Sahkah Wanita Shalat tanpa Mukena? Berikut Penjelasanya

shalat tanpa mukena

Pecihitam.org – Mungkin ketika disuatu tempat sebagian dari muslimah pernah melihat atau malah mungkin pernah melakukannya sendiri shalat tanpa menggunakan mukena. Entah mungkin tidak ada mukena atau tidak membawanya. Sebetulnya bagaimana hukum wanita shalat tanpa memakai mukena, apakah shalatnya tetap sah?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Mukena merupakan semacam pakaian atau kain penutup yang biasa digunakan oleh para muslimah Indonesia untuk menutup aurat saat shalat. Dalam kamus bahasa Arab Lisanul ‘Arab, muqanna’ berarti yang tertutup. Kata ini kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi “mukena” sebagaimana yang kita kenal sekarang.

Dilihat dari sejarahnya, mukena adalah produk budaya yang dicetuskan oleh para ulama di Jawa untuk menutup aurat wanita saat melaksanakan shalat.

Sebagaimana diketahui, pada zaman dahulu pakaian tradisonal yang digunakan sehari-hari oleh perempuan di Jawa adalah jarik dan kemben. Pakaian ini tentu tidak memenuhi kriteria untuk menutup aurat (satrul ‘aurat sehingga dibuatlah mukena sebagai alat penutup.

Pada hakikatnya, tidak ada penjelasan dari Al-Quran dan Hadist secara eksplisit tentang kewajiban menggunakan mukena ketika shalat. Namun di Al-Quran tertulis kewajibkan untuk memakai pakaian terbaik ketika shalat sebagaimana dalam QS. Al-A’raf ayat 31

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

Artinya: Wahai anak adam, ambillah pakain kalian setiap kali (pergi) ke masjid. (QS. Al-A’raf: 31)

Oleh Ibnu Abbas ayat ini ditafsiri sebagai kewajiban untuk menutup aurat setiap kali melaksanakan shalat. Kewajiban menutup aurat ini dirumuskan oleh ulama’ fiqih dengan menutup seluruh tubuh keculai muka dan kedua telapak tangan bagi perempuan, dan antara pusar sampai lutut bagi laki-laki.

Baca Juga:  Apakah Keringat Perempuan Haid Najis? Ini Penjelasannya

Maka berdasarkan hal ini, mukena bukanlah satu-satunya kain penutup yang digunakan perempuan dalam shalat. Para muslimah di Saudi Arabia sendiri menggunakan gamis hitam untuk shalat. Begitu juga di Negara Afganistan atau Pakistan yang menggunakan Burqa’ atau Abaya.

Dengan demikian, shalat tanpa memakai mukena bisa tetap sah. Sebab penggunaan mukena bukanlah mutlak wajib selama pakaian atau kain tersebut sesuai dengan kriteria menutup aurat dalam shalat.

Yang harus diperhatikan jika shalat tanpa mukena

Jika dalam keadaan tidak membawa atau tidak ada mukena, maka seorang wanita boleh shalat menggunakan pakaian yang ia kenakan. Namun yang perlu diperhatikan hal-hal tertentu agar shalatnya tetap sah. Berikut hal-hal yang wajib diperhatikan:

Pertama, memastikan pergelangan tangan tertutup dengan baik dan rapat. Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Nawawi al Bantani dalam Tausyih ‘Ala Ibn Qasim, bahwa pergelangan adalah daerah aurat yang wajib ditutup.

Apabila lengan bajunya terbuka, maka dapat disiasati dengan menggunakan hand shock yang rapat dan menutupi pergelangan, sehingga ketika melakukan gerakan takbir, rukuk, dll lengannya tidak terlihat dari celah ujung lengan pakaian tersebut.

Baca Juga:  Hukum Melafadzkan Niat ‘Ushalli’ Saat Shalat Benarkah itu Bid'ah?

Kedua, gunakan kaos kaki khusus shalat yang suci dan bersih. Selain menutup aurat, kewajiban yang harus dipastikan adalah kesucian dan kebersihan pakaian yang kita kenakan.

Oleh sebab itu, kaos kaki yang sudah digunakan seharian tidak cukup kuat untuk digunakan dalam shalat. Lebih baik dan diusahakan menggunakan kaos kaki yang sudah bersih dari kotoran ataupun najis yang menempel.

Ketiga, pakaian yang digunakan baik kerudung, gamis, pakaian, dan rok harus menutupi seluruh bagian badan, tidak transparan, dan tidak menunjukkan lekukan-lekukan tubuh. Ini sebenarnya adalah prinsip dasar yang wajib dilaksanakan tidak hanya ketika shalat saja, namun juga dalam berpakaian sehari-hari.

Keempat, bagian bawah gamis atau rok menutupi anggota badan saat sujud. Ini juga bagian penting yang perlu diperhatikan. Menutup aurat tidak cukup ketika seseorang dalam keadaan berdiri, namun juga ketika rukuk dan sujud.

Sehingga, jika ketika shalat menggunakan pakaian yang terdiri dari baju dan rok, pastikan bahwa pakaian yang dikenakan tidak akan terbuka baik di bagian depan (perut, dada, dan sekitarnya), ataupun bagian belakang (punggung dan sekitarnya).

Begitu juga bagian bawah rok dan ujung gamis yang jika seseorang rukuk atau sujud, akan tersingkap bagian-bagaian kaki dan anggota tubuh lainnya. Syekh Nawawi Al-Bantani berpendapat;

Baca Juga:  Batasan Aurat Wanita Menurut Empat Madzhab Fiqih

(والثاني: ستر العورة عند القدرة) ولو عن نفسه من أعلاها وجوانبها بحيث لاترى من ذلك لا من أسفلها وان رويت بالفعل، ولا فرق في ذلك بين الذكر وغيره…..

“(Syarat) yang Kedua: Menutup aurat ketika mampu meskipun dari dirinya sendiri, yaitu dari sisi atas dan samping bagian yang sekiranya aurat itu tidak terlihat dari bawah sekalipun terlihat karena gerakan dalam sholat. Dan tidak ada perbedaan pemberlakuan tersebut di antara laki-laki dan lainnya”

Kelima, memastikan seluruh pakaian dan tempat sholat suci dan bersih. Dalam bahasa sederhana, shalat adalah saat di mana pertemuan, dan interaksi kita kepada Allah SWT, maka persembahkanlah pakaian terbaik ketika menghadap kepada-Nya. Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *