Shalat Tarawih dan Melerai Perbedaan Jumlah Rakaatnya

Shalat Tarawih dan Melerai Perbedaan Jumlah Rakaatnya

Pecihitam.org – Shalat tarawih adalah shalat malam yang dikerjakan pada bulan suci Ramadhan sesudah mengerjakan shalat fardhu isya. Disebutkan tarawih karena shalat ini dilakukan dengan diselangi istirahat-istirahat, sebab mempunyai rakaat yang banyak dan bacaan yang panjang. Istirahat biasanya dilakukan pada setiap 2 kali salam dari 4 rakaat. Karena lebih 2 kali istirahat maka disebut tarawih bentuk jamak dari tarwihah yang artinya istirahat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Shalat tarawih dilakukan sesudah shalat isya sampai terbit fajar. Adapun waktu yang afdhal untuk mengerjakannya adalah ada 2 waktu, awal malam dan akhir malam. Awal malam lebih afdhal bagi orang yang khawatir tidak terbangun akhir malam. Namun akhir malam lebih afdhal bagi orang yang tidak khawatir untuk bangun akhir malam.

Hukum shalat tarawih adalah sunah muakkadah. Fadhilahnya luar biasa. Antaranya mendapat ampunan dosa-dosa yang telah lewat, dan mendapat fitrah (bersih suci bagaikan bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya).

Shalat tarawih boleh dilakukan secara sendiri atau berjamaah dengan cara dua rakaat satu kali salam. Namun sunat melakukannya secara berjamaah. Shalat tarawih tidak boleh dilakukan dengan cara 4 rakaat satu kali salam.

Pada masa Rasulullah dan Khalifah Abu Bakar shalat tarawih dikerjakan secara sendiri-sendiri dan ada juga yang berjamaah tapi masih berpencar-pencar. Lalu semenjak Khalifah Umar ibn Khaththab sampai masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz shalat tarawih dikerjakan dengan cara berjamaah dibelakang satu imam, tidak lagi berpencar-pencar.

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih

Adapun jumlah rakaat shalat tarawih tidak hanya 11 rakaat atau 23 rakaat saja. Sebagaimana yang dikerjakan oleh orang-orang Indonesia. Akan tetapi banyak ragamnya berdasarkan beberapa riwayat.

8 rakaat serta 3 rakaat witir berdasarkan riwayat Imam Malik dari Muhammad ibn Yusuf ibn Yazid. 12 rakaat, witir tidak disebutkan, berdasarkan riwayat Imam Malik dari Dawud ibn Husen dari Abdurrahman ibn Hurmuz al-A’raj.

Baca Juga:  Bagaimana Hukumnya Arisan? Apakah Boleh atau Justru Dilarang?

10 rakaat serta 3 rakaat witir, berdasarkan riwayat Muhammad ibn Nashr al-Marwazy dan Muhammad ibn Ishaq dari Muhammad ibn Yusuf dari kakeknya al-Saib ibn Yazid. 20 rakaat, witir tidak disebutkan berdasarkan riwayat Imam Malik dari Yazid ibn Khuzaifah dan al-Saib ibn Yazid.

20 rakaat serta 1 rakaat witir berdasarkan riwayat Abdul Razaq. 20 rakaat serta 3 rakaat witir berdasarkan riwayat Imam Malik dari Yazid ibn Ruman.

34 rakaat serta 1 rakaat witir berdasarkan riwayat Imam Zararah ibn Aufa. 36 rakaat serta 3 rakaat witir berdasarkan riwayat Muhammad ibn Nashr dari Imam Dawud ibn Qais.

40 rakaat serta 1 rakaat witir berdasarkan riwayat Imam al-Turmuzi. 40 rakaat serta 7 rakaat witir berdasarkan riwayat Imam ibn Abdul Barr dari al-Aswad ibn Yazid. 46 rakaat serta 3 rakaat witir berdasarkan riwayat Imam Malik.

Demikianlah beberapa riwayat yang menggambarkan beragam jumlah rakaat shalat tarawih yang dikerjakan oleh para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in yang saya himpunkan dari kitab Fath al-Bari, Syarh al-Zarqani, Kesahihan Dalil Shalat Tarawih 20 Rakaat dan lainnya. Semuanya sepakat, tidak seorang pun dari mereka yang mengingkarinya.

Al-Hafidh ibn Hajar al-Asqalani berkomentar tentang beragam riwayat itu dalam kitab Fath al-Bari bahwa untuk mengkompromikan antara riwayat-riwayat tersebut, bisa dengan melihat perbedaan situasi. Dan perbedaan itu didasarkan pada panjang dan pendeknya bacaan Alquran. Maka sekiranya bacaan Alquran panjang, jumlah rakaatnya sedikit dan begitu juga sebaliknya.

Atas dasar itu, Khalifah Umar ibn Khaththab berijtihad dan memerintahkan umat Islam agar shalat tarawih dikerjakan 20 rakaat serta 3 rakaat witir saja. Dan inilah yang diwariskan selanjutnya.

Maka semenjak itu sampai Khalifah Umar ibn Abdul Aziz jumlah rakaat shalat tarawih dikerjakan 20 rakaat serta 3 rakaat witir. Adapun tambahan lebih dari itu muncul setelah Khalifah Ali dan berlangsung terus sampai masa Umar ibn Abdul Aziz karena berbagai alasan.

Baca Juga:  Hukum Bekerja di Perusahaan Rokok, Berdosakah? Ini Hasil Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama

Adapun pada masa Rasulullah dan Abu Bakar Shiddiq jumlah rakaat shalat tarawih tidak ada ketentuan pasti, boleh jadi 11 rakaat dan boleh jadi lebih.

Lalu, dalam Mazhab Hanafi, Syafii dan Hanbali jumlah rakaat shalat tarawih juga 20 rakaat serta 3 rakaat witir. Tetapi dalam Mazhab Maliki, menurut kebanyakan ulama malikiyah 36 rakaat serta 3 rakaat witir.

Kemudian pada masa Rasyid Ridha (1865-1935), ia melakukan ijtihad ulang semua permasalahan Islam. Lalu Rasyid Ridha mendirikan Majalah al-Manar dan melalui majalah ini ia menyebarkan mazhabnya. Antaranya adalah masalah jumlah rakaat shalat tarawih.

Ia menetapkan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 8 rakaat dan witir 3 rakaat. Dan ini berkembang terus sehingga sampai ke Indonesia ketika Majalah al-Manar masuk ke Indonesia pada tahun 1906 M. Maka menurut saya shalat tarawih 8 rakaat serta witir 3 rakaat pada zaman sekarang adalah berdasarkan Mazhab Rasyid Redha.

Toleransi Rakaat

Dengan demikian, jumlah rakaat shalat tarawih yang sudah ditetapkan melalui ijtihad dari riwayat-riwayat yang ada dan sudah menjadi produk hukum fikih adalah 20 rakaat serta 3 rakaat witir, 36 rakaat serta 3 rakaat witir dan 8 rakaat serta 3 rakaat witir.

Bagi umat Islam yang belum sampai derajat mujtahid wajib bertaqlid kepada mujtahid dalam mengamalkan syariat Islam. Artinya bagi non mujtahid dalam bersyariat wajib bermazhab, karena mengamalkan perintah Allah dalam Q.S. al-Anbiya: 7 “Hendaklah bertanya kepada orang-orang yang mengetahui jika kamu tidak mengetahui”.

Adapun mazhab sahabat dan mazhab-mazhab yang tidak ada pengkodifikasian tidak boleh diamalkan dan dikuti lagi kecuali jika ada rekomendasi dari mazhab-mazhab yang ada kodifikasi, seperti Mazhab Syafii, Mazhab Hanafi dan lain-lain.

Baca Juga:  Cegah Corona, Masjid Istiqlal Resmi Tiadakan Shalat Tarawih

Oleh karena itu, silahkan saja mengerjakan shalat tarawih menurut keyakinan mazhab yang diikuti. Bertoleransilah dengan orang-orang yang mengerjakannya dengan 8 rakaat serta 3 rakaat witir karena mereka meyakini dan mengikuti Mazhab Rasyid Redha.

Dan bertoleransi juga dengan orang-orang yang mengerjakannya sebanyak 20 rakaat serta 3 rakaat witir karena mereka mengikuti Mazhab Syafii, Hanafi atau Hanbali.

Begitu juga dengan orang-orang yang mengerjakan shalat tarawih 36 rakaat serta 3 rakaat witir karena mereka mengikuti Mazhab Maliki.            

Semua bahasan di atas adalah khusus bagi orang-orang yang meyakini bilangan rakaat menurut salah satu mazhab tersebut, bukan yang lainnya.

Lain halnya jika seseorang mengerjakan 11 rakaat tetapi dalam keyakinannya adalah 23 rakaat, maka ini bukan suatu perbedaan. Namun hanya saja faktor tidak sanggup mengerjakan 23 rakaat saja.

Maka bersikap toleransilah dengan perbedaan jumlah rakaat shalat yang terjadi di Indonesia ini. Karena masing-masing mengikuti mazhab keyakinannya sendiri.

Kendatipun demikian, jangan terjadi talfiq mazhab. Jika meyakini 8 rakaat maka rukun dan syarat shalat pun harus atas Mazhab Rasyid Ridha. Begitu juga jika meyakini 20 rakaat karena mengikuti Mazhab Syafii maka rukun dan syarat shalat pun atas Mazhab Syafii. Wallahu a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *