Sejarah Awal Masuknya Islam Di Jawa

Sejarah Awal Masuknya Islam Di Jawa

Pecihitam.org- Masuknya Islam ke Indonesia khususnya di Jawa dimulai dari daerah pesisir seperti Pasai, Gresik, Goa, talo, Cirebon, Banten dan Demak. Hal ini terjadi karena pelabuhan sebagai pusat perdagangan dan interaksi antar kawasan realitas ini mencerminkan bahwa masyarakat Islam periode awal adalah masyarakat kosmopolit.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebagaimana Islam didaerah lain, masuknya Islam di Jawa juga berangkat dari daerah pesisir. Proses pergeseran menuju pedalaman, ditengarai oleh Kuntowijoyo sebagai pergeseran Islam kosmopolit menuju Islam agraris dan Islam yang mistik (Kuntowijoyo, 1995: 132).

Sebagai pendapat Azra, ada empat hal disampaikan histiografi tradisional. Pertama, Islam di Nusantara dibawa langsung dari Tanah Arab. Kedua, Islam diperkenalkan oleh para guru atau juru dakwah profesional. Ketiga, orang-orang yang pertama kali masuk Islam adalah penguasa. Keempat, sebagaian besar para juru dakwah profesional datang di Nusantara pada abad ke-12 dan ke-13 (Azra, 2002: 13).

Perlu dibedakan pula antara kedatangan Islam, penyebaran Islam dan pelembagaan Islam. Menurut Graaf (Graaf, 1989: 2), berdasarkan atas studinya terhadap cerita cerita-cerita diseputar Islamisasi di Nusantara dapat dibedakan bahwa ada tiga metode penyebaran Islam, yaitu pedagang muslim, oleh para da’i dan orang suci (wali) yang datang dari India atau Arab yang sengaja bertujuan mengislamkan orang-orang kafir dan meningkatkan pengetahuan mereka yang telah beriman.

Baca Juga:  Perbedaan Penulisan Al Quran Pada Masa Abu Bakar dan Utsman bin Affan

Masa penyebaran Islam yang paling dominan adalah pendapat yang menyatakan bahwa Islam disebarkan melalui perdagangan. Pendapat seperti ini diangkat oleh para sarjana Barat khususnya Belanda, diantaranya adalah Wertheim.

Melihat proses masuknya Islam di Indonesia dari perspektif perkembangan nampaknya dapat dikompromikan bahwa Islam di Jawa mengalami tiga tahap.

Pertama, masa awal masuknya Islam ke Wilayah Indonesia terjadi pada abad VII M. Kedua, masa penyebaran keberbagai pelosok dilaksanakan pada abad VII sampai XIII M. Ketiga, masa perkembangan yang terjadi mulai abad XIII M dan seterusnya. Sedangkan sejarah Jawa akhir abad ke 15 hingga awal abad ke 16 mempunyai arti penting bagi perkembangan Islam.

Setidaknya hal ini bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, sebagai masa peralihan dari sistem politik HinduBudha yang berpusat dipedalaman Jawa Timur ke sistem sosial politik Islam yang berpusat di pesisir utara Jawa tengah. Kedua, sebagai puncak islamisasi di Jawa yang dilakukan oleh para wali.

Walisongo pada masa pelembagaan Islam menggunakan beberapa tahapan, yaitu pertama mendirikan masjid. Dalam proses penyebaran Islam masjid tidak hanya berfungsi untuk tempat beribadah tetapi juga tempat pengajian, dan dari majidlah proses penyebaran Islam di mulai.

Baca Juga:  Menilik Kembali Cara Dakwah Kanjeng Sunan Kalijaga Lewat Tembang

Masa-masa awal proses islamisasi, masjid menjadi tempat ritual, masjid juga sebagai pusat tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Islam. Di dalam masjid segala aktifitas pengembangan Islam berlangsung. Banyak masjid yang diyakini sebagai peninggalan Wali dan dinamakan Wali yang bersangkutan.

Seperti masjid yang didirikan oleh Raden Rahmat yang diberi nama Laqab sebagaimana tradisi Timur Tengah – Sunan Ampel, sehingga masjidnya dinamakan Masjid Ampel, masjid Giri didirikan oleh Sunan Giri, Masjid Drajat yang didirikan oleh Sunan Drajat dan sebagainya.

Selain masjid dalam pembentukan kelembagaan Islam Walisongo dalam penyebaran Islam juga mendirikan pesantren. Didalam khazanah penyebaran Islam, setiap Wali memiliki pesantren yang dinisbahkan dengan nama wali tersebut berada. Seperti pesantren Ampel, pesantren Bangkuning, Pesantren Drajat, pesantren Giri dan sebagainya.

Peranan pesantren sebagai lembaga penyebaran Islam di Jawa telah dibahas secara mendalam oleh ahli sejarah, misalnya Soebardi (1976) dan Anthony Jhon, sebagaimana dikutip oleh Dhofier. Lembaga pesantren itulah yang paling menentukan watak keislaman dari kerajaan-kerajaan Islam dan yang memegang peranan paling penting bagi penyebaran Islam sampai pelosok-pelosok.

Baca Juga:  Tragedi Mihnah, Catatan Kelam Kekejaman Mu'tazilah dalam Sejarah Islam

Dari lembaga-lembaga pesantren itulah asal-usul sejumlah manuskrip tentang pengajaran islam di Asia Tenggara, yang tersedia secara terbatas. Untuk dapat betul-betul memahami sejarah Islamisasi diwilayah ini, kita harus mempelajari lembaga-lembaga pesantren tersebut, karena lembaga-lembaga inilah yang menjadi anak panah penyebaran Islam di wilayah ini.

Pesantren menjadi sangat penting tatkala pelembagaan Islam telah berjalan sedemikian rupa. Pada abad ke-20, munculah berbagai pesantren yang menjadi lembaga untuk pengembangan Islam dengan segala sistem pembelajaran dan pengajaran yang khusus yaitu sorogan,wetonan dan bandongan.

Mochamad Ari Irawan