Sejarah Peci Hitam; Dari Bung Karno Untuk Indonesia

Sejarah Peci Hitam; Dari Bung Karno Untuk Indonesia

PeciHitam.org – Di zaman penjajahan, masyarakat Jawa khususnya yang laki-laki seringkali diidentikan dengan memakai blangkon. Seperti dr. Wahidin Sudirohusodo dan dr. Cipto Mangunkusumo yang terlihat selalu mengenakan blangkon sebagai lambing identitas ke-Jawa-annya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Di daerah lain, ciri khasnya pun berbeda-beda. Di antaranya yaitu masyarakat Bali-Lombok dengan udeng-udengnya. Ada pula yang mengenakan topi seperti meniru pemerintah kolonial.

Penggunaan topi ini dinilai mengesankan jauh dari rakyat. Di sekolah dokter pribumi pada masa itu, pemerintah kolonial Belanda justru dilarang menggunakan baju ala Eropa.

Ciri khas tersebut dinilai merupakan khazanah kearifan lokal yang sudah begitu mengakar. Para aktivis terdahulu mengkritik hal tersebut, sebab dianggap menjadi sekat-sekat yang memisahkan adanya persatuan.

Kemudian ada bulan Juni 1921, Bung Karno tampil berbeda dengan mengenakan peci yang menjadi tonggak sejarah munculnya peci hitam sebagai simbol Negara.

Bung Karno bertekad untuk mengenalkan penggunaan peci sebagai simbol pergerakan. Hal ini tertulis dalam buku otobiografi Bung Karno karya Cindy Adams.

Peci hitam yang biasa dikenakan pada umumnya terbuat dari bahan beludru. Bung Karno inilah yang menjadi pelopor utama penggunaan peci hitam, baik dalam acara keagamaan maupun kenegaraan.

Baca Juga:  Sudah Ada Sejak Zaman Sahabat, Ternyata Ini Kota Islam Pertama di Indonesia

Salah satu peristiwa yang memiliki sejarah dimana Bung Karno mengenakan peci hitam ialah pada pertemuan Jong Java di Surabaya. Sebenarnya, pertama kali ia mengenakan peci tersebut, Bung Karno agaknya takut terketawakan.

Namun ia bertekad pada dirinya sendiri, bahwa jika mau jadi pemimpin, bukan pengikut, ya harus berani memulai sesuatu yang baru.

Ketika menjelang rapat, ia sempat mengalami keraguan. Ia berkata kepada dirinya, “Ayo maju dan pakailah pecimu!” sembari menarik napas dalam-dalam. Para peserta rapat yang melihat sesuatu yang baru tersebut pun memandang keheranan tanpa sepatah kata pun.

Dalam pidatonya, ia mengatakan bahwa “Kita ini perlu suatu lambang daripada kepribadian Indonesia, yaitu Peci. Peci ini telah dipakai oleh pekerja-pekerja dari bangsa Melayu dan itu merupakan lambang asli kepunyaan rakyat kita.”

Bung Karno menjelaskan bahwa istilah peci ini berasal dari singkatan pet yang berarti topi dan je (Bahasa Belanda) yang mengesankan sifat kecil. Hal ini mencerminkan Indonesia secara umum yaitu satu bangunan interkultur.

Baca Juga:  Sejarah dan Perkembangan Tasawuf Sunni dari Masa ke Masa

Peci ini dapat dikenakan oleh siapapun, tak peduli dari mana pun asalnya dan apapun agamanya. Peci bukan semata-mata sebagai simbol agama, melainkan lebih luas lagi yakni merupakan simbol budaya bangsa Indonesia khususnya dan Melayu pada umumnya.

Penggunaan peci bagi orang Islam ketika beribadah seperti shalat bertujuan untuk menutup kepalanya agar ketika sedang bersujud, rambutnya tidak menghalangi. Seperti halnya pemakaian kain sorban layaknya orang Arab, Pakistan, India, dan Bangladesh.

Ada satu buku khusus yang membahas mengenai peci yang berjudul The Origin of the Songkok or Kopiah karya Rozan Yunos. Dalam bukunya ia menjelaskan bahwa songkok (peci) dikenalkan oleh pedagang Arab bersamaan dengan dikenalkannya sorban atau turban.

Namun dalam perkembangannya sorban tersebut hanya digunakan oleh para ulama ataupun cendekiawan. Sehingga tidak sembarang orang memakainya.

Menurut para ahli, penggunaan peci atau songkok ini lazimnya ditemukan pada kalangan masyarakat di Kepulauan Malaya, yaitu pada abad ke-13 bersamaan dengan masuknya Islam di Nusantara.

Baca Juga:  5 Alasan Penting Perlunya Membaca Sirah Nabawiyah

Hal yang serupa juga dapat kita temui di beberapa negara, seperti di Turki dengan fez atau fezzi yang pada mulanya berasal dari Yunani kemudian diadopsi oleh Turki Ottoman.

Kemudian Mesir dengan tarboosh-nya. Di negara India, Pakistan dan Bangladesh dengan Roman Cap (Topi Romawi) atau Rumi Cap (Topi Rumi). Masing-masing negara memiliki ciri khas yang berbeda meskipun banyak sekali kemiripannya.

Mohammad Mufid Muwaffaq