Surah Al-Ankabut Ayat 43-45; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Ankabut Ayat 43-45

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Ankabut Ayat 43-45 Ayat ini, menjelaskan Allah menciptakan bumi bukan dengan main-main. Semuanya begitu tepat untuk mulainya kehidupan di bumi ini. Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad agar selalu membaca dan memahami Al-Qur’an yang telah diturunkan kepadanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan memahami pesan-pesan Al-Qur’an, ia dapat memperbaiki dan membina dirinya sesuai dengan tuntutan Allah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Ankabut Ayat 43-45

Surah Al-Ankabut Ayat 43
وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ

Terjemahan: Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.

Tafsir Jalalain: وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ (Dan perumpamaan-perumpamaan ini) yang ada dalam Alquran نَضْرِبُهَا (Kami buatkan) Kami jadikan لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا (untuk manusia; dan tiada yang memahaminya) yang mengerti akan perumpamaan-perumpamaan ini إِلَّا الْعَالِمُونَ (kecuali orang-orang yang berilmu) yakni, orang-orang yang berpikir.

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Allah Swt. berfirman: Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-‘Ankabut: 43) Maksudnya, tiada yang dapat memahaminya dan merenungkannya kecuali hanya orang-orang yang mendalam ilmunya lagi berwawasan luas.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi’ah, dari Abu Qubail, dari Amr ibnul As r.a. yang menceritakan bahwa ia hafal seribu tamsil dari Rasulullah Saw.

Hal ini merupakan suatu keutamaan yang besar bagi Amr ibnul As, karena Allah Swt. telah berfirman: Dan pernmpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-‘Ankabut: 43)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Sinan, dari Amr ibnu Murrah yang mengatakan bahwa tiadalah suatu ayat pun yang ia lalui tanpa ia pahami maknanya melainkan merasa bersedih hati karenanya.

Sebab ia menyadari bahwa Allah Swt. telah berfirman: Dan pernmpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-‘Ankabut: 43).

Tafsir Kemenag: Demikianlah Allah mengumpamakan sesuatu perumpamaan bagi manusia. Hanya orang berakal yang dapat memikirkan perumpamaan tersebut. Allah sengaja mengambil laba-laba sebagai perumpamaan, karena itu barangkali yang mudah mereka pahami. Selain dari itu, juga dimaksudkan untuk menerangkan segala keraguan mereka selama ini.

Orang yang selalu menggunakan hati dan pikirannya dan ahli-ahli ilmu pengetahuan pasti dapat memahami perumpamaan tersebut dan akan semakin banyak mengetahui rahasia-rahasia Allah yang terkandung dalam ayat-ayat-Nya. Diriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah pernah berkata:

“Orang yang berilmu itu ialah orang yang menjaga hal-hal yang dari Allah, dan beramal dalam rangka taat kepada-Nya serta menjauhi segala kemarahan-Nya.” (Riwayat al-Haitsami).

Tafsir Quraish Shihab: Pelajaran-pelajaran dan perumpamaan-perumpamaan ini Allah sebutkan kepada manusia untuk mereka jadikan sebagai pelajaran. Tidak ada yang mengambil pelajaran darinya kecuali orang-orang berakal yang merenungi.

Surah Al-Ankabut Ayat 44
خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِّلْمُؤْمِنِينَ

Terjemahan: Allah menciptakan langit dan bumi dengan hak. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang mukmin.

Tafsir Jalalain: خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ (Allah menciptakan langit dan bumi dengan hak) dengan benar. إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً (Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda) yang menunjukkan akan kekuasaan Allah swt. لِّلْمُؤْمِنِينَ (bagi orang-orang mukmin) orang-orang mukmin disebutkan secara khusus karena hanya mereka sajalah yang dapat mengambil manfaat dari hal tersebut untuk memperkuat keimanannya, berbeda dengan orang-orang kafir.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala berfirman mengabarkan tentang kekuasaan-Nya yang besar, dimana Dia menciptakan langit dan bumi dengan kebenaran, bukan secara sia-sia atau main-main. Li tujzaa kullu nafsim bimaa tas’aa (“Agar tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.”) (ThaaHaa: 15)

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِّلْمُؤْمِنِينَ (“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang mukmin.”) tanda-tanda itu amat jelas bahwa Allah Ta’ala berfirman memerintahkan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman untuk mentilawahkan al-Qur’an yaitu membacanya dan menyampaikannya kepada manusia.

Baca Juga:  Surah Al-Ankabut Ayat 16-18; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Kemenag: Dalil tentang kebesaran dan keagungan Allah itu terlihat pada ciptaan langit dan bumi. Bagi orang yang beriman dan menggunakan akal pikirannya, semua ciptaan Allah itu mengandung hikmah, dan tidak dijadikan percuma begitu saja.

Dengan demikian kejadian langit dan bumi, memungkinkan manusia untuk menambah dan memperluas cakrawala pengetahuannya. Di samping itu, pengenalan mereka akan lebih intensif kepada Penciptanya, yakni Allah.

Menurut kajian ilmiah, dalam menciptakan segala sesuatunya, Allah tidak pernah bermain-main. Dia melakukannya dengan “benar”, dengan haq (antara lain juga dapat dilihat pada Surah Ibrahim/14: 19). Kata haq mengindikasikan sesuatu yang langgeng, mantap, sehingga tidak akan berubah. Dapat dilihat bahwa kehadiran semua benda yang ada di alam semesta ini mempunyai tujuan. Tidak ada satu benda pun diadakan Tuhan tanpa mempunyai tujuan.

Planet bumi ini dengan langitnya (atmosfer), telah diciptakan Allah dengan haq. Kata haq ini mengandung arti “dengan benar, dengan tepat”. Bagaimanakah kebenaran dan ketepatan ciptaan-Nya, dapat dilihat dari uraian berikut.

Atmosfer bumi terutama terdiri atas gas Nitrogen (N2? sebesar 70%) yang tidak bersifat racun terhadap manusia. Gas ini sangat penting dalam proses pertumbuhan makhluk hidup, terutama tumbuhan. Sedangkan 20% lainnya diisi oleh gas Oksigen (O2) yang memberikan energi untuk proses metabolisme semua makhluk, melalui proses pernafasan (respirasi).

Jarak antara matahari dan bumi adalah sekitar 139 juta km. Jarak ini dianggap tepat karena pada jarak ini sinar matahari dapat berfungsi membantu berlangsungnya proses kehidupan. Apabila jaraknya berubah, apakah menjauh atau mendekat, maka efek sinar yang jatuh di bumi akan sangat fatal bagi makhluk hidup. Suhu bumi pada garis equator juga dianggap sangat moderat, yaitu rata-rata antara 28-350C.

Dalam uraian di atas telah digambarkan bahwa Allah menciptakan bumi bukan dengan main-main. Semuanya begitu tepat untuk mulainya kehidupan di bumi ini. Bagaimana kenyamanan bumi dibandingkan dengan beberapa planet lain yang ada dalam tata surya yang sama dapat kita lihat pada uraian di bawah ini.

Dalam perbandingan yang dilakukan, terutama pada jarak antara matahari dan masing-masing planet, tampak akan efek jarak dengan masing-masing planet.

Tafsir Quraish Shihab: Dan di samping kisah-kisah, perumpamaan-perumpamaan dan bukti-bukti ini, terdapat bukti lain yang lebih jelas, yaitu penciptaan langit dan bumi dengan kekuasaan dan kebijaksanaan serta aturan yang sempurna untuk kepentingan manusia. Di dalam ini semua terdapat bukti-bukti yang benar bagi orang-orang yang meyakini kebenaran.

Surah Al-Ankabut Ayat 45
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Terjemahan: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Tafsir Jalalain: اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ (Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Alkitab) kitab Alquran وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ (dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar) menurut syariat seharusnya salat menjadi benteng bagi seseorang dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar, selagi ia benar-benar mengerjakannya.

وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ (Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar keutamaannya) daripada ibadah-ibadah dan amal-amal ketaatan lainnya. وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ (Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan) maka Dia membalasnya kepada kalian.

Tafsir Ibnu Katsir: وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَ (“dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih besar [keutamaannya dari ibadah-ibadah lain].”) yaitu sesungguhnya shalat mencakup dua hal: meninggalkan berbagai kekejian dan kemunkaran, dimana menjaganya dapat membawa sikap meninggalkan hal-hal tersebut.

Di dalam hadits shahih yang berasal dari riwayat ‘Imran dan Ibnu ‘Abbas secara marfu’ dijelaskan: “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar, maka tidak akan menambahkannya dari Allah melainkan semakin jauh.” (HR ath-Thabrani) hadits ini dianggap dlaif oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Dla’iiful Jaami’ [5834].

Baca Juga:  Surah At-Taubah Ayat 60; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Shalat mencakup pula upaya mengingat Allah Ta’ala, itulah tujuan yang paling besar. Untuk itu Allah ta’ala befirman: وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ (“dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih besar.”) yaitu lebih besar daripada yang pertama. وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ (“Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”) yaitu Dia Mahamengetahui seluruh amal perbuatan dan perkataan kalian.

Abul ‘Aliyah berkata tentang firman Allah: إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ (“dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar.”) sesungguhnya shalat itu memiliki tiga pokok.

Setiap shalat yang tidak memiliki salah satu dari tiga pokok itu, maka hal itu bukanlah shalat: ikhlas, khasy-yah [rasa takut] dan mengingat Allah. Ikhlas memerintahkannya kepada yang ma’ruf. Khasy-yah mencegahnya dari munkar, dan mengingat Allah adalah al-Qur’an yang memerintahkan dan melarangnya.

‘Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah: وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ (“Dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih besar.”) sesungguhnya ingatnya Allah kepada hamba-hamba-Nya lebih besar jika mereka mengingat-Nya dibandingkan dengan ingat mereka kepada-Nya. Demikian yang diriwayatkan oleh banyak orang dari Ibnu ‘Abbas serta dikatakan pula oleh Mujahid dan lain-lain.

Dari Ibnu ‘Abbas pula tentang firman-Nya: وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ (“Dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih besar.”) dia berkata: “Maknanya memiliki dua hal: mengingat Allah tentang apa yang diharamkan-Nya dan ingatnya Allah kepada kalian lebih besar daripada ingat kalian kepada Allah.

Tafsir Kemenag: Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad agar selalu membaca dan memahami Al-Qur’an yang telah diturunkan kepadanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan memahami pesan-pesan Al-Qur’an, ia dapat memperbaiki dan membina dirinya sesuai dengan tuntutan Allah.

Perintah ini juga ditujukan kepada seluruh kaum Muslimin. Penghayatan terhadap kalam Ilahi yang terus dibaca akan mempengaruhi sikap, tingkah laku, dan budi pekerti orang yang membacanya.

Setelah memerintahkan membaca, mempelajari, dan me-laksanakan ajaran-ajaran Al-Qur’an, maka Allah memerintahkan agar kaum Muslimin mengerjakan salat wajib, yaitu salat lima waktu. Salat hendaklah dikerjakan sesuai rukun dan syaratnya, serta penuh kekhusyukan.

Sangat dianjurkan mengerjakan salat itu lengkap dengan sunah-sunahnya. Jika dikerjakan dengan sempurna, maka salat dapat mencegah dan menghalangi orang yang mengerjakannya dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.

Mengerjakan salat adalah sebagai perwujudan dari keyakinan yang telah tertanam di dalam hati orang yang mengerjakannya, dan menjadi bukti bahwa ia meyakini bahwa dirinya sangat tergantung kepada Allah. Oleh karena itu, ia berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, sesuai bacaan surat al-Fatihah dalam salat,

“Tunjukkanlah kepada kami (wahai Allah) jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan jalan yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.” Doa itu selalu diingatnya, sehingga ia tidak berkeinginan sedikit pun untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar.

Beberapa ulama tafsir berpendapat bahwa yang memelihara orang yang mengerjakan salat dari perbuatan keji dan mungkar itu ialah salat itu sendiri. Menurut mereka, salat itu memelihara seseorang selama orang itu memelihara salatnya, sebagaimana firman Allah:

Peliharalah semua salat dan salat wustha. Dan laksanakanlah (salat) karena Allah dengan khusyuk. (al-Baqarah/2: 238)

Rasulullah saw menerangkan keutamaan dan manfaat yang diperoleh orang yang mengerjakan salat serta kerugian dan siksaan yang akan menimpa orang yang tidak mengerjakannya, sebagaimana tersebut dalam hadis:

Dari Nabi saw, bahwasanya ia pada suatu hari menyebut tentang salat, maka ia berkata, “Barang siapa yang memelihara salat, ia akan memperoleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari Kiamat, dan barang siapa yang tidak memeliharanya, ia tidak akan memperoleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan. Dan ia pada hari Kiamat bersama Karun, Fir’aun, Haman, dan Ubai bin Khalaf. (Riwayat Ahmad dan ath-thabrani dari ‘Abdullah bin ‘Umar)

Nabi saw menerangkan pula keadaan orang yang mengerjakan salat lima waktu dengan sungguh-sungguh, lengkap dengan rukun dan syaratnya, tetap pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Orang yang demikian, kata Nabi, seakan-akan dosanya dicuci lima kali sehari, sehingga tidak sedikit pun yang tertinggal. Rasulullah saw bersabda:

Baca Juga:  Surah At-Taubah Ayat 4; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

“Bagaimanakah pendapatmu, andaikata ada sebuah sungai dekat pintu rumah salah seorang dari kamu, ia mandi di sungai itu lima kali setiap hari. Adakah masih ada dakinya yang tinggal barang sedikit pun?” Para sahabat menjawab, “Tidak ada daki yang tertinggal barang sedikit pun.”

Rasulullah bersabda, “Maka demikianlah perumpamaan salat yang lima waktu, dengan salat itu Allah akan menghapus semua kesalahannya.” (Riwayat at-Tirmidzi dari Abu Hurairah)

Demikianlah perumpamaan yang diberikan Rasulullah saw tentang keadaan orang yang mengerjakan salat lima waktu dengan sungguh-sungguh hanya karena Allah.

Dari ayat dan hadis Rasulullah yang telah disebutkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada tiga sasaran yang hendak dituju oleh orang yang mengerjakan salat, yaitu: 1) timbulnya keikhlasan; 2) timbulnya sifat takwa kepada Allah; dan 3) selalu mengingat Allah.

Salat hendaknya bisa menimbulkan keikhlasan bagi orang yang mengerjakannya karena dikerjakan semata-mata karena Allah, untuk memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya. Sebagai perwujudan dari ikhlas ini pada diri seseorang ialah timbulnya keinginan di dalam hatinya untuk mengerjakan segala sesuatu yang diridai Allah.

Bertakwa kepada Allah maksudnya ialah timbulnya keinginan bagi orang yang mengerjakan salat itu untuk melaksanakan semua yang diperintahkan Allah dan menjauhi semua yang dilarang-Nya. Dengan salat seseorang juga akan selalu mengingat Allah, karena dalam bacaan salat itu terdapat ucapan-ucapan tasbih, tahmid, dan takbir. Ia juga dapat merasakan keagungan dan kebesaran Allah.

Allah mengancam orang-orang yang tidak mengerjakan salat dengan azab neraka. Allah juga mengancam orang-orang yang mengerjakan salat karena ria dan orang-orang yang lalai dalam mengerjakannya.

Allah berfirman: (4) Maka celakalah orang yang salat, (5) (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya, (6) yang berbuat ria, (7) dan enggan (memberikan) bantuan. (al-Ma’un/107: 4-7)

Senada dengan ayat di atas, Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang telah mengerjakan salat, tetapi salatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan perbuatan mungkar, maka salatnya itu tidak akan menambah sedikit pun (kepadanya), kecuali ia bertambah jauh dari Allah. (Riwayat Ibnu Jarir dari Isma’il bin Muslim bin al-hasan)

Selanjutnya ayat ini menerangkan bahwa mengingat Allah itu adalah lebih besar. Maksud pernyataan ini ialah salat merupakan ibadah yang paling utama dibanding dengan ibadah-ibadah yang lain. Oleh karena itu, hendaklah setiap kaum Muslimin mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Dengan perkataan lain bahwa kalimat ini menegaskan kembali kalimat sebelumnya yang memerintahkan kaum Muslimin mengerjakan salat dan menerangkan hikmah mengerjakannya.

Ibnu ‘Abbas dan Mujahid menafsirkan kalimat “wa ladzikrullah akbar” (mengingat Allah itu adalah lebih besar) dengan penjelasan Rasulullah bahwa Allah mengingat para hamba-Nya lebih banyak dibandingkan dengan mereka mengingat-Nya dengan cara menaati-Nya. Nabi saw bersabda: Allah lebih banyak mengingatmu daripada kamu mengingat-Nya. (Riwayat al-Baihaqi)

Hal ini sesuai dengan hadis qudsi Nabi saw: Barang siapa yang mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, dan siapa yang mengingat-Ku bersama-sama dengan suatu jamaah tentu Aku akan mengingatnya dalam kelompok yang lebih bagus daripada mereka. (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah)

Tafsir Quraish Shihab: Bacalah kitab Allah, wahai Nabi, dan jangan pedulikan mereka, serta kerjakanlah salat sesuai dengan ketentuan yang benar. Karena salat yang disertai dengan keikhlasan akan memalingkan orang yang mengerjakannya dari dosa-dosa besar dan segala yang tidak dibolehkan dalam hukum agama.

Sesungguhnya di dalam ketakwaan kepada Allah dan berkonsentrasi kepada-Nya dalam salat dan lainnya, terdapat pengaruh dan pahala yang terbesar. Allah Maha Mengetahui kebaikan dan kejahatan yang kalian lakukan, kemudian memberikan balasan pada kalian atasnya.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Ankabut Ayat 43-45 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S