Pecihitam.org – Shalat Gerhana adalah shalat yang dikerjakan ketika terjadi gerhana bulan atau gerhana matahari. Gerhana bulan adalah terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Itu terjadi bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar Matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi.
Sedangkan gerhana matahari adalah terjadi ketika posisi bulan terletak di antara bumi dan matahari sehingga terlihat menutup sebagian atau seluruh cahaya matahari di langit bumi.
Berdasarkan cara tertutupnya matahari, terdapat empat jenis gerhana matahari: gerhana matahari total, gerhana matahari cincin, gerhana matahari sebagian, dan gerhana matahari hibrida/campuran.
Shalat gerhana termasuk jenis shalat sunnah yang muakkadah dan disunnahkan dikerjakan secara berjamaah, baik bagi laki-laki atau perempuan.
Waktu mengerjakan shalat gerhana matahari adalah mulai tampaknya gerhana sampai matahari kembali seperti biasa atau sampai tenggelam. Adapun waktu shalat gerhana bulan adalah mulai dari terjadinya gerhana sampai kembali gerhana seperti semula atau sampai terbit matahari, meskipun belum kembali gerhana seperti biasa.
Dalil yang menunjukkan atas kesunnahan shalat gerhana adalah hadis Rasulullah saw.:
خسفت السمش في العهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فقام فصلى بالناس فأطال القيام ثم ركع فأطال الركوع وهو دون الركوع الاول ثم سجد فأطال السجود ثم فعل في الركعة الثانية مثل ما فعل في الركعة الاولى ثم انصرف وقد انجلت الشمس فخطب الناس فحمد الله واثنى عليه ثم قال ان الشمس والقمر ايتان من ايات الله لا ينخسفان لموت احد ولا لحياته فاذا رايتم ذلك فادعوا الله وكبّروا وصلوا وتصدقوا. رواه الخمسة
“Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah saw maka Rasulullah berdiri dan mengerjakan shalat, beliau memanjangkan berdiri kemudian rukuk dan memanjangkan juga dan itu bukan rukuk yang pertama. Kemudian sujud, lalu memanjangkan sujud. Kemudian beliau lakukan pada rakaat kedua seperti itu juga. Setelah salat beliau berkhutbah, dalamnya memuji Allah. Ia bersabda sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua kebesaran Allah dari sekian kebesaran Allah. Bukanlah gerhana itu karena mati seseorang, karena hidup seseorang. Maka apabila kalian melihat gerhana berdoalah kepada Allah dan bertakbirlah, kemudian kerjakan salat dan benarkanlah”.
Namun apabila tidak sempat mengerjakannya maka tidak disyariatkan dalam Mazhab Syafii agar diqadhakan ulang.
Adapun teknis pelaksanaan (kaifiyah) mengerjakan salat gerhana (gerhana matahari dan gerhana bulan) adalah dikerjakan dua rakaat. Ketika takbiratul ihram berniat dalam hati mengerjakan shalat gerhana matahari atau gerhana bulan. Kalau dilafazkan niatnya adalah:
أصلّ سنة الكسوف / الخسوف ركعتين اداء اماماً / مأموماً لله تعالى
“Sengaja saya mengerjakan salat sunat gerhana matahari / gerhana bulan dua rakaat berjamaah karena Allah taala”.
Lalu setelah membaca doa iftitah dan ta’awuz ( اعوذ بالله من الشيطان الرجيم ) dibaca al-fatihah, kemudian dibaca surat yang lain, kemudian rukuk, kemudian bangkit dari rukuk berdiri lagi seperti semula dengan membaca al-fatihah lagi, dan surat yang lain setelahnya, kemudian rukuk lagi, kemudian baru i’tidal, kemudian melakukan sujud dua kali dengan ada thuma’ninah pada keduanya.
Lalu bangkit ke rakaat kedua mengerjakan dengan cara yang sama juga seperti pada rakaat pertama, yaitu dua kali berdiri, dua kali baca al-fatihah dan surat yang lain, dua kali rukuk, satu kali i’tidal, dua kali sujud dan satu kali duduk antara dua sujud.
Dengan demikian, shalat gerhana bisa disimpulkan bahwa dikerjakan dua rakaat, pada tiap-tiap rakaat dua kali berdiri, dua kali baca al-fatihah dan surat, dua kali rukuk, satu kali i’tidal, dua kali sujud dan satu kali duduk antara dua sujud, lalu salam. Ini adalah kaifiyat yang lebih baik. Tetapi boleh juga dikerjakan seperti salat sunat biasa, seperti salat sunat sebelum Subuh. Karena ada hadis Nabi Abu Bakar:
فصلى بهم ركعتين مثل صلاتكم
“Maka salatlah dengan mereka dua rakaat seperti salat kalian”.
Dianjurkan pada bacaan surat setelah membaca al-fatihah pada berdiri pertama agar dibaca surat al-Baqarah. Pada berdiri kedua agar dibaca surat Ali Imran. Pada berdiri ketiga agar dibaca surat al-Nisa’ dan pada berdiri keempat agar dibaca surat al-Maidah. Kalau tidak bisa hafal surat-surat tersebut maka boleh dibaca surat apa saja.
Dianjurkan pada rukuk dan sujud agar memperbanyak membaca tasbih. Pada rukuk pertama agar membaca tasbih ukuran 100 ayat al-Baqarah. Pada rukuk kedua agar membaca tasbih ukuran 80 ayat al-Baqarah. Pada rukuk ketiga agar membaca tasbih ukuran 70 ayat al-Baqarah. Pada rukuk keempat agar membaca tasbih ukuran 50 ayat al-Baqarah.
Adapun mengenai suara bacaan surat, maka pada shalat gerhana matahari bacaannya di-sir-kan (dikecilkan suara). Sedangkan pada shalat gerhana bulan bacaannya di-jahar-kan (dibesarkan suara).
Setelah mengerjakan salat gerhana maka Imam atau khatib membaca dua khutbah seperti khutbah Jumat juga, baik rukunnya atau syaratnya. Dalam khutbah khatib menganjurkan manusia agar bertaubat, melakukan yang baik-baik berupa sadaqah, saling tolong menolong dan lain-lain. Wallahu a’lam wa muwafiq ila aqwami al-thariq.
Disarikan dari:
- Kitab Matn al-Ghayah wa al-Taqrib
- Kitab Fath al-Qarib Syarh Matn al-Ghayah wa al-Taqrib
- Kitab al-Tadhhib fi Adillah Matn al-Ghayah wa al-Taqrib.