Pecihitam.org – Ayah adalah imam keluarga, sebagai pendidik istri dan anak, dan ditengah kesibukannya sebagai orang yang wajib mencari nafkah, ia juga harus sempat mencurahkan kasih sayang kepada anak-anak. Ayah adalah sosok penting, bukan sekedar jadi pemimpin ia pun harus bisa jadi panutan.
Bahkan ia juga bertanggung jawab bagi keluarga bukan hanya di dunia namun juga akhirat. Oleh karena itu, kali ini pelu kiranya kita ketahui bagaimana sosok ayah teladan dari manusia paling agung di alam semesta, siapa lagi kalau bukan Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw adalah sosok teladan yang ideal sebagai seorang ayah bagi keluarganya. Bagaimana tidak, beliau yang sibuk mengurus pemerintahan, memimpin pasukan, menegakkan hukum, bernegosiasi dengan delegasi, mengajar para sahabat, menerima wahyu, dan mendakwahkan Islam.
Namun, di sela-sela kesibukannya, beliau Saw ternyata seorang yang bertanggung jawab dan penuh perhatian kepada keluarga, kepada anak-istri, cucu, bahkan anak-anak di sekitarnya. Rasulullah adalah sosok ayah terbaik, pelindung dan seorang yang lemah-lembut pada keluarga.
Hal itu tergambar jelas dalam salah satu hadits:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
“Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik kepada keluarga” (HR al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).
Daftar Pembahasan:
Penyayang Anak-anak
Nabi Muhammad SAW juga sosok penyayang dan ramah kepada anak-anak. Hal ini diakui langsung oleh Anas bin Malik yang kesehariannya hampir selalu bersama Rasulullah Saw.
Anas bin Malik berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih sayang kepada keluarga selain Rasulullah SAW.”
Keakraban Rasulullah Saw kepada mereka terlihat jelas dalam berbagai kesempatan. Pernah pada suatu ketika, beliau mencium salah seorang cucunya, Hasan bin ‘Ali.
Kejadian itu disaksikan secara langsung oleh al-Aqra‘ ibn Habis. Al-Aqra‘ pun berkomentar, “Aku memiliki sepuluh orang anak, tapi tak ada satu pun yang biasa kucium.”
Rasulullah Saw lantas menoleh ke Al-Aqra‘ dan menjawab, ”Siapa yang tak sayang, maka tak disayang,” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Mungkin saja al-Aqra‘ sempat berfikir bahwa laki-laki yang berkarakter kuat adalah mereka yang tak dekat dengan anak-anak. Namun, Rasulullah Saw dengan tegas menepis dugaan itu, sehingga spontan melontarkan jawaban, ”Siapa yang tak sayang, maka tak disayang.”
Jawaban tersebut jelas menunjukkan sikap beliau yang sangat berbudi luhur, penyayang, ramah dengan anak, dan tentunya sangat layak diteladani bagi para ayah di seluruh dunia ini.
Keluhuran, ketawadukan, dan kerendahan hati Rasulullah Saw benar-benar tak bisa dibandingkan dengan siapa pun. Bahkan keluhurannya sangat terlihat dengan tak sungkannya beliu sering membaur dan bergaul dengan anak kecil.
Pernah suatu saat ia menghibur Abu Umair anak Ummu Sulaim yang menangis karena kematian burung kesayangannya. Bentuk lain kasih sayang dan kelembutan Rasulullah Saw kepada anak-anak adalah beliau tidak membebani mereka di luar kemampuannya.
Disebutkan, pada saat perang Uhud, Rasulullah Saw kedatangan sejumlah anak yaitu ‘Abdullah ibn ‘Umar ibn al-Khathab, Usamah ibn Zayd, Usaid ibn Zhuhair, Zayd ibn Tsabit, Zayd ibn Arqam, ‘Arabah ibn Aus, ‘Amr ibn Hazm, Abu Sa‘id al-Khudri, dan Sa‘d ibn Habah. Mereka mengatkan ingin ikut berperang. Namun beliau Saw dengan halus menolak karena mereka masih kecil.
Dalam kesempatan lain, Rasulullah Saw bahkan tak ragu untuk meminta air dan membasuh air pipis anak kecil. Perhatian dan perlindungan Rasulullah SAw kepada anak-anak ini bukan sekadar perlakuan sepintas dan sewaktu-waktu, melainkan berlangsung berulang-ulang, sampai-sampai anak-anak kecil kerap menemui Rasul sepulang bepergian dan mengajaknya bermain atau bergurau dengan mereka. Nabi Muhammad seakan tak punya keperluan atau kesibukan selain bermain dengan anak-anak (lihat: Raghib al-Sirjani, Nabi Kaum Mustad‘afin, 2011, [Jakarta: Zaman], hal. 38).
Lebih dari Seorang Ayah
Kasih sayang dan kelembutan Rasulullah Saw bahkan jauh melebihih kasih sayang dan kelembutan seorang ayah kepada anaknya. Hal ini terlihat pada sebuah kejadian. Pernah pada suatu ketika Abu Bakar meminta izin untuk datang ke rumah Nabi Muhammd SAW.
Namun setiba di rumah Rasulullah, ia mendengar suara keras putrinya, ‘Aisyah radliyallahu ‘anha, kepada Rasulullah suaminya sendiri. Begitu masuk, Abu Bakar langsung meraih tangan putrinya dan bermaksud menamparnya, sambil berkata, “Tadi aku mendengarmu membentak Rasulullah SAW.”
Namun, niatnya itu segera dihalangi oleh Nabi Saw. Abu Bakar pun akhirnya pulang membawa kekesalan. Sementara setelah ayah mertuanya pulang, Rasulullah kemudian bertanya kepada Aisyah, istrinya, “Bagaimana menurutmu tentangku yang telah menyelamatkanmu dari pria tadi?”
Selama beberapa hari, Abu Bakar pun tak mau bicara, sampai kembali meminta izin mendatangi Rasulullah Saw. Ketika sampai di rumah beliau Saw, Abu Bakar mendapati keduanya sudah kembali rukun.
Abu Bakar berkata kepada keduanya, “Bawalah aku dalam kedamaian kalian berdua sebagaimana kalian membawaku dalam pertengkaran kalian.” Rasulullah SAW menjawab, “Sudah, sudah kami lakukan.”
Di sini terlihat jelas, bahwa kasih sayang Rasulullah Saw bahkan melebihi kasih sayang seorang ayah kepada anaknya sendiri. Abu Bakar yang hendak menampar sang putri, segera dihalangi beliau Saw. Itu tak mungkin lahir kecuali dari kasih sayang dan kelembutannya terhadap wanita.
Sosok Suami Teladan
Terlihat jelas, bahwa Rasulullah Saw juga seorang yang memahami karakter wanita. Begitu pula karakter, kebutuhan, dan kondisi psikologis anak-anak. Selain menjadi ayah terrbaik, beliau Saw juga dikenal sebagai suami yang lemah lembut dan tak sungkan membantu pekerjaan istrinya sendiri.
Dalam riwayat Imam Ahmad dikisahkan, suatu ketika, Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu anha pernah ditanya perihal aktivitas Rasulullah Saw saat di rumah.
‘Aisyah menjawab, “Rasulullah Saw biasa menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sandalnya, dan mengerjakan apa yang dikerjakan kaum pria di rumah.”
Kasih sayang dan kelembutan beliau itu kemudian ditularkannya kepada para sahabat. Beliau Saw mengajarkan agar mereka selalu berpesan kebaikan kepada istri-istri mereka. Sebagaimana hadits Nabi yang di riwayatkan Bukhari Muslim, Nabi bersabda, “Berpesanlah kalian kepada para wanita dengan kebaikan. Karena mereka laksana tawanan di sisi kalian.”
Bahkan, kedekatan hubungan antara laki-laki dan perempuan juga digambarkan pula dalam hadits lain sebagaimana yang diriwayatkan Imam at Tirmidzi, “Perempuan itu adalah saudara kandung laki-laki.”
Ini mengisyaratkan bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan, termasuk suami dengan istri, harus selalu baik layaknya dua orang yang bersaudara.
Rasulullah Saw juga berpesan kepada para suami agar tetap bersabar menghadapi sikap para wanita yang kurang disukai. Dalam hal ini beliau Saw bersabda:
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah marah seorang pria mukmin kepada seorang wanita mukmin. Jika tidak menyukai satu perangai darinya, maka sukailah perangai lainnya,” (Muslim dan Ahmad).
Demikianlah gambaran keluhuran sosok dan akhlak Rasulullah Saw yang sudah sepatutnya diteladani para suami dan para ayah. Semoga kita sebagai umatnya termasuk orang yang mampu meneladani perangai Rasulullah Saw.
Wallahua’lam bisshawab.