Surah Al-Furqan Ayat 55-60; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Furqan Ayat 55-60

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Furqan Ayat 55-60 ini, menjelaskan bahwa orang-orang musyrik itu menyembah tuhan selain Allah, yaitu patung-patung dan berhala yang tidak memberi manfaat kepada mereka. Allah memerintahkan Nabi supaya menerangkan kepada kaumnya bahwa walaupun beliau diutus untuk keselamatan mereka, namun beliau sama sekali tidak mengambil keuntungan untuk diri pribadinya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Furqan Ayat 55-60

Surah Al-Furqan Ayat 55
وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنفَعُهُمْ وَلَا يَضُرُّهُمْ وَكَانَ الْكَافِرُ عَلَى رَبِّهِ ظَهِيرًا

Terjemahan: Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak memberi manfaat kepada mereka dan tidak (pula) memberi mudharat kepada mereka. Adalah orang-orang kafir itu penolong (syaitan untuk berbuat durhaka) terhadap Tuhannya.

Tafsir Jalalain: وَيَعْبُدُونَ (Dan mereka menyembah) yakni orang-orang kafir مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنفَعُهُمْ (selain Allah apa yang tidak memberi manfaat kepada mereka) dengan menyembahnya وَلَا يَضُرُّهُمْ (dan tidak pula memberi mudarat kepada mereka) jika tidak disembah, yang dimaksud adalah berhala-berhala.

وَكَانَ الْكَافِرُ عَلَى رَبِّهِ ظَهِيرًا (Adalah orang kafir itu selalu menentang Rabbnya) selalu membantu setan dengan cara taat kepadanya dan menentang Rabbnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala mengabarkan tentang kebodohan orang-orang musyrik dalam penyembahan mereka kepada selain Allah, para berhala yang tidak memiliki kemudlaratan dan kemanfaatan, tanpa dalil menuntun mereka dan tanpa bukti yang mengarahkannya.

وَكَانَ الْكَافِرُ عَلَى رَبِّهِ ظَهِيرًا (“Adalah orang-orang kafir itu penolong [syaitan utnuk berbuat durhaka] terhadap Rab-nya.”) yaitu penolong di jalan syaitan terhadap tentara Allah, dan tentara Allah itulah yang akan menang.

Mujahid berkata: وَكَانَ الْكَافِرُ عَلَى رَبِّهِ ظَهِيرًا (“Adalah orang-orang kafir itu penolong [syaitan utnuk berbuat durhaka] terhadap Rab-nya.”) syaitan mendukung dan menolong mereka dalam bermaksiat kepada Allah.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang musyrik itu menyembah tuhan selain Allah, yaitu patung-patung dan berhala yang tidak memberi manfaat kepada mereka. Mereka menyembahnya hanya sekadar mengikuti hawa nafsu dan melanjutkan tradisi nenek moyang mereka saja, dan meninggalkan ibadah kepada Allah yang menciptakan mereka dan telah melimpahkan berbagai kenikmatan.

Di samping itu, mereka telah membuat kemungkaran dengan membantu setan dalam tindakannya memusuhi Allah, rasul-Nya dan kaum Mukminin, seperti digambarkan dalam firman-Nya: Dan teman-teman mereka (orang kafir dan fasik) membantu setan-setan dalam menyesatkan. (al-A’raf/7: 202)

Kata dhahir dalam ayat lain diartikan penolong. Sebagian ahli tafsir mengartikan terhina atau tersia-sia sehingga arti ayat itu menjadi: Dan orang-orang kafir pada sisi Tuhannya sangat hina dan sia-sia.

Tafsir Quraish Shihab: Setelah datangnya bukti-bukti yang menunjukkan bahwa hanya Allahlah yang pantas disembah, tidak selain-Nya, sebagian manusia masih ada yang menyembah berhala-berhala yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan bahaya.

Dengan keyakinannya itu, mereka berarti telah menolong setan. Padahal setan itu bermaksud menyesatkan mereka. Mereka menolak kebenaran yang diserukan oleh Allah.

Surah Al-Furqan Ayat 56
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا

Terjemahan: Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.

Tafsir Jalalain: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا (Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira) وَنَذِيرًا (dan pemberi peringatan) yang memperingatkan manusia tentang neraka.

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Allah berfirman kepada Rasul-Nya saw.: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (“Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.”) yaitu kabar gembira untuk orang-orang yang beriman dan ancaman untuk orang-orang yang kafir. Mengabarkan kegembiraan dengan surga bagi orang yang mentaati Allah dan mengabarkan ancaman dari Rabb pemilik adzab yang pedih bagi orang yang menyalahi perintah-Nyaa.

Tafsir Kemenag: Mengapa kaum musyrikin itu membantu setan berbuat durhaka terhadap Allah, padahal Dia telah mengutus rasul-Nya memberi berita gembira bagi orang yang beriman dan beramal saleh, dan memberi peringatan kepada mereka. Mereka juga mengetahui bahwa rasul itu diutus untuk membawa kabar gembira dan memberi peringatan. Alangkah bodohnya orang-orang yang memusuhi rasul.

Tafsir Quraish Shihab: Wahai Muhammad, kewajibanmu hanyalah menyampaikan risalah, memberi kabar gembira berupa surga kepada orang-orang Mukmin dan memberitahukan berita duka untuk orang-orang kafir. Setelah kamu laksanakan itu semua, tidak ada lagi yang dituntut darimu.

Surah Al-Furqan Ayat 57
قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِلَّا مَن شَاءَ أَن يَتَّخِذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلًا

Terjemahan: Katakanlah: “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan nya.

Tafsir Jalalain: قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ (Katakanlah! “Aku tidak meminta kepada kalian dalam menyampaikan hal ini) yakni menyampaikan apa yang aku diutus untuk menyampaikannya أَجْرٍ إِلَّا (upah sedikit pun, melainkan) tetapi hanya mengharapkan kepatuhan مَن شَاءَ أَن يَتَّخِذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلًا (orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Rabbnya) dengan cara menginfakkan harta bendanya ke jalan keridaan-Nya, maka untuk hal ini aku tidak mencegahnya.

Tafsir Ibnu Katsir: قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ (“Katakanlah: ‘Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu dalam menyampaikan risalah itu.’”) yaitu dalam menyampaikan dan memperingatkan hal itu, [aku tidak meminta] upah dari harta-harta kalian. Aku hanya melakukannya dalam rangka mencari wajah Allah Ta’ala.

Baca Juga:  Surah Al-Furqan Ayat 41-44; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

إِلَّا مَن شَاءَ أَن يَتَّخِذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلًا (“melainkan [mengharapkan kepatuhan] orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Rabbnya.”) yaitu jalan, langkah dan cara yang diikuti dengan sesuatu yang diberikan kepadamu.

Tafsir Kemenag: Allah memerintahkan Nabi supaya menerangkan kepada kaumnya bahwa walaupun beliau diutus untuk keselamatan mereka, namun beliau sama sekali tidak mengambil keuntungan untuk diri pribadinya.

Beliau tidak meminta upah sedikit pun kepada mereka dalam menyampaikan risalah ini, kecuali bagi orang yang dengan kemauannya sendiri ingin berbuat amal saleh untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengeluarkan sedekah atau bantuan suka rela, itulah yang baik baginya.

Tafsir Quraish Shihab: Katakan kepada mereka, “Aku tidak mengharap imbalan dan balasan dari seruanku kepada kalian untuk memeluk Islam. Aku hanya ingin salah seorang dari kalian ada yang mendapat petunjuk, menempuh jalan kebenaran dan kembali kepada Tuhannya.”

Surah Al-Furqan Ayat 58
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ وَكَفَى بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا

Terjemahan: Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.

Tafsir Jalalain: وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ (Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup Kekal Yang tidak mati, dan bertasbihlah) seraya بِحَمْدِهِ (memuji kepada-Nya) yakni, katakanlah, ‘Subhanallah Wal Hamdulillah’ yang artinya; Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah. وَكَفَى بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا (Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa hamba-hamba-Nya) lafal Bihi berta’alluq kepada lafal Dzunubi.

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Allah berfirman: وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ (“Dan bertawakallah kepada Allah Yang Mahahidup [kekal] Yang tidak mati.”) yaitu dalam seluruh urusanmu hendaklah engkau menjadi orang yang bertawakal kepada Allah yang Hidup, yang selama-lamanya tidak akan mati.

Dan Dia: هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (“Adalah Mahaawal, Mahaakhir, Mahadhahir, dan Mahabathin, dan Dia Mahamengetahui segala sesuatu.”) kekal abadi selama-lamanya, hidup dan berdiri sendiri. Rabb dari segala sesuatu dan Rajanya. Jadikanlah Dia tempat memohon kebutuhan dan tempat meminta. Dia lah Rabb yang kita bertawakal dan menuju, karena Dia akan mencukupimu, menolong, mendukung dan memenangkanmu.

Firman-Nya: وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ (“Dan bertasbihlah dengan memuji-Nya”) yaitu iringkanlah antara memuji dan mensucikan-Nya. Untuk itu dalam sebuah riwayat Rasulullah saw. bersabda: “Mahasuci Engkau ya Allah, Rabb kami dan dengan memuji-Mu.”

Yaitu memurnikan ibadah dan tawakkal kepada-Nya, sebagaimana Allah berfirman: فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ (“Maka ibadahilah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya.”) (Huud: 123)

Firman Allah: وَكَفَى بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا (“Dan cukuplah Dia Mahamengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” ) yaitu dengan ilmu-Nya yang sempurna yang tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya dan tidak ada yang terlenyap [meski] seberat bii dzarrah pun dari-Nya.

Tafsir Kemenag: Ayat ini memerintahkan manusia agar bertawakal kepada Allah yang Hidup Kekal tidak mati, Tuhan seru sekalian alam, berserah diri kepada-Nya, dan bersabar dalam segala musibah yang menimpa dirinya.

Tuhanlah yang memberi kecukupan kepada manusia, yang menyampaikan kepada tujuan kebahagiaan. Manusia juga diperintahkan untuk bertasbih dengan memuji Allah, mensucikan-Nya dari segala sekutu, anak, istri, dan segala sifat yang tidak pantas, seperti yang dituduhkan oleh kaum musyrikin kepada-Nya.

Perintah Allah bertawakal kepada-Nya itu bukan berarti bahwa manusia tidak perlu berusaha lagi, atau tidak perlu memikirkan sebab-sebab yang menimbulkan usaha itu, tetapi maksudnya ialah agar manusia menyerahkan kepada Allah segala sesuatu yang telah diusahakannya.

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan supaya bertawakal hanya kepada-Nya Yang Mahahidup, karena semua makhluk akan mati, maka tidak patut bertawakal kepada selain Allah. Hanya Allah-lah Yang Maha Hidup Kekal, yang mengetahui segala amal perbuatan dan dosa-dosa hamba-Nya dan yang mampu memberi balasan amal-amalnya. Amalan yang baik dibalas dengan pahala, dan amalan yang buruk dibalas dengan siksa.

Tafsir Quraish Shihab: Bertakwalah dalam segala urusan kalian kepada Allah, Zat yang Mahahidup yang tidak akan mati. Sucikan dan agungkanlah Dia dengan memuji segala nikmat-Nya. Biarkanlah orang yang keluar dari jalan kebenaran. Allah Maha Mengetahui ihwal mereka dan akan membalas dosa-dosa mereka.

Surah Al-Furqan Ayat 59
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ الرَّحْمَنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا

Terjemahan: Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas ‘Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.

Tafsir Jalalain: Dia adalah الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ (Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari) dari hari-hari dunia menurut perkiraan; karena pada masa itu masih belum ada matahari. Akan tetapi jika Dia menghendaki niscaya Dia dapat menciptakan kesemuanya dalam waktu sekejap saja. Sengaja Dia memakai cara ini dengan maksud untuk mengajari makhluk-Nya supaya berlaku perlahan-lahan dan tidak tergesa-gesa dalam segala hal.

Baca Juga:  Surah An-Nur Ayat 3; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ (kemudian Dia berkuasa di atas Arasy) arti kata Arasy menurut istilah bahasa adalah singgasana raja. الرَّحْمَنُ (yakni Allah Yang Maha Penyayang) lafal Ar-Rahmaan ini berkedudukan menjadi Badal dari Dhamir yang terkandung di dalam lafal Istawaa Makna Istawaa ialah bersemayam, karena ungkapan inilah yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya,

فَاسْأَلْ (maka tanyakanlah) hai manusia بِهِ (tentang Dia) tentang Allah Yang Maha Pemurah خَبِيرًا (kepada orang yang mengetahui.”) tentang-Nya, dia akan menceritakan kepada-Mu mengenai sifat-sifat-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ (“Yang Menciptakan langit dan bumi….”) yaitu Dia lah yang hidup dan tidak mati. Dia lah pencipta segala sesuatu, Rabb dan Raja dengan kekuasaan dan kerajaan-Nya menciptakan tujuh lapis langit dalam ketinggian dan keluasannya serta tujuh lapis bumi dalam kerendahannya dan kerimbunannya.

فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ (“Dalam enam hari, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy”) yaitu mengatur urusan dan menetapkan kebenaran. Dia lah sebaik-baik penentu.

Firman-Nya: ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ الرَّحْمَنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا (“Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, [Dia lah] Yang Mahapemurah, maka tanyakanlah tentang Allah keapda yang lebih mengetahui.”) yaitu cari tahulah kepada orang yang amat mengerti dan amat mengetahui tentang-Nya, lalu ikuti dan patuhilah.

Dan sesungguhnya telah diketahui bahwasannya tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui dan lebih memahami tentang Allah daripada hamba dan Rasul-Nya, yaitu Muhammad saw. pemimpin anak Adam secara mutlak di dunia dan di akhirat, yang tidak berbicara dari hawa nafsu melainkan dari wahyu yang diberikan kepadanya. Maka apa yang diucapkannya adalah kebenaran dan apa yang diberitakannya adalah kejujuran.

Dia-lah imam bijaksana yang jika manusia bersengketa dengan sesuatu, wajib mengembalikan sengketa itu padanya. Apa yang sesuai dengan perkataan dan perbuatannya, maka itulah kebenaran. Dan apa yang menyelisihinya, maka dia tertolak dalam keadaan bagaimanapun.

Firman Allah: فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ … (“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu…”)(an-Nisaa’: 59). Untuk itu Allah Ta’ala berfirman: fas-al biHii khabiiran (“Maka tanyakanlah tentang Allah kepada yang lebih mengetahui.”)

Mujahid berkata tentang firman Allah: فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا (“Maka tanyakanlah tentang Allah kepada yang lebih mengetahui.”) apa yang Aku beritahu kepadamu tentang sesuatu, maka demikianlah seperti apa yang Aku beritahukan kepadamu. Demikian pula perkataan Ibnu Juraij.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah yang menciptakan langit, bumi, dan apa yang ada di antara keduanya dalam waktu enam masa. Kata yaum biasanya diterjemahkan sebagai “hari”, tetapi “hari” dalam ayat ini bukanlah hari yang lamanya 24 jam, tetapi yaum diartikan sebagai “masa”. Kemudian Allah bersemayam di atas ‘Arasy (lihat Surah al-A’raf/7: 54).

Setiap mukmin meyakini bahwa Allah Maha Esa, hidup kekal, yang menciptakan langit, bumi, dan segala yang ada di antara keduanya dalam enam masa. Allah Maha Pemurah karena rahmat dan karunia-Nya amat besar kepada manusia, baik yang beriman maupun tidak.

Bagi orang-orang yang beriman hendaklah mengenal sifat-sifat Allah, karena hal itu akan menambah kemantapan iman. Bagi orang yang belum mengenal sifat-sifat-Nya tersebut hendaklah bertanya kepada orang yang betul-betul mengetahui urusan agama. Allah berfirman:

Maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui. (an-Nahl/16: 43; Lihat juga Surah al-Anbiya’/21: 7)

Pada masa Rasulullah, jika ada persoalan terkait dengan agama, para sahabat dapat bertanya langsung kepada beliau. Setelah Rasul wafat, kaum muslimin hendaknya bertanya kepada para ulama yang mendalami urusan agama.

Tafsir Quraish Shihab: Allahlah yang menciptakan langit dan bumi beserta apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari.
Dia menguasai singgasana kerajaan. Kekuasaan-Nya meliputi segala sesuatu. Dialah Zat yang Maha Pengasih.

Apabila kamu ingin tahu sifat-sifat-Nya, maka tanyakanlah kepada siapa yang mengetahui hal itu. Dia pasti akan memberikan jawaban untukmu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

Enam hari yang yang disebutkan di dalam ayat di atas merupakan ungkapan Allah tentang masa. Dialah yang lebih tahu ukuran hari-hari tersebut. Dari sudut pandang ilmu pengetahuan, proses kejadian alam melewati beberapa fase.

Adapun Firman Allah yang berbunyi “…al-samawat wa al-ardl wa ma baynahuma…” (‘…langit, bumi dan apa yang ada di antara keduanya…’) menunjukkan semua benda-benda langit yang terdiri atas bintang, matahari, planet, bulan, debu kosmos, gas dan energi yang kesemuanya membentuk alam raya.

Sedangkan Firman Allah “…tsumma istawa ‘ala al-‘arsy…” (‘…kemudian Dia menguasai ‘arsy…’) menetapkan bahwa dilihat dari segi waktu, alam ini mempunyai permulaan, dan bahwa terbentuknya alam ini disertai dengan hukum alam atau sunnatullah yang mengatur semuanya.

Dengan adanya suatu sistem alam ini yang rinci dan sempurna serta mencakup segala sesuatu, penguasaan Allah terhadap alam secara global dan rinci menjadi jelas. Mengenai firman-Nya”…fa is’al bihi khabiran” (‘…Tanyakanlah kepada yang mengetahui’), mengandung anjuran akan pentingnya meneliti dan menggali gejala-gejala alam dan sistem yang ada di dalamnya untuk mengetahui rahasia-rahasia kekuasaan Allah dalam penciptaan alam.

Baca Juga:  Surah Al-Furqan Ayat 7-14; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Surah Al-Furqan Ayat 60
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًا

Terjemahan: Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Sujudlah kamu sekalian kepada yang Maha Penyayang”, mereka menjawab: “Siapakah yang Maha Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami(bersujud kepada-Nya)?”, dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman).

Tafsir Jalalain: وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ (Dan apabila dikatakan kepada mereka) yaitu penduduk Mekah اسْجُدُوا لِلرَّحْمَنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا (“Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Pemurah”, mereka menjawab, “Siapakah Yang Maha Pemurah itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan yang kamu perintahkan kami bersujud kepada-Nya?”) lafal Tamuruuna dapat dibaca Yamuruuna dan yang memerintahkan kepada mereka untuk bersujud adalah Nabi Muhammad. Makna ayat; kami tidak mengetahui-Nya, maka kami tidak mau bersujud kepada-Nya وَزَادَهُمْ (dan makin menambah mereka) perintah bersujud yang ditujukan kepada mereka itu menambah mereka نُفُورًا (semakin jauh) dari iman. Maka Allah swt. berfirman,.

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Allah Ta’ala berfirman mengingkari orang-orang musyrik yang sujud kepada berhala dan tandingan-tandingan: وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَنُ (“Dan apabila dikatakan kepada mereka sujudlah kamu kepada ar-Rahmaan, mereka menjawab: ‘Siapakah ar-Rahmaan?’”) yaitu kami tidak mengenal ar-Rahmaan.

Mereka mengingkari pemberian nama Allah dengan ar-Rahmaan, sebagaimana yang terjadi pada hari perjanjian Hudaibiyyah ketika Nabi saw. berkata kepada seorang penulis: “Tulislah dengan Nama Allah Yang Maharahmaan dan Maharahiim.” Mereka berkata, “Kami tidak mengenal ar-Rahmaan dan ar-Rahiim. Akan tetapi, tulislah sebagaimana sebelumnya engkau tulis: ‘Dengan nama Engkau ya Allah.’”

Untuk itu Allah berfirman yang artinya: “Katakanlah: ‘Serulah Allah atau serulah ar-Rahmaan. Dengan nama mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-Asmaa-ul husnaa [nama-nama terbaik].” (al-Israa’: 110)

Dalam dalam ayat ini Allah berfirman: وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَنُ (“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Sujudlah kamu kepada ar-Rahman,’ mereka menjawab, ‘Siapakah ar-Rahmaan?’”) yaitu kami tidak mengenal ar-Rahmaan dan tidak mengakuinya: أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا (“Apakah kami akan sujud kepada Rabb yang kamu perintahkan kami [bersujud kepada-Nya]?’”) yaitu semata-mata perkataanmu, وَزَادَهُمْ نُفُورًا (“Dan hal itu menambah mereka jauh.”)

Adapun orang-orang yang beriman, mereka beribadah kepada Allah Yang Maharahmaan dan Maharahiim, mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah dan sujud kepada-Nya. Sesungguhnya para ulama telah sepakat bahwa perintah sujud yang ada dalam surah Al-Furqan adalah disyariatkannya sujud bagi orang yang membaca dan mendengarnya, sebagaimana telah dijelaskan pada tempatnya. wallaaHu a’lam.

Tafsir Kemenag: Setelah menjelaskan betapa besar karunia dan nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada mereka, Allah menerangkan pula sikap orang-orang kafir yang seharusnya bersyukur dan berterima kasih, tetapi mereka berbuat sebaliknya.

Apabila mereka yang menyembah selain Allah diperintahkan untuk sujud kepada Tuhan Yang Maha Penyayang, mereka menjawab, “Siapakah Tuhan Yang Maha Penyayang?” Pertanyaan mereka seperti pertanyaan Bani Israil kepada Musa ketika ia mengatakan, “Sesungguhnya aku adalah seorang utusan dari Rabbul ‘alamin.”

Bani Israil bertanya, “Siapakah Rabbul ‘alamin itu?” Kaum musyrikin itu dalam bantahannya mengatakan, “Apakah kami akan sujud kepada Tuhan yang dikatakan Maha Penyayang, tetapi kami belum kenal sama sekali?” Perintah sujud itu menambah mereka ingkar dan jauh dari iman.

Diriwayatkan oleh adh-ahhaq bahwa Nabi Muhammad beserta para sahabat bersujud ketika selesai membaca ayat ini, karena ia termasuk di antara ayat-ayat yang disunatkan bersujud bagi para pembaca dan pendengarnya. Sujudnya dinamakan sujud tilawah.

Ayat-ayat yang disunatkan sujud tilawah ada 15 buah, dua buah di antaranya berada dalam Surah al-hajj dan yang 13 lagi tersebar dalam Surah-surah al-A’raf, ar-Ra’d, an-Nahl, al-Isra’, Maryam, al-Furqan, an-Naml, as-Sajdah, sad, Fussilat, an-Najm, al-Insyiqaq, dan al-‘Alaq.

Yang berada dalam Surah sad bukan saja sujud tilawah, tetapi juga sujud syukur. Setelah Allah menerangkan sikap orang-orang kafir yang menjauhkan diri dari sujud kepada-Nya, maka Dia menerangkan sikap penolakan orang-orang untuk sujud, bahkan mereka bertambah keras kepala dan menjauh dari Tuhannya.

Tafsir Quraish Shihab: Apabila dikatakan kepada orang-orang kafir, “Tunduklah kepada Zat yang Maha Pengasih,” maka jawaban mereka adalah berupa keingkaran dan sikap masa bodoh terhadap Zat yang Maha Pengasih itu. Mereka berkata, “Siapa Dzat yang Maha Pengasih itu? Kami tidak mengenal-Nya sehingga tidak perlu tunduk kepada-Nya. Lagi pula, haruskah kami tunduk karena sekadar mengikuti perintahmu?” Demikianlah, mereka semakin jauh dan lari dari keimanan.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Furqan Ayat 55-60 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S