirian NKRI dengan musyawarah mufakat lebih sesuai dengan metode kenabian (minhajin nubuwwah) daripada metode thalabun nushrah yaitu kudeta ala HTI.

Bagi penulis, NKRI adalah khilafah ‘ala minhajin nubuwwah saat ini dan di sini tanpa menafikan adanya khilafah ‘ala minhajin nubuwwah di belahan dunia muslim lainnya.

Ber-NKRI artinya bersyariat, maksudnya NKRI sudah sesuai dengan syariat Islam. Menjadi warga negara Republik Indonesia yang baik merupakan cerminan dari aqidah Islam yang shahih, pemahaman syariah yang jernih dan amal yang bersih.

Terlepas dari segala kekurangan dan keterbatasan pemerintah dalam mengatur, melayani dan melindungi warga negaranya. Rasulullah saw memerintahkan kepada warga negara untuk bersabar ketika menghadapi pemerintah yang zhalim.

Jika radikalisme HTI itu virus maka kumpulan tulisan ini sebagai vaksin berupa virus-virus pemikiran HTI yang sudah dilemahkan. Meski tidak sistematis dan tidak akademis bukan berarti tidak ilmiah, buku ini bisa menjadi bahan imunisasi pemikiran kepada masyarakat umum sehingga memiliki daya tahan menghadapi narasi-narasi HTI.

Baca Juga:  Menyoal Sanad Pendiri HTI Kepada Kakeknya, Syekh Nabhani

Minimal kesadaran politik umat akan bahaya HTI meningkat dan kita semakin waspada dengan gerakan HTI pasca dicabutnya badan hukum mereka.

Pembaca bisa memilih judul mana dulu mau dibaca tidak mesti berurutan sesuai dengan kebutuhan pembaca. Dari judul manapun, akan ketemu benang merah kesalahan pemikiran HTI.

Sebagai karya jurnalistik di media online dan media sosial, buku NKRI Daulah Santri ini tidak mengikuti sistematika penulisan ilmiah akademik secara ketat melainkan berupa tulisan ilmiah popular yang ditujukan kepada warganet dengan segala latar belakang dan usia.

Penulis menyajikan narasi-narasi singkat dan padat sesuai dengan kebutuhan warganet yang mau instant. Buku yang dieditori oleh Gigih Firmansyah seorang mahasiswa UIN Walisongo Semarang dan penyelaras bahasa M. Abdullah Badri, menambah khazanah litrasi masyarakat tentang radikalisme khususnya HTI.  

Ayik Heriansyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *