Surah Al-A’raf Ayat 180; Seri Tadabbur Al-Qur’an

Surah Al-A'raf Ayat 180

Pecihitam.org – Allah SWT menyerukan di dalam Al Qur’an Surah Al-A’raf Ayat 180 agar semua hamba-Nya berdoa dan memuji Allah SWT dengan menyebut asmul husna, dengan harapan semoga terhindar jauh dari sifat-sifat yang buruk dan dari neraka Jahannam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al Qur’an Surah Al-A’raf Ayat 180

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Terjemahan: Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.

Tafsir Jalalain: وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ (Allah mempunyai asma-asma yang baik) yang sembilan puluh sembilan, demikianlah telah disebutkan oleh hadis. Al-husna adalah bentuk muannats dari al-ahsan

فَادْعُوهُ (maka bermohonlah kepada-Nya) sebutkanlah Dia olehmu بِهَا ۖ وَذَرُوا (dengan menyebut nama-nama-Nya itu dan tinggalkanlah) maksudnya biarkanlah

الَّذِينَ يُلْحِدُونَ (orang-orang yang menyimpang dari kebenaran) berasal dan kata alhada dan lahada, yang artinya mereka menyimpang dari perkara yang hak

فِي أَسْمَائِهِ (dalam menyebut nama-nama-Nya) artinya mereka mengambil nama-nama tersebut untuk disebutkan kepada sesembahan-sesembahan mereka, seperti nama Latta yang berakar dari lafal Allah, dan Uzzaa yang berakar dari kata Al-Aziiz, dan Manaat yang berakar dari kata Al-Mannaan

سَيُجْزَوْنَ (nanti mereka akan mendapat balasan) kelak di akhirat sebagai pembalasannya مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (terhadap apa yang telah mereka kerjakan) ketentuan ini sebelum turunnya ayat perintah berperang.

Tafsir Ibnu Katsir: Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa dapat menghitungnya, maka akan masuk Surga. Allah itu tunggal dan menyukai yang ganjil”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Maksudnya, memperhitungkannya dalam kehidupan sehari-hari, contohnya: jika seseorang mengetahui bahwa Allah itu adalah “al-Ghafuur” (Yang Mahapengampun) maka ketika ia terlanjur berbuat dosa, maka ia segera menghentikan perbuatan dosanya dan segera bertaubat serta ia tidak berputus asa dari ampunan Allah, karena ia yakin bahwa Allah adalah Yang Maha Pengampun, betapapun besarnya dosa yang telah diperbuatnya.

Hadits senada juga diriwayatkan at-Tirmidzi dalam Jami’nya, dari Syuaib dengan sanadnya. Dan setelah sabda beliau:

“Dia menyukai yang ganjil, (ia menambahkan): Dialah Allah, yang tidak ada Ilah (yang berhak untuk diibadahi) melainkan hanya Dia semata, ar-Rahmaanur Rahiim (Yang Mahapemurah, lagi Yang Mahapenyayang), al-Malik (Raja), al-Quddus (Yang Mahasuci), as-Salaam (Yang Mahamemberi keselamatan), al-Mu’min (Yang Mahamemberi keamanan), al-Muhaimin (Yang Mahamemelihara), al- Aziiz (Yang Mahamulia),

Baca Juga:  Surah Al-A'raf Ayat 171; Seri Tadabbur Al-Qur'an

al jabbaar (Yang Mahakuasa untuk memaksakan kehendak-Nya terhadap seluruh makhluk), al-Mutakabbir (Yang mempunyai segala kebesaran dan keagungan), al-Khaaliq (Yang menciptakan), al-Baari’ (Yang mengadakan), al-Mushawwir (Yang memberi bentuk dan rupa), al-Ghaffaar (Yang Mahapengampun), al-Qahhaar (Yang Mahaperkasa), al- Wahhaab (Yang Mahapemberi),

ar-Razzaaq (Yang Mahapemberi rizki), al-Fattaah (Yang Mahapemberi keputusan), al-Aliim (Yang Mahamengetahui), al-Qaabidh (Yang menyempitkan rizki), al-Baasith (Yang melapangkan rizki), al-Khaafidh (Yang merendahkan), ar-Raafi’ (Yang meninggikan), al-Muizz (Yang memuliakan),

al-Mudzill (Yang menghinakan), as-Samii’ (Yang Mahamendengar), al-Bashiir (Yang Mahamelihat), al-Hakam (Yang menetapkan keputusan atas segala ciptaan-Nya), al-‘Adl (Yang Mahaadil), al-Lathiif (Yang Mahalembut terhadap hamba-Nya), al-Khabiir (Yang Mahamengetahui), al-Haliim (Yang Mahapenyantun), al- Adhiim (Yang Mahaagung), al-Ghafuur (Yang Mahapengampun),

asy-Syakuur (Yang Mahamensyukuri), al-Aliyy (Yang Mahatinggi), al-Kabiir (Yang Mahabesar), al-Hafiidh (Yang Mahamemelihara), al Muqiit (Yang berkuasa memberi setiap makhluk rizkinya, Yang menjaga-dan melindungi), al-Hasiib (Yang memberi kecukupan dengan kadar yang tepat), al-jaliil (Yang Mahamulia, Yang Mahaagung), al-Kariim (Yang Mahapemurah), ar-Raqiib (Yang Mahamengawasi),

al-Mujiib (Yang Mahamengabulkan, memperkenankan), al-Waasi’ (Yang Mahaluas), al-Hakiim (Yang Mahabijaksana), al-Waduud (Yang Mahapengasih), al-Majiid (Yang Mahamulia, Mahaterpuji), al-Baa’its (Yang menghidupkan kembali, membangkitkan), asy-Syahiid (Yang Mahamenyaksikan), al-Haqq (Yang Mahabenar),

al-Wakiil (Pemelihara, Pelindung), al-Qawiyy (Yang Mahakuat), al-Matiin (Yang Mahakokoh), al-Waliyy (Yang melindungi), al-Hamiid (Yang Mahaterpuji), al-Muhshi (Yang mengumpulkan (mencatat amal perbuatan), al-Mubdi’ (Yang menciptakan (makhluk) dari permulaan), al-Mu’iid (Yang menghidupkan kembali),

al-Muhyi (Yang menghidupkan), al-Mumiit (Yang mematikan), al-Hayy (Yang Mahahidup), al-Qayyuum (Yang terus-menerus mengurus [makhluk-Nya]), al-Waajid (Yang mengadakan), Maajid (Yang Mahaagung), al-Waahid (Yang satu, tunggal), al-Ahad (Yang Mahaesa), al-Fard (Yang tunggal), ash-Shamad (Yang Mahasempurna, bergantung kepada-Nya segala sesuatu), al-Qaadir (Yang berkuasa),

al-Muqtadir (Yang Maha berkuasa), al-Muqaddim (Yang mendahulukan), al-Muakhkhir (Yang mengakhirkan), al-Awwal (Yang awal, yang telah ada sebelum segala sesuatu), al-Aakhir (Yang akhir, yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah), adh-Dhaahir (Yang tidak ada sesuatu pun di atas-Nya), al-Baathin (Yang tidak ada sesuatu pun menghalangi-Nya), al-Waaliyy (Penolong), al-Muta’aaliy (Yang Mahatinggi),

al-Barr (Yang melimpahkan kebaikan), at-Tawwaab (Yang Mahamenerima taubat), al-Muntaqim (Yang mengancam dengan siksaan), al-`Afuww (Yang Mahapemaaf), ar-Ra-uuf (Yang Mahabelas kasihan), Maalikul Mulk (Raja segala raja), Dzul Jalaali wal Ikraam (Yang mempunyai keagungan dan kemuliaan), al-Muqsith (Yang Mahaadil),

Baca Juga:  Surah Yusuf Ayat 43-49; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

al Jaami’ (Yang menghimpun manusia pada Kiamat), al-Ghaniyy (Yang Mahakaya), al-Mughni (Yang menjadikan) al-Maani’ (Yang menahan), adh-Dhaarr (Yang mencelakakan), an-Naafi’ (Yang memberikan manfaat), an-Nuur (Yang menerangi), al-Haadi (Yang memberi petunjuk), al-Badii’ (Yang menciptakan), al-Baaqi (Yang kekal), al-Waarits (Yang mewariskan), ar-Rasyiid (Yang memberi petunjuk), ash-Shabuur (Yang Mahasabar)”.

Lebih lanjut at-Tirmidzi mengatakan: “Ini adalah hadits gharib, diriwayatkan dari beberapa jalur, dari Abu Hurairah ra. Dan kami tidak mengetahui dalam banyak riwayat penyebutan Asmaul Husna kecuali dalam hadits tersebut”. (Riwayat tanpa lafazh al Ahad dan Asmaul Husna lebih kuat daripada niwayatnya ini-red)

Juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya, melalui jalan Shafwan, serta diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunannya, dari Abu Hurairah sebagai hadits marfu’ dan disebutkan Asmaul Husna seperti yang tersebut di atas dengan penambahan dan pengurangan. Dan yang sandaran oleh sekelompok huffazh (penghafal hadits) adalah bahwasanya penyebutan Asmaul Husna dalam hadits ini adalah mudraj (tambahan sisipan).

Dan hal itu sebenarnya adalah seperti yang diriwayatkan al-Walid bin Muslim dan Abdul Malik bin Muhmmad ash-Shan’ani, dari Zuhair Muhammad, telah sampai kepadanya dari beberapa ulama, bahwa mereka telah mengatakan hal tersebut.

Dengan kata lain, mereka mengumpulkannya dari al-Qur’an, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad, Sufyan bin ‘Uyainah dan Abu Zaid al-Lughawi. Wallahu a’lam.

Kemudian perlu diketahui bahwa Asmaul Husna itu tidak terbatas bilangan sembilan puluh sembilan, berdasarkan hadits riwayat Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya, dari Abdullah bin Mas’ud, dari Rasulullah saw. beliau bersabda:

‘Tidaklah suatu kedukaan dan kesedihan menimpa seorang hamba, lalu ia mengucapkan: ‘Ya Allah, aku adalah hamba-Mu, putera hamba-Mu, putera hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Hukum-Mu berlaku untukku dan ketetapan-Mu adalah adil terhadap diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama kepunyaan-Mu, yang dengannya Engkau menamai diri-Mu sendiri, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang makhluk-Mu, atau yang Engkau simpan dalam perbendaharaan ghaib di sisi-Mu. Hendaklah Engkau menjadikan al-Qur’an sebagal penyejuk hatiku, cahaya dadaku, pelipur kesedihanku, penghilang dukacita dan kesusahanku,’ melainkan Allah akan menghilangkan dukacita dan kesusahannya, serta menggantikannya dengan kebahagiaan”.

Baca Juga:  Surah Al-A'raf Ayat 32; Seri Tadabbur Al-Qur'an

Para Sahabat bertanya: ‘Ya Rasulullah, apakah kami boleh mempelajarinya?’ Beliau menjawab: ‘Tentu saja, sepatutnya bagi siapa saja yang mendengarnya untuk mempelajarinya.’

Hal yang senada juga diriwayatkan oleh Imam Abu Hatim bin Hibban al-Busti dalam Shahihnya. Seorang ahli fiqih, Imam Abu Bakar Ibnul Arabi, salah seorang Imam madzhab Maliki, dalam bukunya, “al-Ahwadzi fii Syarhit Tirmidzi”, menyebutkan bahwa ada di antara mereka mengumpulkan asma Allah (nama-nama Allah) dari al-Qur’an dan as-Sunnah sebanyak seribu nama. Wallahu a’lam.

Dan mengenai firman Allah: وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ (Dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam menyebut nama-nama-Nya) Al-Aufi mengatakan dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Penyimpangan orang-orang itu adalah mereka menyebut al-Laata dalam asma Allah”.

Mengenai firman-Nya ini, Menurut Ibnu Juraij, dari Mujahid, ia mengatakan: “Mereka mengambil pecahan kata al-Laata itu dari kata Allah, sedangkan al-‘Uzza dari al-‘Aziiz”.

Qatadah mengatakan: “Kata يُلْحِدُونَ (menyimpangkan) berarti mengatakan dalam nama-nama-Nya”. Sedangkan Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan Lari Ibnu Abbas, ia berkata: ‘al-ilhaadu’ berarti pendustaan.

Asal kata “al-ilhaadu” dalam bahasa Arab berarti penyimpangan dari tujuan, juga berarti penyimpangan kezhaliman dan penyelewengan. Dan di antara pengertiannya yaitu, “al-lahdu” (lubang lahad) yang ada di dalam kubur, karena kecondongannya ke arah kiblat dari lubang galian”

Tafsir Quraish Shihab: Dan Allah, tidak yang lain-Nya, memiliki nama-nama yang menunjuki kemahasempurnaan-Nya. Maka lakukanlah doa, serulah dan gelarilah Allah dengan nama-nama itu.

Dan waspadalah terhadap orang-orang yang cenderung menyematkan sesuatu yang tidak layak bagi zat Allah yang Mahaagung. Sesungguhnya perlakuan orang-orang seperti itu akan diberi balasan.

Shadaqallahul’adzim. Alhamdulillah, Demikianlah Terjemahan dan Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 180 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Quraish Shihab sebagai kelanjutan dari Seri Tadabbur Al Qur’an kita. Semoga menambah khazanah ilmu kita tentang Al Qur’an dan menjadi cahaya dalam kehidupan kita saat ini dan kehidupan berikutnya. Aamiin

M Resky S