Surah Al-Furqan Ayat 25-29; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Furqan Ayat 25-29

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Furqan Ayat 25-29 ini, dijelaskan Allah memerintahkan kepada Muhammad untuk menjelaskan kepada kaumnya kedahsyatan hari Kiamat. Ketika itu, langit akan pecah, dan semua benda angkasa yang berada di dalamnya akan hancur bagaikan kabut yang beterbangan, akibat benturan planet-planet dan bintang-bintang yang tidak lagi mengorbit menurut ketentuannya masing-masing.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

kerajaan yang benar dan sejati pada hari Kiamat adalah milik Allah, sedangkan kerajaan-kerajaan yang pernah ada di dunia tidak ada yang abadi.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Furqan Ayat 25-29

Surah Al-Furqan Ayat 25
وَيَوْمَ تَشَقَّقُ السَّمَاءُ بِالْغَمَامِ وَنُزِّلَ الْمَلَائِكَةُ تَنزِيلًاَ

Terjemahan: Dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah mengeluarkan kabut putih dan diturunkanlah malaikat bergelombang-gelombang.

Tafsir Jalalain: وَيَوْمَ تَشَقَّقُ السَّمَاءُ (Dan ingatlah di hari ketika langit pecah) yaitu semua langit بِالْغَمَامِ (mengeluarkan kabut) seraya mengeluarkan kabut yang berwarna putih وَنُزِّلَ الْمَلَائِكَةُ (dan diturunkan Malaikat) dari setiap lapisan langit وَنُزِّلَ الْمَلَائِكَةُ (bergelombang-gelombang) pada hari kiamat itu. Dinashabkannya lafal Yauma karena pada sebelumnya diperkirakan ada lafal Udzkur. Menurut qiraat yang lain lafal تَشَقَّقُ dibaca تَشَقَّقُ dengan ditasydidkannya huruf Syin yang diambil dari asal kata تَشَقَّقُ.

Kemudian huruf Ta yang kedua diganti menjadi Syin lalu diidgamkan kepada Syin yang kedua sehingga menjadi Tasysyaqqaqu. Sedangkan menurut qiraat yang lainnya lagi lafal Nuzzila dibaca Nunzilu dan lafal Al Malaaikatu dibaca Al Malaaikata, sehingga bacaan lengkapnya menurut qiraat ini menjadi Nunzilul Malaaikata, artinya, Kami menurunkan Malaikat-malaikat.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala mengabarkan tentang huru-hara hari kiamat dan perkara-perkara besar yang terjadi di dalamnya. Di antara peristiwa itu adalah terpecah dan terbelahnya langit menjadi ghamam [awan hitam], yaitu gumpalan cahaya besar [kabut] yang menutupi pandangan dan turunnya para malaikat di saat itu, lalu mereka mengitari para makhluk di padang Mahsyar. Kemudian RabbTabaraka wa Ta’ala datang untuk menetapkan berbagai keputusan.

Mujahid berkata: “Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala [yang artinya]: Tiada yang mereka nanti-nantikan melainkan datangnya Allah dan Malaikat [pada hari kiamat] dalam naungan awan.” (al-Baqarah: 210) wallaaHu a’lam.

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah memerintahkan kepada Muhammad untuk menjelaskan kepada kaumnya kedahsyatan hari Kiamat. Ketika itu, langit akan pecah, dan semua benda angkasa yang berada di dalamnya akan hancur bagaikan kabut yang beterbangan, akibat benturan planet-planet dan bintang-bintang yang tidak lagi mengorbit menurut ketentuannya masing-masing, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:

Dan langit pun dibukalah, maka terdapatlah beberapa pintu, dan gunung-gunung pun dijalankan sehingga menjadi fatamorgana. (an-Naba’/78: 19-20)

Apabila langit terbelah; dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan; dan apabila lautan dijadikan meluap; dan apabila kuburan-kuburan dibongkar; (maka) setiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikan(nya). (al-Infithar/82: 1-5)

Pada hari yang dahsyat itu, malaikat diturunkan secara bergelombang sambil membawa kitab-kitab yang berisi catatan semua amal hamba-hamba Allah yang mereka saksikan dan catat ketika di dunia. Kitab-kitab itu menjadi bahan bukti ketika mereka diadili Allah di Padang Mahsyar.

Menurut para ilmuwan, ayat ini, seperti banyak ayat lainnya dalam Al-Qur’an, menegaskan adanya kejadian-kejadian astronomis yang luar biasa kedahsyatannya yang akan terjadi pada hari Kiamat. Semuanya menunjukkan adanya kerusakan dan kehancuran secara menyeluruh dalam sistem yang mengaitkan bagian-bagian dari alam semesta. Termasuk perubahan total dalam kedudukan, bentuk, dan kaitan-kaitan antar elemen dalam semesta jagad raya ini.

Suatu gambaran akhir dan perubahan total yang tidak hanya terjadi di bumi, tetapi juga mencakup keseluruhan benda-benda langit yang ada di alam semesta ini. Bintang-bintang ‘berjatuhan, saling bertabrakan, karena rusaknya (hilangnya) gaya gravitasi, langit pecah-belah dan planet-planet saling berbenturan dan berhamburan.

Kabut putih menggambarkan semua benda-benda langit yang jumlahnya triliunan, seolah terlihat seperti kabut. Kala itu benda-benda langit tersebut “melejit” keluar dari langit seperti didesak dari dalam oleh tekanan besar yang memaksa mereka keluar dari “balon” langit. Bintang, planet, dan benda langit lainnya tak ubahnya seperti debu yang kecil dan ringan ? yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa.

Keseimbangan dan keteraturan antar komponen sistem dalam semesta pada saat itu sudah tidak ada lagi. Benda-benda langit saling berbenturan dan meledak. Bisa jadi kabut putih pun adalah awan-awan yang terkumpul dari uap-uap yang dihasilkan dari ledakan-ledakan tersebut.

Surah Al-Furqan Ayat 26
الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا

Baca Juga:  Surah Al-Hajj Ayat 55-57; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Terjemahan: Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu), satu hari penuh kesukaran bagi orang-orang kafir.

Tafsir Jalalain: الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ (Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Allah Yang Maha Pemurah) tiada seorang pun yang menyaingi-Nya dalam hal ini. وَكَانَ (Dan adalah) hari itu يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا (satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir) berbeda dengan keadaan orang-orang yang beriman.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ (“Kerajaan yang haq pada hari itu adalah milik Rabb yang Mahapemurah….”)

Di dalam sebuah hadits ditegaskan: “Sesungguhnya Allah Ta’ala menggulung langit-langit dengan tangan kanan-Nya dan meraih bumi dengan tangan-Nya yang lain. Kemudian Dia berfirman: ‘Aku adalah Raja, Akulah Pembalas. Manakah raja-raja bumi? Manakah para pembesar dan manakah orang-orang yang sombong?”

Firman-Nya: وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا (“Dan adalah [hari itu], satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir.”) yaitu hari yang sangat berat dan sangat sulit, karena saat itu adalah hari keadilan dan hari penentuan keputusan, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman [yang artinya]:

“Maka waktu itu adalah waktu [datangnya] hari yang sulit bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.” (al-Muddatstsir: 9-10). Inilah kondisi orang-orang kafir pada hari itu. Sedangkan orang-orang yang beriman, yaitu sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala [yang artinya]: “Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar [pada hari kiamat]…” (al-Anbiyaa’: 103).

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini dijelaskan bahwa kerajaan yang benar dan sejati pada hari Kiamat adalah milik Allah, sedangkan kerajaan-kerajaan yang pernah ada di dunia tidak ada yang abadi.

Milik siapakah kerajaan pada hari ini?” Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan. (al-Mu’min/40: 16)

Sebagai pemilik kerajaan yang sejati, Allah Maha Pemurah, Maha Pengasih, dan Mahaadil ketika mengadili para hamba-Nya terutama yang beriman dan patuh melaksanakan perintah-Nya. Sebaliknya bagi orang kafir, hari akhirat merupakan hari yang sangat sulit, karena tuhan-tuhan yang menjadi sembahan mereka tidak dapat memberi syafaat atau pertolongan. Berbagai kesukaran yang mereka hadapi itu membuat mereka putus asa. Situasi yang dihadapi orang-orang kafir digambarkan dalam Al-Qur’an:

Dan kalau setiap orang yang zalim itu (mempunyai) segala yang ada di bumi, tentu dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka menyembunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan azab itu. Kemudian diberi keputusan di antara mereka dengan adil, dan mereka tidak dizalimi. (Yunus/10: 54).

Tafsir Quraish Shihab: Pada hari itu kepemilikan dan pengakuan manusia menjadi terputus. Kepemilikan saat itu hanya berada di tangan Allah. Hari itu menjadi hari yang sangat sulit bagi orang-orang kafir.

Surah Al-Furqan Ayat 27
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا

Terjemahan: Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”.

Tafsir Jalalain: وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ (Dan ingatlah hari ketika itu orang yang zalim) orang musyrik, yaitu Uqbah bin Mu’ith yang pernah membaca dua kalimat syahadat, kemudian ia menjadi murtad demi mengambil hati Ubay bin Khalaf عَلَى يَدَيْهِ (menggigit dua tangannya) karena menyesal dan kecewa, di hari kiamat يَقُولُ (seraya berkata, “Aduhai!) huruf Ya menunjukkan makna penyesalan يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ (Kiranya dahulu aku mengambil bersama Rasul) yakni Nabi Muhammad سَبِيلًا (jalan) petunjuk.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ (“Dan [ingatlah] hari [ketika itu] orang yang dhalim menggigit dua tangannya.”) Allah Ta’ala mengabarkan tentang penyesalan orang dhalim yang menyalahi jalan Rasulullah saw. dan apa yang dibawanya, berupa kebenaran nyata yang tidak mengandung keraguan serta mencari jalan lain yang bukan jalan Rasul.

Di hari kiamat ia akan menyesal di saat penyesalan tersebut tidak bermanfaat baginya dan kedua tangannya hanya akan meraih kerugian dan penyesalan. Ayat ini, baik sebab turunnya kepada ‘Uqbah bin Abi Mu’ith atau kepada selainnya dari orang-orang yang celaka, maka ia tetap berlaku umum untuk setiap orang yang dhalim.

Sebagaimana firman Allah [yang artinya]: “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka.” (al-Ahzab: 66). Maka setiap orang yang dhalim akan menyesal pada hari kiamat sebesar-besar penyesalan dengan menggenggam kedua tangannya seraya berkata: yaa laitanit takhadztu ma’ar rasuuli sabiilan.

Baca Juga:  Surah Hud Ayat 18-22; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Tafsir Kemenag: Pada hari itu, orang-orang yang zalim akan menggigit jari mereka dengan penuh penyesalan karena telah melalaikan kewajiban-kewajibannya selama hidup di dunia. Dengan sombong, mereka telah berpaling dari kebenaran yang dibawa oleh utusan Allah kepada mereka. Mereka menangis tersedu-sedu menyesali diri seandainya dulu ketika hidup di dunia mereka mengikuti ajakan Rasulullah kepada jalan yang lurus yang membawa keselamatan dunia dan akhirat.

Mereka berkata dengan penuh penyesalan, “Seandainya aku di dunia dulu mengikuti Muhammad, bersama-sama beliau menuju jalan yang benar. Andaikan aku dulu dapat menahan kesombongan sehingga dengan tulus ikhlas memeluk agama Islam, niscaya aku tidak merasakan kesulitan ini.” Hanya sayang penyesalan itu tidak berguna lagi.

Mereka menyesal karena keliru mencari kawan. Ini kecelakaan dan kebinasaan yang besar. “Seandainya aku dulu tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku, tentu dia tidak dapat menjerumuskan aku ke dalam kesesatan.” Memang yang menjerumuskan manusia ke dalam kecelakaan dan kesesatan itu ada kalanya setan sendiri atau setan yang berbentuk manusia, seperti seorang musyrik Arab yang bernama Ubay bin Khalaf.

Persahabatan ‘Uqbah bin Abi Mu’aith dengan Ubay bin Khalaf sangat berpengaruh baginya. ‘Uqbah bin Abi Mu’aith sering menghadiri pengajian Nabi Muhammad sehingga menjadi kenalan yang baik. Pada suatu hari, ia mengundang Nabi Muhammad untuk makan di rumahnya. Ketika itu, Nabi tidak mau makan kecuali jika ‘Uqbah bin Abi Mu’aith mau masuk Islam, lalu ‘Uqbah membaca dua kalimat syahadat.

Namun sahabat ‘Uqbah bin Abi Mu’aith yang bernama Ubay bin Khalaf tidak senang dan marah kepadanya. ‘Uqbah bin Abi Mu’aith lalu mengatakan bahwa ia masuk Islam hanya pura-pura saja. Ubay bin Khalaf menyuruh agar ‘Uqbah bin Abi Mu’aith meludahi wajah Nabi Muhammad. Hal itu lalu dilakukannya ketika beliau sedang melaksanakan salat di Dar an-Nadwah, dekat Baitullah. ‘Uqbah bin Abi Mu’aith mematuhi apa yang dikehendaki sahabatnya. Demikianlah akibat persahabatan dengan orang yang tidak baik akan membawa akibat yang tidak baik pula.

Nabi Muhammad memberi pedoman agar selalu mencari sahabat atau teman akrab yang baik. Sabda beliau: Seseorang akan mengikuti perilaku temannya, maka perhatikanlah siapa temanmu. (Riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari Abu Hurairah)

Dan sabda Rasulullah saw:Perumpamaan teman duduk yang baik dan yang jahat ialah seperti pembawa minyak kasturi dan pandai besi. Pembawa minyak kasturi itu adakalanya kamu menerima atau membeli minyak daripadanya.

Dan paling sedikit kamu mendapatkan bau harum daripadanya. Adapun pandai besi kadang-kadang ia membakar pakaianmu (karena semburan apinya) atau kamu menjumpai bau yang tidak sedap.” (Riwayat asy-Syaikhan dari Abu Musa al-Asy’ari).

Tafsir Quraish Shihab: Pada hari kiamat, orang yang menzalimi dirinya dengan kekafiran dan melanggar para rasul menggigit kedua tangannya dengan penuh penyesalan. Dengan berangan-angan mereka berkata,
“Aduhai kiranya dulu aku mengikuti para rasul sehingga aku menelusuri jalan menuju surga dan menjauhi jalan menuju neraka.”

Surah Al-Furqan Ayat 28
يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا

Terjemahan: Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku).

Tafsir Jalalain: يَا وَيْلَتَى (Kecelakaan besar bagiku) huruf Alif dari lafal Yaa Wailataa merupakan pergantian Ya Idhafah, asalnya adalah Yaa Wailatii maknanya alangkah binasanya aku لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا (kiranya aku dahulu tidak menjadikan si Polan itu) yakni Ubay bin Khalaf yang dijilatnya tadi خَلِيلًا (teman akrab).

Tafsir Ibnu Katsir: يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ( Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya dulu aku tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab[ku].”) yaitu orang yang memalingkannya dari hidayah dan menyimpangkannya ke arah kesesatan, merekalah para penyeru kesesatan. Sama saja, mereka itu Umayyah bin Khalaf, saudaranya yaitu Ubay bin Khalaf atau yang lainnya.

Tafsir Kemenag: Pada hari itu, orang-orang yang zalim akan menggigit jari mereka dengan penuh penyesalan karena telah melalaikan kewajiban-kewajibannya selama hidup di dunia. Dengan sombong, mereka telah berpaling dari kebenaran yang dibawa oleh utusan Allah kepada mereka.

Mereka menangis tersedu-sedu menyesali diri seandainya dulu ketika hidup di dunia mereka mengikuti ajakan Rasulullah kepada jalan yang lurus yang membawa keselamatan dunia dan akhirat. Mereka berkata dengan penuh penyesalan, “Seandainya aku di dunia dulu mengikuti Muhammad, bersama-sama beliau menuju jalan yang benar.

Andaikan aku dulu dapat menahan kesombongan sehingga dengan tulus ikhlas memeluk agama Islam, niscaya aku tidak merasakan kesulitan ini.” Hanya sayang penyesalan itu tidak berguna lagi.

Baca Juga:  Surah Al-Furqan Ayat 21-24; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Mereka menyesal karena keliru mencari kawan. Ini kecelakaan dan kebinasaan yang besar. “Seandainya aku dulu tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku, tentu dia tidak dapat menjerumuskan aku ke dalam kesesatan.” Memang yang menjerumuskan manusia ke dalam kecelakaan dan kesesatan itu ada kalanya setan sendiri atau setan yang berbentuk manusia, seperti seorang musyrik Arab yang bernama Ubay bin Khalaf.

Persahabatan ‘Uqbah bin Abi Mu’aith dengan Ubay bin Khalaf sangat berpengaruh baginya. ‘Uqbah bin Abi Mu’aith sering menghadiri pengajian Nabi Muhammad sehingga menjadi kenalan yang baik. Pada suatu hari, ia mengundang Nabi Muhammad untuk makan di rumahnya. Ketika itu, Nabi tidak mau makan kecuali jika ‘Uqbah bin Abi Mu’aith mau masuk Islam, lalu ‘Uqbah membaca dua kalimat syahadat.

Namun sahabat ‘Uqbah bin Abi Mu’aith yang bernama Ubay bin Khalaf tidak senang dan marah kepadanya. ‘Uqbah bin Abi Mu’aith lalu mengatakan bahwa ia masuk Islam hanya pura-pura saja. Ubay bin Khalaf menyuruh agar ‘Uqbah bin Abi Mu’aith meludahi wajah Nabi Muhammad.

Hal itu lalu dilakukannya ketika beliau sedang melaksanakan salat di Dar an-Nadwah, dekat Baitullah. ‘Uqbah bin Abi Mu’aith mematuhi apa yang dikehendaki sahabatnya. Demikianlah akibat persahabatan dengan orang yang tidak baik akan membawa akibat yang tidak baik pula.

Nabi Muhammad memberi pedoman agar selalu mencari sahabat atau teman akrab yang baik. Sabda beliau: Seseorang akan mengikuti perilaku temannya, maka perhatikanlah siapa temanmu. (Riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari Abu Hurairah)

Dan sabda Rasulullah saw: Perumpamaan teman duduk yang baik dan yang jahat ialah seperti pembawa minyak kasturi dan pandai besi. Pembawa minyak kasturi itu adakalanya kamu menerima atau membeli minyak daripadanya.

Dan paling sedikit kamu mendapatkan bau harum daripadanya. Adapun pandai besi kadang-kadang ia membakar pakaianmu (karena semburan apinya) atau kamu menjumpai bau yang tidak sedap.” (Riwayat asy-Syaikhan dari Abu Musa al-Asy’ari).

Tafsir Quraish Shihab: Dengan nada menyesal karena mengikuti orang-orang yang menyesatkan, mereka berkata, “Aduhai kiranya aku tidak menjadikan Polan sebagai teman yang Engkau jadikan pemimpinku.

Surah Al-Furqan Ayat 29
لَّقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنسَانِ خَذُولًا

Terjemahan: Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.

Tafsir Jalalain: لَّقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ (Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari peringatan) Alquran بَعْدَ إِذْ جَاءَنِ (sesudah peringatan itu datang kepadaku”) karena dialah yang menjadikan aku murtad dan tidak beriman lagi kepada Alquran. Kemudian Allah berfirman,

وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنسَانِ (“Dan adalah setan itu terhadap manusia) yang kafir خَذُولً (selalu membuat kecewa.”) karena ia akan meninggalkannya begitu saja, cuci tangan bilamana manusia tertimpa malapetaka.

Tafsir Ibnu Katsir: لَّقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ (“Sesungguhnya dia telah menyesatkanku dari adz-Dzikr”) yakni al-Qur’an. بَعْدَ إِذْ جَاءَنِ (“Setelah datang kepadaku”) yaitu setelah sampai kepadaku. Allah Ta’ala berfirman: وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنسَانِ خَذُولً (“Dan syaithan itu tidak akan mau menolong manusia.”) yaitu menyesatkannya dan memalingkannya dari kebenaran serta menggunakannya dan menyerukannya dalam kebathilan.

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang kafir itu berkata, “Seseorang telah menyesatkan aku dari ajaran Al-Qur’an dan dari beriman kepada Muhammad setelah petunjuk itu datang kepadaku.” Adalah kebiasaan setan menipu manusia dan me-malingkannya dari kebenaran dan tidak mau menolong manusia yang telah disesatkannya itu.

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya si Polan itu telah menjauhkan kami dari mengingat Allah dan Alquran, padahal hal itu sangat mudah bagi kami.” Demikianlah setan menaklukkan manusia dan menjerumuskannya ke jurang kehancuran.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Furqan Ayat 25-29 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S