Menyoal Sanad Pendiri HTI Kepada Kakeknya, Syekh Nabhani

Pecihitam.org – Dari dulu mereka berupaya mencari simpatik dan pengaruh ke kalangan NU untuk bergabung dengan gagasan khilafah mereka. Saya tidak pernah menanggapi apa yang mereka lakukan selama ini. Tapi karena sudah keterlaluan dengan memelintir sanad keilmuan para pendiri NU, yakni Syekh Yusuf An Nabhani, kakek dari pendiri Hizbut Tahrir.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Para pengikutnya kemudian mengklaim bahwa cucunya tersebut mewarisi sanad kakeknya dan para kyai NU seolah digiring sejalan dengan agenda mereka.

Perlu diketahui bahwa hampir kebanyakan Muassis NU pernah belajar di Hijaz dan masih menjumpai masa Dinasti Utsmaniyah. Tapi belum kita dapati sampai saat ini para Muassis NU datang ke Indonesia dengan membawa misi khilafah meneruskan dari Turki. Saya tegaskan tidak ada.

Justru pada Bahtsul Masail NU di Banjarmasin, 1936, para Kyai NU memutuskan bahwa Indonesia ini adalah Darul Islam dalam arti bukan Darul Kufr atau Darul Harb.

Syekh Taqiyuddin An Nabhani, pendiri HTI, lahir pada 1332 H atau 1914. Sementara kakek beliau Syekh Yusuf An Nabhani -yang dalam sanad keilmuan para pendiri NU menjadi salah satu guru- wafat pada 1350 H atau sekitar 1929. Artinya cucu tersebut menjumpai masa kakeknya sekitar 18 tahun. Bukan masa yang lama untuk mewarisi keilmuan dan sanad kakeknya.

Baca Juga:  Awas Bahaya Laten! Ini Standar Ganda HTI yang Harus Kita Waspadai

Apakah kemudian ada jaminan bahwa cucu tersebut mewarisi sanad keilmuan kakeknya secara penuh? Tidak ada jaminan. Apa buktinya?

1. Khilafah Minhaj An-Nubuwah menurut cucu tersebut adalah khilafah yang ia perjuangkan, sementara kakeknya mengikuti riwayat Imam Ahmad bahwa khilafah tersebut adalah di masanya Umar bin Abdul Aziz:

ﺣﺬﻳﻔﺔ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﺗﻜﻮﻥ اﻟﻨﺒﻮﺓ ﻓﻴﻜﻢ ﻣﺎ ﺷﺎء اﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ، ﺛﻢ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ ﺇﺫا ﺷﺎء ﺃﻥ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ، ﺛﻢ ﺗﻜﻮﻥ ﺧﻼﻓﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻬﺎﺝ اﻟﻨﺒﻮﺓ، ﻓﺘﻜﻮﻥ ﻣﺎ ﺷﺎء اﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ، ﺛﻢ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ ﺇﺫا ﺷﺎء اﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ، ﺛﻢ ﺗﻜﻮﻥ ﻣﻠﻜﺎ ﻋﺎﺿﺎ، ﻓﻴﻜﻮﻥ ﻣﺎ ﺷﺎء اﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ، ﺛﻢ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ ﺇﺫا ﺷﺎء ﺃﻥ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ، ﺛﻢ ﺗﻜﻮﻥ ﻣﻠﻜﺎ ﺟﺒﺮﻳﺔ، ﻓﺘﻜﻮﻥ ﻣﺎ ﺷﺎء اﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ، ﺛﻢ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ ﺇﺫا ﺷﺎء ﺃﻥ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ، ﺛﻢ ﺗﻜﻮﻥ ﺧﻼﻓﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻬﺎﺝ ﻧﺒﻮﺓ» ﺛﻢ ﺳﻜﺖ

“Akan ada bagi kalian zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu  Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan yang zhalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya.  Kemudian akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada.  Selanjutnya  akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.”

Baca Juga:  Kerancuan dan Sesatnya Konsep Khilafah Hizbut Tahrir

Biasanya kelompok HTI memotong hadis sampai di sini. Padahal masih ada kelanjutan. Sayangnya kelanjutan riwayat ini tidak mendukung kepentingan HTI. Yaitu:

ﻗﺎﻝ ﺣﺒﻴﺐ: “… ﻓﻘﻠﺖ ﻟﻪ: ﺇﻧﻲ ﺃﺭﺟﻮ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺃﻣﻴﺮ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ، ﻳﻌﻨﻲ ﻋﻤﺮ، ﺑﻌﺪ اﻟﻤﻠﻚ اﻟﻌﺎﺽ ﻭاﻟﺠﺒﺮﻳﺔ، ﻓﺄﺩﺧﻞ ﻛﺘﺎﺑﻲ ﻋﻠﻰ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﻓﺴﺮ ﺑﻪ ﻭﺃﻋﺠﺒﻪ “

Habib (perawi hadis) berkata kepada Umar bin Abdul Aziz: “Saya berharap dialah Amirul Mukminin”, yakni Umar bin Abdul Aziz, setelah masa pemimpin yang dzalim dan diktator. Kemudian kitab saya masukkan kepada Umar bin Abdul Aziz, ia senang dan kagum” (Musnad Ahmad 18406).

Andaikan khilafah Minhaj An-Nubuwah bukan Umar bin Abdul Aziz maka dia akan membantah dengan semisal mengatakan: “Khilafah itu bukan masa saya. Tapi nanti di akhir zaman”. Tapi nyatanya Umar bin Abdul Aziz merasa senang sebagai bentuk kesetujuannya. Dan kita lebih percaya beliau dari pada para pengusung khilafah saat ini.

2. Khalifah adalah dari Suku Quraisy

Syekh Yusuf An Nabhani sejalur sanadnya dengan para kyai NU sampai kepada Madzhab Syafi’iyah. Dan sudah maklum dalam Fikih Syafi’iyah mayoritas berpendapat bahwa Khalifah adalah dari Suku Quraisy seperti hadis berikut:

Baca Juga:  Ketika Amir Hizbut Tahrir Bermimpi Menjadi Al-Fatih Kedua

ﺣﺪﻳﺚ اﻷﺋﻤﺔ ﻣﻦ ﻗﺮﻳﺶ ﻭﻋﻤﻞ اﻟﻤﺴﻠﻤﻮﻥ ﺑﻪ ﻗﺮﻧﺎ ﺑﻌﺪ ﻗﺮﻥ ﻭاﻧﻌﻘﺪ اﻹﺟﻤﺎﻉ ﻋﻠﻰ اﻋﺘﺒﺎﺭ ﺫﻟﻚ … ﻭﻻ اﻋﺘﺪاﺩ ﺑﻘﻮﻝ اﻟﺨﻮاﺭﺝ ﻭﻣﻦ ﻭاﻓﻘﻬﻢ ﻣﻦ اﻟﻤﻌﺘﺰﻟﺔ ﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ

Hadis para Khalifah adalah dari Kabilah Quraisy. Umat Islam telah mengamalkannya dari generasi ke generasi dan telah dijadikan Ijma’ akan hal itu… Dan tidak dihiraukan dengan pendapat Khawarij dan yang sejalan dengan mereka seperti dari Muktazilah, karena mereka telah berbeda dengan kaum Muslimin (Fath Al Bari 17/119).

Ternyata kalangan Hizbiyyun tidak menjadikan keturunan Suku Quraisy sebagai Syarat sah, tapi sebagai syarat Kamal (kesempurnaan). Ini jelas menunjukkan sanad yang tidak sejalan meskipun memiliki keturunan sedarah