Pecihitam.org – Kandungan Surah Adz-Dzariyat Ayat 38-46 ini, menerangkan bahwa dalam kisah Musa terdapat suatu iktibar untuk orang-orang yang berpikir. Yaitu ketika Allah mengutus Musa kepada Fir’aun dengan mengemukakan keterangan yang meyakinkan serta diperkuat dengan mukjizat yang nyata yang dapat disaksikan dengan mata kepala manusia pada waktu itu.
Namun, Fir’aun menolak ajaran Musa dan membangkang seraya mengatakan bahwa apa yang dibawa oleh Musa itu adalah kebohongan belaka.
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Adz-Dzariyat Ayat 38-46
Surah Adz-Dzariyat Ayat 38
وَفِى مُوسَىٰٓ إِذۡ أَرۡسَلۡنَٰهُ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ بِسُلۡطَٰنٍ مُّبِينٍ
Terjemahan: Dan juga pada Musa (terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami mengutusnya kepada Fir’aun dengan membawa mukjizat yang nyata.
Tafsir Jalalain: وَفِى مُوسَىٰٓ (Dan juga pada Musa) di-‘athaf-kan kepada lafal Fiihaa. Maknanya, Dan Kami jadikan pada kisah Musa suatu tanda إِذۡ أَرۡسَلۡنَٰهُ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ (ketika Kami mengutusnya kepada Firaun) بِسُلۡطَٰنٍ مُّبِينٍ (dengan membawa bukti yang nyata) yakni hujjah yang jelas dan terang.
Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman: وَفِى مُوسَىٰٓ إِذۡ أَرۡسَلۡنَٰهُ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ بِسُلۡطَٰنٍ مُّبِينٍ (“Dan juga pada Musa [terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah] ketika Kami mengutusnya kepada Fir’aun dengan membawa mukjizat yang nyata.”) yakni, dengan membawa dalil yang jelas dan hujjah yang pasti.
Tafsir Kemenag: Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa dalam kisah Musa terdapat suatu iktibar untuk orang-orang yang berpikir. Yaitu ketika Allah mengutus Musa kepada Fir’aun dengan mengemukakan keterangan yang meyakinkan serta diperkuat dengan mukjizat yang nyata yang dapat disaksikan dengan mata kepala manusia pada waktu itu.
Tafsir Quraish Shihab: Dalam kisah Nabi Mýûsâ juga terdapat pelajaran. Yaitu ketika Kami mengutusnya dengan didukung oleh bukti yang jelas.
Surah Adz-Dzariyat Ayat 39
فَتَوَلَّىٰ بِرُكۡنِهِۦ وَقَالَ سَٰحِرٌ أَوۡ مَجۡنُونٌ
Terjemahan: Maka dia (Fir’aun) berpaling (dari iman) bersama tentaranya dan berkata: “Dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila”.
Tafsir Jalalain: فَتَوَلَّىٰ (Maka dia berpaling) yakni Firaun tidak mau beriman بِرُكۡنِهِۦ (bersama tentaranya) bersama dengan pasukannya; di sini bala tentara dinamakan Ar Rukn yang arti asalnya adalah pilar karena memang bala tentara itu adalah pilar atau penopang bagi pemimpinnya وَقَالَ (dan berkata) kepada Nabi Musa, bahwa سَٰحِرٌ أَوۡ مَجۡنُونٌ (dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila).
Tafsir Ibnu Katsir: فَتَوَلَّىٰ بِرُكۡنِهِۦ (“Maka dia [Fir’aun] berpaling [dari iman] bersama tentaranya.”) maksudnya, Fir’aun berpaling dari kebenaran nyata yang dibawa oleh Musa sebagai bentuk kesombongan dan pembangkangan.
Mengenai firman-Nya: فَتَوَلَّىٰ بِرُكۡنِهِۦ (“Maka dia [Fir’aun] berpaling [dari iman] bersama tentaranya.”) Ibnu Zaid mengatakan: “Yakni, dengan pasukannya yang ada bersamanya.” Kemudian ia membacakan:
قَالَ لَوۡ أَنَّ لِى بِكُمۡ قُوَّةً أَوۡ ءَاوِىٓ إِلَىٰ رُكۡنٍ شَدِيدٍ (“Seandainnya aku ada mempunyai kekuatan [untuk menolak kamu] atau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat [tentu aku lakukan]”)(Huud: 80) dan makna yang pertama adalah lebih kuat.
وَقَالَ سَٰحِرٌ أَوۡ مَجۡنُونٌ (“Dan berkata: ‘Dia adalah seorang tukang sihir atau orang gila.”) maksudnya, dirimu tidak lepas dari dua sifat, sebagai seorang penyihir atau orang gila.
Tafsir Kemenag: Namun, Fir’aun menolak ajaran Musa dan membangkang seraya mengatakan bahwa apa yang dibawa oleh Musa itu adalah kebohongan belaka. Penolakan Fir’aun dilakukannya dengan berbangga atas bala tentaranya, pengawalnya, menteri-menterinya, kekuatannya dan kekuasaannya sambil berkata, “Sesungguhnya Musa itu tukang sihir yang ahli atau orang gila.” Ucapan Fir’aun seperti itu diungkapkan dalam Al-Qur’an:
Dia (Fir’aun) berkata, “Sungguh, rasulmu yang diutus kepada kamu benar-benar orang gila.” (asy-Syu’ara’/26: 27)
Fir’aun bermaksud agar kaumnya menolak seruan Musa, sehingga mereka tidak memperhatikan serta memikirkan apa yang telah diserukan. Hal ini disebabkan Fir’aun takut kehilangan pengaruhnya, dan keruntuhan kekuasaannya, serta takut akan kehilangan kekayaan, wibawa dan kedudukannya. (.
Tafsir Quraish Shihab: Karena merasa kuat, Fir’aun tidak percaya kepada Mûsâ. Fir’aun berkata, “Dia adalah seorang penyair dan gila.”
Surah Adz-Dzariyat Ayat 40
فَأَخَذۡنَٰهُ وَجُنُودَهُۥ فَنَبَذۡنَٰهُمۡ فِى ٱلۡيَمِّ وَهُوَ مُلِيمٌ
Terjemahan: Maka Kami siksa dia dan tentaranya lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut, sedang dia melakukan pekerjaan yang tercela.
Tafsir Jalalain: فَأَخَذۡنَٰهُ وَجُنُودَهُۥ فَنَبَذۡنَٰهُمۡ (Maka Kami siksa dia dan bala tentaranya lalu Kami lemparkan mereka) Kami campakkan mereka فِى ٱلۡيَمِّ (ke dalam laut) hingga tenggelamlah mereka وَهُوَ (sedangkan dia) yakni Firaun مُلِيمٌ (melakukan pekerjaan yang tercela) yaitu mendustakan rasul-rasul dan mengaku-ngaku menjadi Tuhan.
Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman: فَأَخَذۡنَٰهُ وَجُنُودَهُۥ فَنَبَذۡنَٰهُمۡ فِى ٱلۡيَمِّ وَهُوَ مُلِيمٌ (“Maka kami siksa dia dan tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut, sedang dia melakukan pekerjaan yang tercela.”) yakni, dalam keadaan hina dina, kafir, ingkar dan membangkang.
Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt sangat murka kepada Fir’aun dan bala tentaranya. Mereka semua dilemparkan dan dibenamkan ke dalam laut dengan mendapat cercaan karena kekufuran dan kedurhakaan mereka.
Hal yang demikian itu sebagai tanda besarnya kekuasaan Allah untuk merendahkan orang-orang yang ingkar dan sebagai tanda bahwa mereka menerima akibat yang buruk. Juga sebagai balasan atas kesombongan dan keingkaran mereka terhadap perintah pencipta.
Tafsir Quraish Shihab: Maka Kami menyiksa Fir’aun dan orang-orang yang ia banggakan. Mereka Kami campakkan ke laut dalam keadaan kafir dan sombong yang tercela.
Surah Adz-Dzariyat Ayat 41
وَفِى عَادٍ إِذۡ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِمُ ٱلرِّيحَ ٱلۡعَقِيمَ
Terjemahan: Dan juga pada (kisah) Aad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan,
Tafsir Jalalain: وَفِى (Dan juga pada) kisah pembinasaan kaum عَادٍ (Ad) terdapat tanda yang dijadikan sebagai pelajaran إِذۡ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِمُ ٱلرِّيحَ ٱلۡعَقِيمَ (ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan) yaitu angin yang sama sekali tidak membawa kebaikan, karena tidak membawa air hujan dan tidak dapat menyerbukkan pohon-pohon, angin ini dinamakan angin puting beliung.
Tafsir Ibnu Katsir: Setelah itu Allah berfirman: وَفِى عَادٍ إِذۡ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِمُ ٱلرِّيحَ ٱلۡعَقِيمَ (“Dan juga pada kisah ‘Aad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan.”) yakni angin yang mengakibatkan kerusakan, tidak menghasilkan manfaat sedikitpun. Demikian yang dikatakan adl-Dlahhak, Qatadah, dan ulama lainnya.
Mengenai firman Allah Ta’ala: إِذۡ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِمُ ٱلرِّيحَ ٱلۡعَقِيمَ (“ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan.”) Sa’id bin al-Musayyab dan ulama lainnya berkata: “Mereka mengatakan: ‘Ia adalah angin selatan.’” Dan ditegaskan dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia bercerita bahwa Rasulullah bersabda: “Aku telah ditolong [oleh Allah] dengan angin timur dan kaum ‘Aad dibinasakan [oleh Allah] dengan angin barat.”
Tafsir Kemenag: Kemudian dalam ayat ini Allah swt menceritakan tentang kisah binasanya kaum ‘Ad. Bahwa bencana yang menimpa kaum itu mestinya dijadikan iktibar bagi orang-orang yang berpikir. Yaitu ketika Allah swt menurunkan angin panas yang membinasakan mereka sehingga tidak satu pun yang tersisa kecuali kehancuran dan kemusnahan, baik manusia dan hewan maupun bangunan.
Tegasnya tidak seorang pun dari mereka yang selamat akibat angin panas dan hembusan api itu, lagi pula tidak satu bangunan pun yang tidak musnah, semuanya menjadi puing-puing dan hancur lebur.
Tafsir Quraish Shihab: Dalam kisah kaum ‘Ad juga terdapat pelajaran. Yaitu ketika Kami mengirimkan angin yang tidak membawa kebaikan kepada mereka.
Surah Adz-Dzariyat Ayat 42
مَا تَذَرُ مِن شَىۡءٍ أَتَتۡ عَلَيۡهِ إِلَّا جَعَلَتۡهُ كَٱلرَّمِيمِ
Terjemahan: angin itu tidak membiarkan satupun yang dilaluinya, melainkan dijadikannya seperti serbuk.
Tafsir Jalalain: مَا تَذَرُ مِن شَىۡءٍ (Angin itu tidak membiarkan sesuatu pun) baik jiwa atau harta benda أَتَتۡ عَلَيۡهِ إِلَّا جَعَلَتۡهُ كَٱلرَّمِيمِ (yang dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk) yakni sebagai barang rongsokan yang tercabik-cabik.
Tafsir Ibnu Katsir: Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: مَا تَذَرُ مِن شَىۡءٍ أَتَتۡ عَلَيۡهِ (“Angin itu tidak membiarkan sesuatupun yang dilandanya.”) yakni segala sesuatu dirusak oleh angin itu. إِلَّا جَعَلَتۡهُ كَٱلرَّمِيمِ (“Melainkan dijadikannya seperti serbuk”) maksudnya menjadi seperti sesuatu yang hancur berkeping-keping. Wallahu a’lam.
Tafsir Kemenag: Kemudian dalam ayat ini Allah swt menceritakan tentang kisah binasanya kaum ‘Ad. Bahwa bencana yang menimpa kaum itu mestinya dijadikan iktibar bagi orang-orang yang berpikir. Yaitu ketika Allah swt menurunkan angin panas yang membinasakan mereka sehingga tidak satu pun yang tersisa kecuali kehancuran dan kemusnahan, baik manusia dan hewan maupun bangunan.
Tegasnya tidak seorang pun dari mereka yang selamat akibat angin panas dan hembusan api itu, lagi pula tidak satu bangunan pun yang tidak musnah, semuanya menjadi puing-puing dan hancur lebur.
Tafsir Quraish Shihab: Angin itu tidak membiarkan suatu pun yang diterpanya melainkan dijadikannya seperti tulang yang hancur.
Surah Adz-Dzariyat Ayat 43
وَفِى ثَمُودَ إِذۡ قِيلَ لَهُمۡ تَمَتَّعُواْ حَتَّىٰ حِينٍ
Terjemahan: Dan pada (kisah) kaum Tsamud ketika dikatakan kepada mereka: “Bersenang-senanglah kalian sampai suatu waktu”.
Tafsir Jalalain: وَفِى (Dan pada) kisah pembinasaan kaum ثَمُودَ (Tsamud) terdapat tanda yang dijadikan sebagai pelajaran إِذۡ قِيلَ لَهُمۡ (ketika dikatakan kepada mereka) sesudah mereka menyembelih unta, تَمَتَّعُواْ حَتَّىٰ حِينٍ (“Bersenang-senanglah kalian sampai suatu waktu”) yakni sampai habisnya ajal kalian, dan di dalam ayat lain disebutkan, “Bersukarialah kamu sekalian di rumah kalian selama tiga, hari.” (Q.S. Hud, 65).
Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَفِى ثَمُودَ إِذۡ قِيلَ لَهُمۡ تَمَتَّعُواْ حَتَّىٰ حِينٍ (“Dan pada [kisah] kaum Tsamud ketika dikatakan kepada mereka: ‘Bersenang-senanglah kamu sampai suatu waktu.’”) Ibnu Jarir mengatakan: “Yakni sampai batas waktu berakhirnya ajal.”
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah swt menerangkan kisah kaum Samud yang berisi nasihat bagi yang sadar dan yang memikirkan tandatanda kenyataan adanya Tuhan. Yaitu ketika Nabi Saleh mengatakan kepada mereka supaya bersenang-senang di rumah mereka sampai datang azab Tuhan. Ayat lain yang bersamaan maksudnya, Allah berfirman: Bersukarialah kamu semua di rumahmu selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan. (Hud/11: 65)
Setelah melalui tiga hari yang dijanjikan, Allah membinasakan mereka dengan azab yang berupa petir sebagaimana firman Allah berikut:
Dan adapun kaum Samud, mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan) daripada petunjuk itu, maka mereka disambar petir sebagai azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan. (Fussilat/41: 17)
Kemudian setelah itu diturunkan kepada mereka azab yang tidak akan bisa mereka tolak. Akan tetapi mereka mengatakan bahwa semua itu hanyalah kabar bohong belaka, bahkan mereka berlaku sombong tanpa mengkhawatirkan akibat dari ancaman Tuhan tersebut.
Maka selanjutnya Allah swt menurunkan petir dari langit menyambar mereka, dan menghapuskan mereka semuanya, mereka melihat dan mengalami kejadian itu. Bencana tersebut adalah balasan atas dosa mereka dan atas kejahilan yang mereka lakukan.
Tafsir Quraish Shihab: Dan dalam kisah kaum Tsamûd juga terdapat tanda kekuasaan Allah. Yaitu ketika dikatakan kepada mereka, “Bersenang-senanglah di negeri kalian sampai waktu yang ditentukan.” Mereka enggan dan berlaku angkuh, tidak memenuhi perintah Tuhan. Maka mereka disambar petir sampai binasa. Mereka menyaksikan sendiri peristiwa itu terjadi pada mereka.
Surah Adz-Dzariyat Ayat 44
فَعَتَوۡاْ عَنۡ أَمۡرِ رَبِّهِمۡ فَأَخَذَتۡهُمُ ٱلصَّٰعِقَةُ وَهُمۡ يَنظُرُونَ
Terjemahan: Maka mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhannya, lalu mereka disambar petir dan mereka melihatnya.
Tafsir Jalalain: فَعَتَوۡاْ (Maka mereka berlaku angkuh) bersikap sombong عَنۡ أَمۡرِ رَبِّهِمۡ (terhadap perintah Rabb mereka) yaitu mereka tidak mau mengerjakannya فَأَخَذَتۡهُمُ ٱلصَّٰعِقَةُ (lalu mereka disambar petir) yakni teriakan yang membinasakan mereka, hal ini terjadi setelah tiga hari sejak mereka menyembelih unta itu وَهُمۡ يَنظُرُونَ (sedangkan mereka melihatnya) karena azab itu terjadi di siang hari.
Tafsir Ibnu Katsir: فَعَتَوۡاْ عَنۡ أَمۡرِ رَبِّهِمۡ فَأَخَذَتۡهُمُ ٱلصَّٰعِقَةُ وَهُمۡ يَنظُرُونَ (“Maka mereka berlaku angkuh terhadap perintah Rabb-nya, lalu mereka disambar petir sedang mereka melihatnya”). Hal itu terjadi setelah mereka menunggu adzab selama tiga hari, lalu adzab itu datang kepada mereka pada pagi hari keempat, yaitu pada permulaan siang.
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah swt menerangkan kisah kaum Samud yang berisi nasihat bagi yang sadar dan yang memikirkan tandatanda kenyataan adanya Tuhan. Yaitu ketika Nabi Saleh mengatakan kepada mereka supaya bersenang-senang di rumah mereka sampai datang azab Tuhan. Ayat lain yang bersamaan maksudnya, Allah berfirman: Bersukarialah kamu semua di rumahmu selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan. (Hud/11: 65)
Setelah melalui tiga hari yang dijanjikan, Allah membinasakan mereka dengan azab yang berupa petir sebagaimana firman Allah berikut: Dan adapun kaum Samud, mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan) daripada petunjuk itu, maka mereka disambar petir sebagai azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan. (Fussilat/41: 17)
Kemudian setelah itu diturunkan kepada mereka azab yang tidak akan bisa mereka tolak. Akan tetapi mereka mengatakan bahwa semua itu hanyalah kabar bohong belaka, bahkan mereka berlaku sombong tanpa mengkhawatirkan akibat dari ancaman Tuhan tersebut.
Maka selanjutnya Allah swt menurunkan petir dari langit menyambar mereka, dan menghapuskan mereka semuanya, mereka melihat dan mengalami kejadian itu. Bencana tersebut adalah balasan atas dosa mereka dan atas kejahilan yang mereka lakukan.
Tafsir Quraish Shihab: Dan dalam kisah kaum Tsamûd juga terdapat tanda kekuasaan Allah. Yaitu ketika dikatakan kepada mereka, “Bersenang-senanglah di negeri kalian sampai waktu yang ditentukan.” Mereka enggan dan berlaku angkuh, tidak memenuhi perintah Tuhan. Maka mereka disambar petir sampai binasa. Mereka menyaksikan sendiri peristiwa itu terjadi pada mereka.
Surah Adz-Dzariyat Ayat 45
فَمَا ٱسۡتَطَٰعُواْ مِن قِيَامٍ وَمَا كَانُواْ مُنتَصِرِينَ
Terjemahan: Maka mereka sekali-kali tidak dapat bangun dan tidak pula mendapat pertolongan,
Tafsir Jalalain: فَمَا ٱسۡتَطَٰعُواْ مِن قِيَامٍ (Maka mereka sama sekali tidak dapat bangun) mereka tidak mampu bangkit sewaktu azab turun kepada mereka وَمَا كَانُواْ مُنتَصِرِينَ (dan tiadalah mereka orang-orang yang dapat mengalahkan) yang membinasakan mereka.
Tafsir Ibnu Katsir: فَمَا ٱسۡتَطَٰعُواْ مِن قِيَامٍ (“Maka mereka sekali-sekali tidak dapat bangun,”) untuk menyelamatkan diri dan bangkit, وَمَا كَانُواْ مُنتَصِرِينَ (“Dan tidak pula mereka mendapatkan pertolongan.”) maksudnya, mereka tidak sanggup menyelamatkan diri dari apa yang mereka alami.
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah swt menjelaskan bahwa mereka tidak dapat lolos dari malapetaka itu dan mereka tidak pula mendapatkan jalan keluar dan pertolongan dari siapapun, juga mereka tidak dapat tolong menolong antara mereka untuk menghindarkan diri dari siksaan Tuhan ketika itu.
Tafsir Quraish Shihab: Sekali-kali mereka tidak dapat bangun dan tidak pula berhasil menolak azab.
Surah Adz-Dzariyat Ayat 46
وَقَوۡمَ نُوحٍ مِّن قَبۡلُ إِنَّهُمۡ كَانُواْ قَوۡمًا فَٰسِقِينَ
Terjemahan: dan (Kami membinasakan) kaum Nuh sebelum itu. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.
Tafsir Jalalain: وَقَوۡمَ نُوحٍ (Dan kaum Nuh) kalau dibaca Qaumi Nuuh, dibaca Jar, berarti di-‘athaf-kan kepada lafal Tsamuuda; yakni di dalam pembinasaan mereka dengan azab yang turun dari langit dan azab dari bumi terdapat pelajaran. Kalau dibaca Nashab yakni Qauma Nuuh artinya, kami telah membinasakan kaum Nuh مِّن قَبۡلُ (sebelum itu) sebelum dibinasakan orang-orang yang telah disebutkan tadi. إِنَّهُمۡ كَانُواْ قَوۡمًا فَٰسِقِينَ (Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik).
Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah: وَقَوۡمَ نُوحٍ مِّن قَبۡلُ (“Dan [Kami membinasakan] kaum Nuh sebelum itu.”) maksudnya, Kami binasakan kaum Nuh sebelum mereka. إِنَّهُمۡ كَانُواْ قَوۡمًا فَٰسِقِينَ (“Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.”)
Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa Allah sebelumnya telah membinasakan kaum Nuh dengan badai atau topan yang melanda mereka karena kefasikan, kejahatan, serta pelanggaran yang mereka lakukan terhadap yang dilarang (diharamkan) Allah swt.
Tafsir Quraish Shihab: Sebelum mereka, kaum Nabi Nûh juga telah Kami binasakan. Mereka adalah kaum yang benar-benar tidak taat kepada Allah.
Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Adz-Dzariyat Ayat 38-46 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020