Seperti Apa Sosok Perempuan Ideal Menurut Al-Qur’an? Ini Penjelasannya

wanita ideal dalam al quran

Pecihitam.orgAdakah perempuan ideal dalam Islam? Kalau ada, apakah juga disebutkan dalam al Quran sebagai pedoman hidup kaum Muslimin, bagaimana sosok perempuan yang ideal tersebut?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam buku pengantar untuk buku Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an karya Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA. tulisan Prof. Dr.  Komaruddin Hidayat, MA. mencoba menguraikannya.

Menurut Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, ada banyak temuan penting dalam penelitian disertasi yang kemudian dicetak menjadi buku ini. Salah satunya adalah tentang citra perempuan ideal dalam Al-Qur’an. Berikut penjelasannya:

Citra perempuan ideal dalam Al-Qur’an tidak sama dengan citra perempuan yang berkembang dalam sejarah dunia Islam. Citra perempuan yang diidealkan dalam Islam ialah sebagai berikut:

Pertama, perempuan yang memiliki kemandirian politik (al-istiqlal al-siyasah). Hal ini tercantum dalam Q.S. al-Mumtahanah/60:12. Seperti Ratu Balqis, seorang perempuan penguasa yang mempunyai kerajaaan superpower, laha arsyun adzim seperti yang tercantum dalam Q.S. al-Naml/27:23.

Kedua, perempuan yang memiliki kemandirian ekonomi (al-istiqlal al-iqtishadi), tercantum dalam Q.S. al-Nahl/16:97 yakni kisah pemandangan yang disaksikan Nabi Musa di Madyan,  perempuan pengelola peternakan (Q.S. al-Qashash/28:23). Dari kisah ini kita bisa menyimpulkan bahwa perempuan juga bisa memiliki dan mengelola peternakannya sendiri.

Baca Juga:  Ijtihad, Alat Pemecah Dinamika Masalah Hukum Islam

Ketiga, perempuan memiliki kemandirian dalam menentukan pilihan-pilihan pribadi (al-istiqlal al-syakhshiy) yang diyakini kebenarannya meskipun mesti menghadapi suami bagi perempuan yang sudah berkeluarga (Q.S. al-Tahrim/66:11), atau menantang opini publik bagi perempuan yang belum berkeluarga (Q.S. al-Tahrim/66:12).

Keempat, perempuan dibenarkan untuk menyuarakan kebenaran dan melakukan gerakan oposisi terhadap berbagai kebobrokan (Q.S. al-Taubah/9:71).

Bahkan Al-Qur’an pun menyerukan perang terhadap suatu negeri yang menindas kaum perempuan (Q.S. al-Nisa/4:5), karena laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi sebagai khalifatun fil ardl (Q.S. al-Nahl/16:97) dan sebagai hamba (abid) (Q.S. al-Nisa/4:124).”

Menyuarakan kebenaran memang bukan tugas laki-laki semata. Banyak orang mempunyai pendapat bahwa fisik perempuan tidak cukup kuat untuk menghadapi banyak hal terutama untuk menyuarakan kebenaran. Padahal, menyuarakan kebenaran adalah tugas manusia yang mana terdiri dari perempuan dan laki-laki, bukan hanya laki-laki saja.

Baca Juga:  Beginilah Cara Nabi Menyampaikan Hadisnya, Layak Ditiru Para Da’i

Saat Al-Qur’an menegaskan bahwa perempuan adalah manusia, maka laki-laki dan perempuan sama-sama menjadi subyek kehidupan seutuhnya. Mereka sama-sama hanya menghamba pada Allah Swt. (Tauhid)  dan sama-sama mengemban amanah kekhalifahan di muka bumi untuk wujudkan kemaslahatan seluas-luasnya, termasuk dalam rumah tangga.

Dalam Q.S. Al-Hujurat/49:13, Allah Swt. menegaskan bahwa nilai manusia ditentukan oleh taqwanya, yakni sejauh mana tauhidnya mempunyai daya dorong sekuat mungkin untuk melahirkan kemaslahatan seluas-luasnya pada makhluk Allah Swt., dan sebaliknya punya daya tahan sekokohnya untuk tidak melahirkan kerusakan pada semesta.

Bukankah Rasulullah Saw. juga sudah mengingatkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia? Maka, salah satu ciri orang yang bertakwa adalah hidupnya bermanfaat seluas-luasnya. Begitu pun ciri perempuan yang bertaqwa, hidupnya mesti bermanfaat.

Dari tulisan ini, kita bisa belajar bahwa mengenali potensi diri masing-masing termasuk dalam fisik, akal, dan hati. Tidak hanya perempuan tapi juga laki-laki.

Baca Juga:  Sejarah dan Filosofi Bubur Suro, Hidangan Istimewa Tahun Baru Islam

Selain itu, kita juga mesti mengenali modal sosial yang dimiliki seperti kesehatan, pemikiran, pengetahuan, pengalaman, jaringan, posisi, profesi, harta, dan lain-lain kemudian bersinergi dengan yang lain agar hidup bisa bermanfaat dengan maksimal.

Semoga bermanfaat dan bisa memberikan inspirasi bagi para perempuan terutama Muslimah yang sedang berjuang mencari jati diri dan menggapai cita-citanya serta meraih hal-hal yang diimpikannya selama ini.

Wallahu A’lam Bissawab.

Ayu Alfiah