Surah Abasa Ayat 1-16; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Abasa Ayat 1-16

Pecihitam.org – Kandungan Surah Abasa Ayat 1-16 ini, sebelum membahas kandungan ayat ini, terlebih dahulu kita mengetahui isi surah. Surah ‘Abasa dimulai dengan sebuah kritikan terhadap Nabi Muhammad saw. saat dirinya berpaling dari seorang sahabat tunanetra, bernama Ibn Umm Maktûm, yang sangat berharap mendapatkan ilmu dan petunjuk dari Nabi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Saat itu, Rasulullah sedang sibuk menerima tamu dari kalangan pembesar Quraisy dengan harapan mereka akan memberikan respon yang baik atas ajakan dan dakwah beliau. Ayat-ayat berikutnya mengingatkan manusia akan nikmat-nikmat Tuhan yang diberikan kepada mereka semenjak lahir hingga ajal tiba. Sedang bagian akhir Surah ‘Abasa ini membicarakan tentang peristiwa hari kiamat.

Dalam ayat-ayat ini, Allah mengingatkan Nabi Muhammad, “Dan adapun orang seperti ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang datang kepadamu dengan bersegera untuk mendapat petunjuk dan rahmat dari Tuhannya, sedang ia takut kepada Allah jika ia jatuh ke dalam lembah kesesatan, maka kamu bersikap acuh tak acuh dan tidak memperhatikan permintaannya.”

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Abasa Ayat 1-16

Surah Abasa Ayat 1
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ

Terjemahan: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,

Tafsir Jalalain: عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ (Dia telah bermuka masam) yakni Nabi Muhammad telah bermuka masam (dan berpaling) yaitu memalingkan mukanya karena,.

Tafsir Ibnu Katsir: Lebih dari satu orang ahli tafsir yang menyebutkan bahwa pada suatu hari, Rasulullah saw. pernah berbicara dengan beberapa pembesar kaum Quraisy dan beliau berharap mereka mau memeluk Islam. Ketika beliau tengah berbicara dan mengajak mereka, tiba-tiba muncul Ibnu Ummi Maktum, dimana dia merupakan salah seorang yang memeluk Islam lebih awal.

Maka Ibnu Ummi Maktum bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai sesuatu seraya mendesak beliau. Dan Nabi sendiri berkeinginan andai saja waktu beliau itu cukup untuk berbicara dengan orang tersebut karena beliau memang sangat berharap dan berkeinginan untuk memberi petunjuk kepadanya.

Dan beliau bermuka masam kepada Ibnu Ummi Maktum seraya berpaling darinya dan menghadap orang lain. Maka turunlah firman Allah: عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ (Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,)

Tafsir Kemenag: Pada permulaan Surah ‘Abasa ini, Allah menegur Nabi Muhammad yang bermuka masam dan berpaling dari ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang buta, ketika sahabat ini menyela pembicaraan Nabi dengan beberapa tokoh Quraisy.

Saat itu ‘Abdullah bin Ummi Maktum bertanya dan meminta Nabi saw untuk membacakan dan mengajarkan beberapa wahyu yang telah diterima Nabi. Permintaan itu diulanginya beberapa kali karena ia tidak tahu Nabi sedang sibuk menghadapi beberapa pembesar Quraisy.

Sebetulnya Nabi saw sesuai dengan skala prioritas sedang menghadapi tokoh-tokoh penting yang diharapkan dapat masuk Islam karena hal ini akan mempunyai pengaruh besar pada perkembangan dakwah selanjutnya. Maka adalah manusiawi jika Nabi saw tidak memperhatikan pertanyaan ‘Abdullah bin Ummi Maktum, apalagi telah ada porsi waktu yang telah disediakan untuk pembicaraan Nabi dengan para sahabat.

Tetapi Nabi Muhammad sebagai manusia terbaik dan contoh teladan utama bagi setiap orang mukmin (uswah hasanah), maka Nabi tidak boleh membeda-bedakan derajat manusia.

Dalam menetapkan skala prioritas juga harus lebih memberi perhatian kepada orang kecil apalagi memiliki kelemahan seperti ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang buta dan tidak dapat melihat. Maka seharusnya Nabi lebih mendahulukan pembicaraan dengan ‘Abdullah bin Ummi Maktum daripada dengan para tokoh Quraisy.

Dalam peristiwa ini Nabi saw tidak mengatakan sepatah katapun kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang menyebabkan hatinya terluka, tetapi Allah melihat raut muka Nabi Muhammad saw yang masam itu dan tidak mengindahakan Ummi Maktum yang menyebabkan dia tersinggung.

Hikmah adanya teguran Allah kepada Nabi Muhammad juga memberi bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Nabi, tetapi betul-betul firman Allah. Teguran yang sangat keras ini tidak mungkin dikarang sendiri oleh Nabi.

‘Abdullah bin Ummi Maktum adalah seorang yang bersih dan cerdas. Apabila mendengarkan hikmah, ia dapat memeliharanya dan membersihkan diri dari kebusukan kemusyrikan. Adapun para pembesar Quraisy itu sebagian besar adalah orang-orang yang kaya dan angkuh sehingga tidak sepatutnya Nabi terlalu serius menghadapi mereka untuk diislamkan.

Tugas Nabi hanya sekadar menyampaikan risalah dan persoalan hidayah semata-mata berada di bawah kekuasaan Allah. Kekuatan manusia itu harus dipandang dari segi kecerdasan pikiran dan keteguhan hatinya serta kesediaan untuk menerima dan melaksanakan kebenaran.

Adapun harta, kedudukan, dan pengaruh kepemimpinan bersifat tidak tetap, suatu ketika ada dan pada saat yang lain hilang sehingga tidak bisa diandalkan.

Nabi sendiri setelah ayat ini turun selalu menghormati ‘Abdullah bin Ummi Maktum dan sering memuliakannya melalui sabda beliau, “Selamat datang kepada orang yang menyebabkan aku ditegur oleh Allah. Apakah engkau mempunyai keperluan?”.

Tafsir Quraish Shihab: Surah ‘Abasa dimulai dengan sebuah kritikan terhadap Nabi Muhammad saw. saat dirinya berpaling dari seorang sahabat tunanetra, bernama Ibn Umm Maktûm, yang sangat berharap mendapatkan ilmu dan petunjuk dari Nabi.

Saat itu, Rasulullah sedang sibuk menerima tamu dari kalangan pembesar Quraisy dengan harapan mereka akan memberikan respon yang baik atas ajakan dan dakwah beliau. Diharapkan, melalui para pemuka kaum itu, akan semakin bertambah kalangan yang akan memeluk agama Islam.

Ayat-ayat berikutnya mengingatkan manusia akan nikmat-nikmat Tuhan yang diberikan kepada mereka semenjak lahir hingga ajal tiba. Sedang bagian akhir Surah ‘Abasa ini membicarakan tentang peristiwa hari kiamat.

Ditegaskan dalam beberapa ayat bahwa manusia, kelak, hanya terpilah menjadi dua golongan saja. Pertama, orang-orang beriman yang bersukacita dan, kedua, orang-orang kafir pembuat kejahatan.]] Roman muka Nabi Muhammad telah berubah dan menampakkan kebencian seraya memalingkan diri,

Surah Abasa Ayat 2
أَن جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ

Terjemahan: karena telah datang seorang buta kepadanya.

Tafsir Jalalain: أَن جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ (telah datang seorang buta kepadanya) yaitu Abdullah bin Umi Maktum. Nabi saw. tidak melayaninya karena pada saat itu ia sedang sibuk menghadapi orang-orang yang diharapkan untuk dapat masuk Islam, mereka terdiri dari orang-orang terhormat kabilah Quraisy, dan ia sangat menginginkan mereka masuk Islam.

Sedangkan orang yang buta itu atau Abdullah bin Umi Maktum tidak mengetahui kesibukan Nabi saw. pada waktu itu, karena ia buta. Maka Abdullah bin Umi Maktum langsung menghadap dan berseru, “Ajarkanlah kepadaku apa-apa yang telah Allah ajarkan kepadamu.”

Baca Juga:  Surah Al-Maidah Ayat 54-56; Seri Tadabbur Al Qur'an

Akan tetapi Nabi saw. pergi berpaling darinya menuju ke rumah, maka turunlah wahyu yang menegur sikapnya itu, yaitu sebagaimana yang disebutkan dalam Surah ini. Nabi saw. setelah itu, apabila datang Abdullah bin Umi Maktum berkunjung kepadanya, beliau selalu mengatakan,

“Selamat datang orang yang menyebabkan Rabbku menegurku karenanya,” lalu beliau menghamparkan kain serbannya sebagai tempat duduk Abdullah bin Umi Maktum.

Tafsir Ibnu Katsir: أَن جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ (karena telah datang seorang buta kepadanya.)

Tafsir Kemenag: Pada permulaan Surah ‘Abasa ini, Allah menegur Nabi Muhammad yang bermuka masam dan berpaling dari ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang buta, ketika sahabat ini menyela pembicaraan Nabi dengan beberapa tokoh Quraisy.

Saat itu ‘Abdullah bin Ummi Maktum bertanya dan meminta Nabi saw untuk membacakan dan mengajarkan beberapa wahyu yang telah diterima Nabi. Permintaan itu diulanginya beberapa kali karena ia tidak tahu Nabi sedang sibuk menghadapi beberapa pembesar Quraisy.

Sebetulnya Nabi saw sesuai dengan skala prioritas sedang menghadapi tokoh-tokoh penting yang diharapkan dapat masuk Islam karena hal ini akan mempunyai pengaruh besar pada perkembangan dakwah selanjutnya. Maka adalah manusiawi jika Nabi saw tidak memperhatikan pertanyaan ‘Abdullah bin Ummi Maktum, apalagi telah ada porsi waktu yang telah disediakan untuk pembicaraan Nabi dengan para sahabat.

Tetapi Nabi Muhammad sebagai manusia terbaik dan contoh teladan utama bagi setiap orang mukmin (uswah hasanah), maka Nabi tidak boleh membeda-bedakan derajat manusia.

Dalam menetapkan skala prioritas juga harus lebih memberi perhatian kepada orang kecil apalagi memiliki kelemahan seperti ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang buta dan tidak dapat melihat. Maka seharusnya Nabi lebih mendahulukan pembicaraan dengan ‘Abdullah bin Ummi Maktum daripada dengan para tokoh Quraisy.

Dalam peristiwa ini Nabi saw tidak mengatakan sepatah katapun kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang menyebabkan hatinya terluka, tetapi Allah melihat raut muka Nabi Muhammad saw yang masam itu dan tidak mengindahakan Ummi Maktum yang menyebabkan dia tersinggung.

Hikmah adanya teguran Allah kepada Nabi Muhammad juga memberi bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Nabi, tetapi betul-betul firman Allah. Teguran yang sangat keras ini tidak mungkin dikarang sendiri oleh Nabi.

‘Abdullah bin Ummi Maktum adalah seorang yang bersih dan cerdas. Apabila mendengarkan hikmah, ia dapat memeliharanya dan membersihkan diri dari kebusukan kemusyrikan.

Adapun para pembesar Quraisy itu sebagian besar adalah orang-orang yang kaya dan angkuh sehingga tidak sepatutnya Nabi terlalu serius menghadapi mereka untuk diislamkan. Tugas Nabi hanya sekadar menyampaikan risalah dan persoalan hidayah semata-mata berada di bawah kekuasaan Allah.

Kekuatan manusia itu harus dipandang dari segi kecerdasan pikiran dan keteguhan hatinya serta kesediaan untuk menerima dan melaksanakan kebenaran. Adapun harta, kedudukan, dan pengaruh kepemimpinan bersifat tidak tetap, suatu ketika ada dan pada saat yang lain hilang sehingga tidak bisa diandalkan.

Nabi sendiri setelah ayat ini turun selalu menghormati ‘Abdullah bin Ummi Maktum dan sering memuliakannya melalui sabda beliau, “Selamat datang kepada orang yang menyebabkan aku ditegur oleh Allah. Apakah engkau mempunyai keperluan?”.

Tafsir Quraish Shihab: pada saat seorang tunanetra datang kepadanya menanyakan persoalan agama.

Surah Abasa Ayat 3
وَمَا يُدۡرِيكَ لَعَلَّهُۥ يَزَّكَّىٰٓ

Terjemahan: Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),

Tafsir Jalalain: وَمَا يُدۡرِيكَ (Tahukah kamu) artinya, mengertikah kamu لَعَلَّهُۥ يَزَّكَّىٰٓ (barangkali ia ingin membersihkan dirinya) dari dosa-dosa setelah mendengar dari kamu; lafal Yazzakkaa bentuk asalnya adalah Yatazakkaa, kemudian huruf Ta diidgamkan kepada huruf Za sehingga jadilah Yazzakkaa.

Tafsir Ibnu Katsir: وَمَا يُدۡرِيكَ لَعَلَّهُۥ يَزَّكَّىٰٓ (Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah menegur Rasul-Nya, “Apa yang memberitahukan kepadamu tentang keadaan orang buta ini? Boleh jadi ia ingin membersihkan dirinya dengan ajaran yang kamu berikan kepadanya atau ingin bermanfaat bagi dirinya dan ia mendapat keridaan Allah, sedangkan pengajaran itu belum tentu bermanfaat bagi orang-orang kafir Quraisy yang sedang kamu hadapi itu.”.

Tafsir Quraish Shihab: Tahukah kamu kalau-kalau orang buta itu akan membersihkan jiwanya melalui pelajaran yang mungkin didapat darimu?

Surah Abasa Ayat 4
أَوۡ يَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ ٱلذِّكۡرَىٰٓ

Terjemahan: atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?

Tafsir Jalalain: أَوۡ يَذَّكَّرُ (Atau dia ingin mendapatkan pelajaran) lafal Yadzdzakkaru bentuk asalnya adalah Yatadzakkaru, kemudian huruf Ta diidgamkan kepada huruf Dzal sehingga jadilah Yadzdzakkaru, artinya mengambil pelajaran dan nasihat فَتَنفَعَهُ ٱلذِّكۡرَىٰٓ (lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya) atau nasihat yang telah didengarnya dari kamu bermanfaat bagi dirinya. Menurut suatu qiraat lafal Fatanfa’ahu dibaca Fatanfa’uhu, yaitu dibaca Nashab karena menjadi Jawab dari Tarajji atau lafal La’allahuu tadi.

Tafsir Ibnu Katsir: أَوۡ يَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ ٱلذِّكۡرَىٰٓ (“Atau dia [ingin] mendapatkan pengajaran lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?”) maksudnya telah sampai kepadanya nasehat dan peringatan akan berbagai macam hal yang haram.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah menegur Rasul-Nya, “Apa yang memberitahukan kepadamu tentang keadaan orang buta ini? Boleh jadi ia ingin membersihkan dirinya dengan ajaran yang kamu berikan kepadanya atau ingin bermanfaat bagi dirinya dan ia mendapat keridaan Allah, sedangkan pengajaran itu belum tentu bermanfaat bagi orang-orang kafir Quraisy yang sedang kamu hadapi itu.”.

Tafsir Quraish Shihab: Atau akan mengambil nasihat yang bermanfaat bagi dirinya?

Surah Abasa Ayat 5
أَمَّا مَنِ ٱسۡتَغۡنَىٰ

Terjemahan: Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,

Tafsir Jalalain: أَمَّا مَنِ ٱسۡتَغۡنَىٰ (Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup) karena memiliki harta.

Tafsir Ibnu Katsir: أَمَّا مَنِ ٱسۡتَغۡنَىٰ (Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,) maksudnya, adapun terhadap orang yang kaya maka engkau menghadapinya, barangkali dia mendapat petunjukk.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah melanjutkan teguran-Nya, “Adapun orang-orang kafir Mekah yang merasa dirinya serba cukup dan mampu, mereka tidak tertarik untuk beriman padamu, mengapa engkau bersikap terlalu condong pada mereka dan ingin sekali supaya mereka masuk Islam.”.

Tafsir Quraish Shihab: Sedang kalangan yang berharta dan berkedudukan, kamu sudi menemui mereka. Keinginanmu sangat besar untuk dapat menyampaikan misi dakwahmu pada mereka.

Surah Abasa Ayat 6
فَأَنتَ لَهُۥ تَصَدَّىٰ

Terjemahan: maka kamu melayaninya.

Baca Juga:  Surah At-Taubah Ayat 6; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Tafsir Jalalain: فَأَنتَ لَهُۥ تَصَدَّىٰ (Maka kamu melayaninya) atau menerima dan mengajukan tawaranmu; menurut suatu qiraat lafal Tashaddaa dibaca Tashshaddaa yang bentuk asalnya adalah Tatashaddaa, kemudian huruf Ta kedua diidgamkan kepada huruf Shad, sehingga jadilah Tashshaddaa.

Tafsir Ibnu Katsir: فَأَنتَ لَهُۥ تَصَدَّىٰ (maka kamu melayaninya.)

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah melanjutkan teguran-Nya, ?Adapun orang-orang kafir Mekah yang merasa dirinya serba cukup dan mampu, mereka tidak tertarik untuk beriman padamu, mengapa engkau bersikap terlalu condong pada mereka dan ingin sekali supaya mereka masuk Islam.?.

Tafsir Quraish Shihab: Sedang kalangan yang berharta dan berkedudukan, kamu sudi menemui mereka. Keinginanmu sangat besar untuk dapat menyampaikan misi dakwahmu pada mereka.

Surah Abasa Ayat 7
وَمَا عَلَيۡكَ أَلَّا يَزَّكَّىٰ

Terjemahan: Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).

Tafsir Jalalain: وَمَا عَلَيۡكَ أَلَّا يَزَّكَّىٰ (Padahal tidak ada celaan atasmu kalau dia tidak membersihkan diri) yakni orang yang serba berkecukupan itu tidak beriman.

Tafsir Ibnu Katsir: وَمَا عَلَيۡكَ أَلَّا يَزَّكَّىٰ (“Padalah tidak ada [celaan] atasmu kalau dia tidak membersihkan diri [beriman].” Artinya, engkau tidak dituntut melakukan hal itu jika dia tidak membersihkan dirinya.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah melanjutkan teguran-Nya, “Adapun orang-orang kafir Mekah yang merasa dirinya serba cukup dan mampu, mereka tidak tertarik untuk beriman padamu, mengapa engkau bersikap terlalu condong pada mereka dan ingin sekali supaya mereka masuk Islam.”.

Tafsir Quraish Shihab: Apakah kamu bersalah jika mereka tidak mau membersihkan jiwa dengan keimanan?

Surah Abasa Ayat 8
وَأَمَّا مَن جَآءَكَ يَسۡعَىٰ

Terjemahan: Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),

Tafsir Jalalain: وَأَمَّا مَن جَآءَكَ يَسۡعَىٰ (Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera) lafal Yas’aa berkedudukan sebagai Haal atau kata keterangan keadaan bagi Fa’il atau subjek yang terkandung di dalam lafal Jaa-a.

Tafsir Ibnu Katsir: وَأَمَّا مَن جَآءَكَ يَسۡعَىٰ (Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah mengingatkan Nabi Muhammad, “Dan adapun orang seperti ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang datang kepadamu dengan bersegera untuk mendapat petunjuk dan rahmat dari Tuhannya, sedang ia takut kepada Allah jika ia jatuh ke dalam lembah kesesatan, maka kamu bersikap acuh tak acuh dan tidak memperhatikan permintaannya.”.

Tafsir Quraish Shihab: Sementara orang yang datang kepadamu dengan maksud mencari ilmu dan mengharap petunjuk, dan merasa takut pada Allah, kamu tinggalkan.

Surah Abasa Ayat 9
وَهُوَ يَخۡشَىٰ

Terjemahan: sedang ia takut kepada (Allah),

Tafsir Jalalain: وَهُوَ يَخۡشَىٰ (Sedangkan ia takut) kepada Allah swt.; lafal Yakhsyaa menjadi Haal dari fa’il yang terdapat di dalam lafal Yas’aa, yang dimaksud adalah si orang buta itu atau Abdullah bin Umi Maktum.

Tafsir Ibnu Katsir: وَهُوَ يَخۡشَىٰ (sedang ia takut kepada (Allah), maksudnya dia menuju kepadamu dan menjadikanmu sebagai imam agar dia mendapat petunjuk melalui apa yang kamu katakan kepadanya.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah mengingatkan Nabi Muhammad, “Dan adapun orang seperti ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang datang kepadamu dengan bersegera untuk mendapat petunjuk dan rahmat dari Tuhannya, sedang ia takut kepada Allah jika ia jatuh ke dalam lembah kesesatan, maka kamu bersikap acuh tak acuh dan tidak memperhatikan permintaannya.”.

Tafsir Quraish Shihab: Sementara orang yang datang kepadamu dengan maksud mencari ilmu dan mengharap petunjuk, dan merasa takut pada Allah, kamu tinggalkan.

Surah Abasa Ayat 10
فَأَنتَ عَنۡهُ تَلَهَّىٰ

Terjemahan: maka kamu mengabaikannya.

Tafsir Jalalain: فَأَنتَ عَنۡهُ تَلَهَّىٰ (Maka kamu mengabaikannya) artinya, tiada memperhatikannya sama sekali; lafal Talahhaa asalnya Tatalahhaa, kemudian salah satu dari kedua huruf Ta dibuang, sehingga jadilah Talahhaa.

Tafsir Ibnu Katsir: فَأَنتَ عَنۡهُ تَلَهَّىٰ (“Maka kamu mengabaikannya.”) yakni kamu lalai.

Berdasarkan hal tersebut, Allah memerintahkan Rasul-Nya agar tidak mengkhususkan pemberian peringatan itu hanya kepada seseorang saja, tetapi hendaklah beliau bertindak sama; antara orang mulia, orang lemah, orang miskin, orang kaya, orang terhormat, hamba sahaya, laki-laki, perempuan, anak-anak, dan orang-orang dewasa. Kemudian Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus. Dia-lah yang memiliki hikmah yang memadai dan hujjah yang pasti.

Demikianlah yang dikemukakan oleh ‘Urwah bin az-Zubair, Mujahid, Abu Malik, Qatadah, adl-Dlahhak, Ibnu Zaid, dan lain-lain dari kaum Salaf dan Khalaf, yaitu bahwa surah ini turun berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum. Dan yang masyhur, dia bernama ‘Abdullah. Ada juga yang menyebutnya ‘Amr. Wallaahu a’lam.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah mengingatkan Nabi Muhammad, “Dan adapun orang seperti ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang datang kepadamu dengan bersegera untuk mendapat petunjuk dan rahmat dari Tuhannya, sedang ia takut kepada Allah jika ia jatuh ke dalam lembah kesesatan, maka kamu bersikap acuh tak acuh dan tidak memperhatikan permintaannya.”.

Tafsir Quraish Shihab: Sementara orang yang datang kepadamu dengan maksud mencari ilmu dan mengharap petunjuk, dan merasa takut pada Allah, kamu tinggalkan.

Surah Abasa Ayat 11
كَلَّآ إِنَّهَا تَذۡكِرَةٌ

Terjemahan: Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,

Tafsir Jalalain: كَلَّآ (Sekali-kali jangan) berbuat demikian, yakni janganlah kamu berbuat hal yang serupa lagi. إِنَّهَا (Sesungguhnya hal ini) maksudnya, Surah ini atau ayat-ayat ini تَذۡكِرَةٌ (adalah suatu peringatan) suatu pelajaran bagi makhluk semuanya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: كَلَّآ إِنَّهَا تَذۡكِرَةٌ (“Sekali-sekali jangan [demikian]! Sesungguhnya ajaran-ajaran Rabb itu adalah suatu peringatan.”) yakni, surah ini atau wasiat agar berlaku sama kepada seluruh ummat manusia dalam menyampaikan ilmu baik antara orang mulia maupun yang hina. Mengenai firman-Nya ini Qatadah dan as-Suddi mengatakan: “Yakni al-Qur’an.”

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menegur Nabi-Nya agar tidak lagi mengulangi tindakan-tindakan seperti itu yaitu ketika ia menghadapi Ibnu Ummi Maktum dan al-Walid bin al-Mugirah beserta kawan-kawannya.

Sesungguhnya pengajaran Allah itu adalah suatu peringatan dan nasihat untuk menyadarkan orang-orang yang lupa atau tidak memperhatikan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Tuhannya.

Barang siapa yang menghendaki peringatan yang jelas dan gamblang, tentu ia memperhatikan dan beramal sesuai dengan kehendak hidayah itu. Apalagi jika diperhatikan bahwa hidayah itu berasal dari kitab-kitab yang mulia seperti diterangkan dalam ayat-ayat berikutnya.

Baca Juga:  Surah Al-Qamar Ayat 41-46; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Quraish Shihab: Sungguh ayat-ayat ini hendaknya dapat menjadi pelajaran.

Surah Abasa Ayat 12
فَمَن شَآءَ ذَكَرَهُۥ

Terjemahan: maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya,

Tafsir Jalalain: فَمَن شَآءَ ذَكَرَهُۥ (Maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya) atau tentu ia menghafalnya kemudian menjadikannya sebagai nasihat bagi dirinya.

Tafsir Ibnu Katsir: فَمَن شَآءَ ذَكَرَهُۥ (“Karenanya, barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya.”) artinya, berangsiapa yang mengingat Allah Ta’ala dalam segala urusannya. Ada kemungkinan bahwa dhamir [kata ganti] dalam ayat ini kembali kepada wahyu, karena adanya dalil kalam [pembicaraan] padanya.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menegur Nabi-Nya agar tidak lagi mengulangi tindakan-tindakan seperti itu yaitu ketika ia menghadapi Ibnu Ummi Maktum dan al-Walid bin al-Mugirah beserta kawan-kawannya.

Sesungguhnya pengajaran Allah itu adalah suatu peringatan dan nasihat untuk menyadarkan orang-orang yang lupa atau tidak memperhatikan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Tuhannya. Barang siapa yang menghendaki peringatan yang jelas dan gamblang, tentu ia memperhatikan dan beramal sesuai dengan kehendak hidayah itu. Apalagi jika diperhatikan bahwa hidayah itu berasal dari kitab-kitab yang mulia seperti diterangkan dalam ayat-ayat berikutnya.

Tafsir Quraish Shihab: Barangsiapa yang berkeinginan, hendaknya mengambil pelajaran dari al-Qur’ân.

Surah Abasa Ayat 13
فِى صُحُفٍ مُّكَرَّمَةٍ

Terjemahan: di dalam kitab-kitab yang dimuliakan,

Tafsir Jalalain: فِى صُحُفٍ (Di dalam kitab-kitab) menjadi Khabar yang kedua, karena sesungguhnya ia dan yang sebelumnya berkedudukan sebagai jumlah Mu’taridhah atau kalimat sisipan مُّكَرَّمَةٍ (yang dimuliakan) di sisi Allah.

Tafsir Ibnu Katsir: فِى صُحُفٍ مُّكَرَّمَةٍ (di dalam kitab-kitab yang dimuliakan,) maksudnya, surah atau kisah ini atau kedua-duanya atau bahkan seluruh kandungan al-Qur’an dalam mushaf yang dimuliakan, yaitu diagungkan dan dihormati.

Tafsir Kemenag: Al-Qur’an adalah salah satu dari kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi. Ia merupakan kitab yang mulia dan tinggi nilai ajarannya dan disucikan dari segala macam bentuk pengaruh setan. Al-Qur’an diturunkan dengan perantaraan para penulis yaitu para malaikat yang sangat mulia lagi berbakti, sebagaimana dalam firman Allah:

Yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (at-Tahrim/66: 6).

Tafsir Quraish Shihab: Al-Qur’ân itu berada dalam lembaran-lembaran yang dimuliakan di sisi Allah,

Surah Abasa Ayat 14
مَّرۡفُوعَةٍ مُّطَهَّرَةٍۢ

Terjemahan: yang ditinggikan lagi disucikan,

Tafsir Jalalain: مَّرۡفُوعَةٍ (Yang ditinggikan) di langit مُّطَهَّرَةٍۢ (lagi disucikan) dari sentuhan setan.

Tafsir Ibnu Katsir: مَّرۡفُوعَةٍ (“yang ditinggikan.”), yakni yang mempunyai kedudukan yang tinggi. مُّطَهَّرَةٍۢ (“lagi disucikan.”) yakni dari kotoran, bambahan dan kekurangan.

Tafsir Kemenag: Al-Qur’an adalah salah satu dari kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi. Ia merupakan kitab yang mulia dan tinggi nilai ajarannya dan disucikan dari segala macam bentuk pengaruh setan. Al-Qur’an diturunkan dengan perantaraan para penulis yaitu para malaikat yang sangat mulia lagi berbakti, sebagaimana dalam firman Allah:

Yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (at-Tahrim/66: 6).

Tafsir Quraish Shihab: pada kedudukan yang tinggi, dan amat jauh dari kekurangan.

Surah Abasa Ayat 15
بِأَيۡدِى سَفَرَةٍ

Terjemahan: di tangan para penulis (malaikat),

Tafsir Jalalain: بِأَيۡدِى سَفَرَةٍ (Di tangan para penulis) yakni malaikat-malaikat yang menukilnya dari Lohmahfuz.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman-Nya: بِأَيۡدِى سَفَرَةٍ (“Di tangan para penulis.”) Ibnu ‘Abbas, Mujahid, adl-Dlahhak, dan Ibnu Zaid mengatakan: “Yaitu para malaikat.” Kata safarah berarti menjadi utusan antara Allah dan makhluk-Nya. Dari kata itu pula muncul kata as-safir yang berarti duta, yakni orang yang mengusahakan perdamaian dan perbaikan di antara ummat manusia.

Tafsir Kemenag: Al-Qur’an adalah salah satu dari kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi. Ia merupakan kitab yang mulia dan tinggi nilai ajarannya dan disucikan dari segala macam bentuk pengaruh setan. Al-Qur’an diturunkan dengan perantaraan para penulis yaitu para malaikat yang sangat mulia lagi berbakti, sebagaimana dalam firman Allah:

Yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (at-Tahrim/66: 6).

Tafsir Quraish Shihab: Dalam genggaman para malaikat yang dijadikan sebagai perantara oleh Allah antara diri-Nya dan para rasul.

Surah Abasa Ayat 16
كِرَامٍۢ بَرَرَةٍ

Terjemahan: yang mulia lagi berbakti.

Tafsir Jalalain: كِرَامٍۢ بَرَرَةٍ (Yang mulia lagi berbakti) artinya, semuanya taat kepada Allah swt.; mereka itu adalah malaikat-malaikat.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: كِرَامٍۢ بَرَرَةٍ (“Yang mulia lagi berbakti.”) yakni perangai mereka sangat mulia lagi baik. Akhlak dan perbuatan mereka tampak sangat jelas, suci dan sempurna. Bertolak dari sini, maka orang yang mengemban al-Qur’an hendaklah perbuatan dan ucapannya benar-benar lurus dan tidak menyimpang.

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah ra. dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang membaca al-Qur’an sedang ia pandai membacanya adalah bersama para Malaikat yang mulia lagi berbakti. Dan orang yang membaca al-Qur’an sedang ia merasa kesulitan, maka baginya dua pahala.” Diriwayatkan oleh al-Jama’ah melalui jalan Qatadah.

Tafsir Kemenag: Al-Qur’an adalah salah satu dari kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi. Ia merupakan kitab yang mulia dan tinggi nilai ajarannya dan disucikan dari segala macam bentuk pengaruh setan. Al-Qur’an diturunkan dengan perantaraan para penulis yaitu para malaikat yang sangat mulia lagi berbakti, sebagaimana dalam firman Allah:

Yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (at-Tahrim/66: 6).

Tafsir Quraish Shihab: Malaikat-malaikat yang berperangai baik dan selalu mengerjakan kebaikan

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Abasa Ayat 1-16 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S