Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Anbiya Ayat 21-23 ini, menerangkan Allah menunjukkan kesesatan dan kebodohan kaum musyrikin, karena mereka tidak berpegang kepada ajaran tauhid, bahkan menyembah “tuhan-tuhan yang berasal dari bumi,” yaitu patung-patung yang merupakan benda mati, yang dibuat oleh tangan mereka sendiri yang berasal dari benda-benda bumi.
Allah juga memberikan bukti yang rasional berdasarkan kepada benarnya kepercayaan tauhid dan keimanan kepada Allah Yang Maha Esa, yaitu seandainya di langit dan di bumi ada dua tuhan, niscaya rusaklah keduanya, dan binasalah semua makhluk yang ada di antara keduanya.
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anbiya Ayat 21-23
Surah Al-Anbiya Ayat 21
أَمِ اتَّخَذُوا آلِهَةً مِّنَ الْأَرْضِ هُمْ يُنشِرُونَ
Terjemahan: Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang mati)?
Tafsir Jalalain: أَمِ (Apakah) makna lafal Am di sini sama dengan lafal Bal, artinya akan tetapi. Sedangkan Hamzah Istifhamnya menunjukkan makna ingkar اتَّخَذُوا آلِهَةً (mereka mengambil tuhan-tuhan) yang diadakan مِّنَ الْأَرْضِ (dari bumi) seperti dari batu, emas dan perak هُمْ (yang mereka) yakni tuhan-tuhan itu يُنشِرُونَ (dapat menghidupkan) orang-orang yang telah mati? Tentu saja tidak dapat; bukanlah Tuhan melainkan yang dapat menghidupkan orang-orang yang mati.
Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala mengingkari orang yang menjadikan selain-Nya sebagai Ilah. Dia berfirman: أَمِ اتَّخَذُوا آلِهَةً مِّنَ الْأَرْضِ هُمْ يُنشِرُونَ (“Apakah mereka mengambil ilah-ilah dari bumi yang dapat menghidupkan?”) yaitu, apakah mereka menghidupkan yang mati dan menebarkan mereka di bumi? Mereka tidak mampu melakukan semua itu, maka bagaimana mungkin mereka menjadikannya sebagai tandingan bagi Allah serta menyembahnya bersama Dia.
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah menunjukkan kesesatan dan kebodohan kaum musyrikin, karena mereka tidak berpegang kepada ajaran tauhid, bahkan menyembah “tuhan-tuhan yang berasal dari bumi,” yaitu patung-patung yang merupakan benda mati, yang dibuat oleh tangan mereka sendiri yang berasal dari benda-benda bumi. Sudah pasti, bahwa benda mati tidak akan dapat memelihara dan mengelola makhluk hidup apalagi menghidupkan orang-orang yang sudah mati. Sedang Tuhan kuasa berbuat demikian.
Patung-patung yang mereka sembah itu dalam ayat ini disebut sebagai ‘tuhan-tuhan dari bumi. Ini menunjukkan betapa rendahnya martabat tuhan mereka itu, sebab tuhan-tuhan tersebut mereka buat dari tanah, atau dari benda-benda yang lain yang terdapat di bumi ini, dan hanya disembah oleh manusia. Sedang Tuhan yang sebenarnya, disembah oleh seluruh makhluk, baik di bumi maupun di langit.
Dengan demikian jelaslah betapa sesatnya kepercayaan dan perbuatan kaum musyrikin itu, karena mereka mempertuhankan apa-apa yang tidak sepantasnya untuk dipertuhankan.
Tafsir Quraish Shihab: Orang-orang musyrik tidak pernah melakukan ibadah kepada Allah dengan tulus seperti apa yang dilakukan oleh makhluk-makhluk terdekat-Nya. Mereka malah menyembah sesuatu yang tak pantas disembah, seperti bumi, sebagai tuhan selain Allah. Bagaimana mereka menyembah sesuatu selain Allah, padahal ia tidak mampu menghidupkan orang mati?
Surah Al-Anbiya Ayat 22
لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
Terjemahan: Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.
Tafsir Jalalain: لَوْ كَانَ فِيهِمَا (Sekiranya ada pada keduanya) di langit dan di bumi آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا (tuhan-tuhan selain Allah tentulah keduanya itu telah rusak binasa) maksudnya akan menyimpang daripada tatanan biasanya sebagaimana yang kita saksikan sekarang, hal itu disebabkan adanya persaingan di antara dua kekuasaan yang satu sama lain tiada bersesuaian, yang satu mempunyai ketentuan sendiri dan yang lainnya demikian pula.
فَسُبْحَانَ (Maka Maha Suci) yakni sucilah رَبِّ (Allah Rabb) Pencipta الْعَرْشِ (Arasy) yakni singgasana atau Al Kursi عَمَّا يَصِفُونَ (daripada apa yang mereka sifatkan) dari apa yang disifatkan oleh orang-orang kafir terhadap Allah swt. seperti mempunyai sekutu dan lain sebagainya.
Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa jika terdapat ilah-ilah lain selain-Nya, niscaya rusaklah langit dan bumi. Maka Dia berfirman: لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ (“Sekiranya ada pada keduanya ilah-ilah selain Allah”) yaitu di langit dan di bumi; لَفَسَدَتَا (“Tentulah keduanya itu telah rusak binasa”)
Seperti firman Allah Ta’ala: “Allah sekali-kali tidak mempunyai anak dan sekali-kali tidak ada ilah (yang lain) beserta-Nya, kalau ada ilah beserta-Nya, masing-masing ilah itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari ilah-ilah itu mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.” (QS. Al-Mu’minuun: 91).
Sedangkan di sini, Dia berfirman: فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (“Maka Mahasuci Allah yang mempunyai ‘Arsy dari pada apa yang mereka sifatkan,”) yaitu dari apa yang mereka katakan bahwa Allah memiliki anak atau sekutu. Mahasuci Dia, Mahatinggi, dan Mahabersih dari apa yang mereka tuduhkan dan mereka buat-buat setinggi-tinggi dan sebesar-besarnya.
Tafsir Kemenag: Pada ayat ini Allah memberikan bukti yang rasional berdasarkan kepada benarnya kepercayaan tauhid dan keimanan kepada Allah Yang Maha Esa, yaitu seandainya di langit dan di bumi ada dua tuhan, niscaya rusaklah keduanya, dan binasalah semua makhluk yang ada di antara keduanya. Sebab, jika seandainya ada dua tuhan, maka ada dua kemungkinan yang terjadi:
Pertama, Bahwa kedua tuhan itu mungkin tidak sama pendapat dan keinginan mereka dalam mengelola dan mengendalikan alam ini, lalu keinginan mereka yang berbeda itu semuanya terlaksana, di mana yang satu ingin menciptakan, sedang yang lain tidak ingin menciptakan, sehingga alam ini terkatung-katung antara ada dan tidak. Atau hanya keinginan pihak yang satu saja yang terlaksana, maka tuhan yang satu lagi tentunya menganggur dan berpangku tangan. Keadaan semacam ini tidak pantas bagi tuhan.
Kedua, Bahwa tuhan-tuhan tersebut selalu sepakat dalam menciptakan sesuatu, sehingga setiap makhluk diciptakan oleh dua pencipta. Ini menunjukkan ketidak mampuan masing-masing tuhan itu untuk menciptakan sendiri makhluk-makhluknya.
Ini juga tidak patut bagi tuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan yang benar adalah mengimani tauhid yang murni kepada Allah, tidak ada sesuatu yang berserikat dengan-Nya dalam mencipta dan memelihara alam ini. Kepercayaan inilah yang paling sesuai dengan akal yang sehat.
Dengan demikian, keyakinan dalam Islam bertentangan baik dengan ajaran atheisme maupun ajaran polytheisme.
Setelah mengemukakan dalil yang rasional, maka Allah menegaskan bahwa Dia Mahasuci dari semua sifat-sifat yang tidak layak yang dihubungkan kepada-Nya oleh kaum musyrikin, misalnya bahwa Dia mempunyai anak, atau sekutu dalam menciptakan, mengatur, mengelola dan memelihara makhluk-Nya.
Tafsir Quraish Shihab: Seandainya di langit dan bumi ini terdapat beberapa tuhan selain Allah yang ikut mengatur, niscaya sistem yang menjadi dasar penciptaannya dan yang sangat teliti dan tepat akan hancur berantakan. Allah, Pemilik kerajaan ini, Mahasuci dari apa yang dinisbatkan orang-orang musyrik itu.
Surah Al-Anbiya Ayat 23
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
Terjemahan: Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.
Tafsir Jalalain: لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ (Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai) tentang perbuatan-perbuatan mereka.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ (“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai,”) Dialah Hakim yang tidak ada pengimbang bagi kebijaksanaan-Nya serta tidak ada satu pun yang dapat membantah kebesaran-Nya, keagungan-Nya, kehormatan-Nya, ilmu-Nya, kebijaksanaan-Nya, keadilan-Nya dan kelembutan-Nya.
وَهُمْ يُسْأَلُونَ (“Dan merekalah yang akan ditanya”) yaitu Dia-lah yang akan menanya kepada makhluknya tentang apa yang mereka lakukan.
Tafsir Kemenag: Untuk memperkuat keterangan bahwa Allah Mahasuci dari sifat-sifat yang tidak layak bagi Tuhan, maka dalam ayat ini Allah menyebutkan kekuasaan-Nya yang mutlak atas segala makhluk-Nya, sehingga tidak seorang pun berwenang untuk menanyakan, memeriksa atau meminta pertanggung jawaban-Nya atas setiap perbuatannya.
Bahkan ditegaskan, bahwa manusialah yang akan diminta pertanggungjawabannya atas setiap perbuatannya. Hal ini disebabkan Allah-lah Hakim dan Penguasa yang sebenarnya.
Allah menciptakan segala sesuatu senantiasa berdasarkan ilmu dan hikmah-Nya yang tinggi, serta kasih sayang dan keadilan-Nya kepada hamba-Nya. Dalam hubungan ini, Allah telah berfirman dalam ayat lain:
Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. (al-Hijr/15: 92-93)
Firman-Nya lagi: Dia melindungi, dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab-Nya), jika kamu mengetahui? (al-Mu`minun/23: 88).
Tafsir Quraish Shihab: Allah tidak dihisab dan tidak ditanya mengenai apa yang diperbuat. Karena hanya Dialah yang Agung dan Berkuasa, Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui, hingga tak akan pernah salah dalam melakukan sesuatu. Sementara mereka, sebaliknya, akan dihisab dan ditanya mengenai apa yang mereka perbuat, karena mereka dapat bersalah akibat kelemahan dan kebodohan mereka dan lantaran dikuasai oleh hawa nafsu.
Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Anbiya Ayat 21-23 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020