Surah Al-Hajj Ayat 52-54; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Hajj Ayat 52-54

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Hajj Ayat 52-54 ini, Allah memperingatkan orang-orang yang beriman akan usaha-usaha yang dilakukan oleh setan; baik setan dalam bentuk jin, maupun setan dalam bentuk manusia untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah menjelaskan berbagai usaha setan-setan beserta pengikutpengikutnya untuk memperdayakan manusia dengan menambah pengertian yang salah dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan dalam agama Islam. Perbuatan mereka itu menjadi cobaan bagi manusia, terutama bagi orang-orang yang beriman, orang-orang yang ingkar dan sesat hatinya serta orang-orang munafik.

Godaan setan itu menambahkan sesat dan menimbulkan penyakit dalam hatinya, sehingga kekafiran dan kemunafikan mereka bertambah.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hajj Ayat 52-54

Surah Al-Hajj Ayat 52
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Terjemahan: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,

Tafsir Jalalain: وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ (Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun) rasul adalah seorang nabi yang diperintahkan untuk menyampaikan wahyu وَلَا نَبِيٍّ (dan tidak pula seorang nabi) yaitu orang yang diberi wahyu akan tetapi tidak diperintahkan untuk menyampaikannya إِذَا تَمَنَّى (melainkan apabila ia membaca) membacakan Alquran أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ (setan pun, memasukkan godaan-godaan terhadap bacaannya itu) membisikkan apa-apa yang bukan Alquran dan disukai oleh orang-orang yang ia diutus kepada mereka.

Sehubungan dengan hal ini Nabi saw. pernah mengatakan setelah beliau membacakan surah An-Najm, yaitu sesudah firman-Nya, “Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata, Uzza dan Manat yang ketiganya…” (Q.S. An-Najm, 19-2O) lalu beliau mengatakan, “Bintang-bintang yang ada di langit yang tinggi itu, sesungguhnya manfaatnya dapat diharapkan”.

Orang-orang musyrik yang ada di hadapan Nabi saw. kala itu merasa gembira mendengarnya. Hal ini dilakukan oleh Nabi saw. di hadapan mereka, dan sewaktu Nabi saw. membacakan ayat di atas lalu setan meniupkan godaan kepada lisan Nabi saw. tanpa ia sadari, sehingga keluarlah perkataan itu dari lisannya.

Maka malaikat Jibril memberitahukan kepadanya apa yang telah ditiupkan oleh setan terhadap lisannya itu, lalu Nabi saw. merasa berduka cita atas peristiwa itu. Hati Nabi saw. menjadi terhibur kembali setelah turunnya ayat berikut ini,

فَيَنسَخُ اللَّهُ (“Allah menghilangkan) membatalkan مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ (apa yang ditiupkan oleh setan itu, dan Dia menguatkan ayat-ayat-Nya) memantapkannya. وَاللَّهُ عَلِيمٌ (Dan Allah Maha Mengetahui) apa yang telah dilancarkan oleh setan tadi حَكِيمٌ (lagi Maha Bijaksana) di dalam memberikan kesempatan kepada setan untuk dapat meniupkan godaannya kepada Nabi saw. Dia berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: Kebanyakan ahli tafsir menceritakan kisah Gharaniq dan peristiwa kembalinya orang-orang yang berhijrah ke negeri Habasyah karena mengira bahwa orang-orang musyrik Quraisy sudah masuk Islam. Akan tetapi seluruh jalan periwayatannya bersifat mursal dan aku (Ibnu Katsir) tidak melihat adanya sanad dengan jalur yang shahih. Wallahu a’lam.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan, bahwasanya Sa’id bin Jubair berkata: Rasulullah saw. di kota Makkah membaca surat an-Najm. Ketika beliau sampai kepada ayat: afara-aitumul laata wal ‘uzzaa wa manaatats-tsaalitsatal ukhraa (“Maka apakah patut kamu menganggap al-Latta dan ‘Uzza dan Manat yang ketiga,”) beliau bersabda:

“Lalu syaitan membisikkan pada lisannya: Itulah kisah Gharaniq al-Ula.’ Sesungguh-nya syafa’at mereka diharapkan. Mereka menyebutkan, tidak pernah ilah kami disebut baik sebelum hari ini, lalu ia sujud dan mereka pun sujud, maka Allah menurunkan ayat ini:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (“Dan Kami tidak mengutus sebelummu seorang Rasul pun dan tidak pula seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai suatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha-mengetahui lagi Mahabijaksana. ” Wallahu a’lam.

Demikianlah macam-macam jawaban mutakallimin tentang penetapan keshahihannya. Al-Qadhi ‘Iyadh menjelaskan dalam kitab asy-Syifaa’ untuk masalah ini, dia menjawab yang hasilnya seperti itu, karena telah ada penetapannya.

Firman-Nya: إِلَّا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ (“Melainkan apabila ia mempunyai suatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu,”) ayat ini mengandung hiburan dari Allah kepada Rasul-Nya yaitu Allah tidak menakuti engkau. Sesungguhnya hal seperti itu telah menimpa pula kepada para Rasul dan Nabi sebelummu.

Al-Bukhari meriwayatkan, Ibnu Abbas berkata: fii umniyyati (“Terhadap keinginan itu,”) jika ia bercerita, syaitan pun memasukkan sesuatu terhadap ceritanya itu. Maka Allah membatalkan apa yang dimasukkan syaitan; tsumma yuhkimullaaHu aayaatiHi (“Dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya,”) Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas:

إِلَّا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ (“Melainkan apabila ia mempunyai suatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu,”) ia berkata: “Jika ia bercerita, syaitan pun memasukkan sesuatu terhadap ceritanya itu.”

Mujahid berkata: إِذَا تَمَنَّى (“Apabila mempunyai suatu keinginan,”) yaitu jika ia berkata. Dikatakan “umniyyati” bacaannya; illaa amaaniyya (“Kecuali angan-angan,”) (QS. Al-Baqarah: 78), yang mereka baca dan tidak mereka catat.

Al-Baghawi dan kebanyakan ahli tafsir berkata, makna firman-Nya: تَمَنَّى; yaitu mentilawahkan dan membaca Kitabullah; alqasy syaithaanu فِي أُمْنِيَّتِهِ (“Syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu,”) yaitu dalam bacaannya.

Seorang penya’ir berkata tentang Utsman ketika dia terbunuh: “Dia membaca Kitabullah di awal malam. Dan di akhir malam, dia berjumpa dengan penguasa takdir.

Baca Juga:  Surah Al-Hajj Ayat 77-78; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Adh-Dhahhak berkata: إِذَا تَمَنَّى; artinya, jika (ia) membaca. Jarir berkata: “Pendapat ini lebih tepat dengan penafsiran kalimat.”

Firman-Nya: فَيَنسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ (“Allah menghilangkan apa yang dimasukkan syaitan itu,”) hakekat nasakh menurut bahasa adalah menghilangkan dan mengangkat.

Ali bin Abi Thalhah berkata dari IbnuAbbas: “Yaitu, lalu Allah membatalkan apa yang dimasukkan syaitan itu.” Adh-Dhahhak berkata: “Jibril menghilangkan apa yang dimasukkan syaitan itu dengan perintah Allah, Allah memperkuat ayat-ayat-Nya.”

Firman-Nya: وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (“Dan Allah Mahamengetahui,”) berbagai perkara dan peristiwa yang terjadi dan tidak ada satu pun yang tersembunyi dari-Nya. hakiimun (“Lagi Mahabijaksana,”) yaitu dalam ketetapan, penciptaan dan perintah-Nya. Dia memiliki kebijaksanaan yang sempurna dan bukti-bukti yang akurat.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah memperingatkan orang-orang yang beriman akan usaha-usaha yang dilakukan oleh setan; baik setan dalam bentuk jin, maupun setan dalam bentuk manusia untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah.

Di antara usaha-usaha setan itu ialah apabila Rasul membicarakan ayat-ayat Allah, atau menjelaskan dan menyampaikan syariat yang dibawanya kepada para sahabatnya, maka bangunlah setan-setan itu dan berusahalah mereka memasukkan ke dalam hati para pendengar sesuatu tafsiran yang salah, sehingga mereka meyakini bahwa ayat-ayat atau syariat yang disampaikan Rasul itu, bukan berasal dari Allah, tetapi semata-mata ucapan Rasul saja, yang dibuat-buat untuk meyakinkan manusia akan kenabian dan kerasulannya.

Ada pula di antara setan-setan itu menyisipkan tafsir yang salah terhadap ayat-ayat itu, sehingga tanpa disadari oleh para pendengar, mereka telah menyimpang dengan tafsir itu sendiri dari maksud ayat yang sebenarnya.

Usaha setan itu tidak saja dilakukan terhadap Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi, tetapi juga telah dilakukannya terhadap agama dan kitab-kitab suci yang pernah diturunkan kepada para rasul. Usaha-usaha setan itu ada yang berhasil. Bila dipelajari dengan sungguh-sungguh sejarah agama yang dibawa para rasul dan sejarah kitab-kitab suci yang diturunkan Allah kepada mereka.

Telah banyak dimasukkan oleh setan ke dalam agama-agama itu sesuatu yang dapat menyesatkan manusia dari jalan Allah. Yang disisipkan itu bukan saja hal yang ringan dan bukan prinsip, tetapi banyak pula yang telah berhasil disisipkan itu sesuatu yang dapat mengubah azas dan pokok agama itu, Allah berfirman:

Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak berkhianat). (al-Ma’idah/5: 13)

Agama yang diturunkan Allah kepada para rasul terdahulu yang telah banyak dicampuri oleh perbuatan setan, di antaranya ialah agama Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Daud dan Nabi Isa as.

Dalam sejarah kaum Muslimin setelah Rasulullah saw dan para sahabat terdekat meninggal dunia, nampak dengan jelas usaha-usaha untuk merusak dan mengubah agama Islam meskipun usaha untuk mengubah, menambah atau mengurangi ayat-ayat Al-Qur’an tidak berhasil, karena Al-Qur’an dipelihara oleh Allah, tetapi mereka hampir saja berhasil memasukkan hadis-hadis palsu ke dalam kumpulan hadis-hadis Nabi.

Di samping itu juga mereka hampir berhasil menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan tafsir atau takwil yang jauh dari makna Al-Qur’an yang dikehendaki.

Di samping usaha-usaha mereka untuk mengubah ayat-ayat suci Al-Qur’an, hadis Nabi dan syariat Islam, mereka juga berusaha untuk merusak hidup dan kehidupan manusia, seperti jika seorang mencita-citakan adanya sesuatu kebaikan pada dirinya,

maka ditimbulkanlah oleh setan di dalam diri dan pikiran orang itu pendapat atau keyakinan bahwa cita-cita yang diinginkan itu sulit memperolehnya, sehingga timbul pada diri dan kemauan orang itu rasa takut dan rasa tidak sanggup mencapai cita-cita yang baik itu.

Mengenai Al-Qur’an banyak sekali usaha-usaha untuk meniru-nirunya, memasukkan tafsir dan takwilan yang salah ke dalamnya, memasukkan khurafat-khurafat dan sebagainya, namun semua usaha itu mengalami kegagalan. Hal ini sesuai dengan jaminan Allah tehadap pemeliharaan Al-Qur’an itu, Allah berfirman:

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya. (al-Hijr/15: 9). Jika diperhatikan sejarah Al-Qur’an, amat banyak cara yang telah dilakukan untuk menjaga otensitas Al-Qur’an itu, di antaranya ialah:

  1. Di masa Rasulullah masih hidup, setiap ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan beliau menyuruh menuliskan dan menghafalnya.
  2. Tidak lama setelah Rasulullah saw meninggal dunia, seluruh Al-Qur’an telah dapat dikumpulkan dan ditulis pada lembaran-lembaran yang kemudian diikat dan disimpan oleh Abu Bakar, sepeninggal Abu Bakar disimpan oleh Umar, kemudian oleh Hafsah binti Umar. Di masa Usman Al-Qur’an yang ditulis pada lembaran-lembaran itu dibukukan. Al-Qur’an dinamai “Mushaf”. Ada lima buah mushaf yang ditulis di masa Usman itu. Dari mushaf yang lima itulah kaum Muslimin di seluruh dunia Islam di masa itu menyalin Al-Qur’an.
  3. Mendorong dan menambah semangat orang-orang yang berilmu, agar memperdalam ilmunya. Dengan kemampuan ilmu yang ada, mereka dapat mempertahankan kemurnian Al-Qur’an dari segala macam subhat dan penafsiran yang salah.
  4. Sejak masa Nabi saw sampai saat ini, selalu ada orang yang hafal seluruh Al-Qur’an, sehingga sukar dilakukan penyisipan-penyisipan ke dalamnya. Bahkan kesalahan tulisan yang sedikit saja pada ayat-ayat Al-Qur’an telah dapat menimbulkan reaksi yang kuat dari kalangan kaum Muslimin.

Dalam setiap kurun sejarah Islam, selalu ada tokoh-tokoh ulama yang sanggup membela dan mempertahankan ajaran Islam dari serangan yang datang dari luar Islam yang beraneka ragam bentuknya.

Pada saat banyak timbul usaha-usaha pemalsuan hadis pada permulaan abad kedua hijriyah, tampillah Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau berusaha mengumpulkan dan membukukan hadis-hadis Nabi saw yang masih berada dalam hafalan para tabiin, dan sebagian telah dituliskan oleh para sahabat.

Beliau memerintahkan para pejabat di daerah-daerah, dan para ulama agar mengumpulkan hadis-hadis Nabi di daerah mereka masing-masing. Di antara para ulama yang menulisnya ialah Imam az-Zuhri. Maka oleh Imam az- Zuhri dikumpulkan hadis-hadis Nabi itu.

Baca Juga:  Surah Al-Hajj Ayat 55-57; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Sekalipun pada masa itu belum lagi dilakukan penelitian dan pemisahan hadis-hadis mana yang palsu dan mana yang benar-benar berasal dari Nabi, tetapi usaha ini merupakan landasan dan dasar dari usaha-usaha yang akan dilakukan oleh para Imam hadis yang datang kemudian sesudah angkatan az-Zuhri ini, seperti Imam al-Bukhari, Muslim, an-Nasai, Abu Daud dan lain-lain. Imam-imam inilah yang melakukan penelitian terhadap hadis-hadis yang telah dikumpulkan di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz itu.

Demikian pula Imam al-Asy’ari telah berhasil mempertahankan kemurnian ajaran Islam dari pengaruh filsafat Yunani yang banyak dipelajari oleh ulama-ulama Islam waktu itu. Kemudian al-Gazali telah berhasil pula mempertahankan ajaran Islam dari pengajaran atau pengaruh yang kuat dari filsafat Neoplatonisme. Ibnu Taimiyah telah membersihkan ajaran Islam dari berbagai khufarat yang menyesatkan.

Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk segala macam bentuk usaha setan untuk merusak dan merubah ajaran Islam, semua yang terbesit di dalam hati manusia, semua yang nampak dan semua yang tersembunyi. Dengan pengetahuan-Nya itu pula Dia melumpuhkan tipu daya setan yang ingin merusak agama-Nya, kemudian menimpakan pembalasan yang setimpal bagi mereka itu.

Tafsir Quraish Shihab: Janganlah kamu bersedih, wahai Muhammad, mendapati perlakuan orang-orang kafir itu! Sebelum kamu pun, setiap kali seorang rasul atau seorang nabi membacakan sesuatu untuk mengajak mereka kepada kebenaran, semua rasul itu dihalangi oleh setan-setan manusia yang membangkang.

Setan-setan itu bermaksud untuk menggagalkan dakwah, membuat keragu-raguan dalam sesuatu yang dibacakan itu, dan akhirnya membuat seruan nabi atau rasul itu tidak ada harapan untuk dipenuhi. Tetapi Allah menggagalkan rencana mereka itu, dan kemenangan pun, akhirnya, berada di pihak kebenaran.

Allah telah mengokohkan syariat dan menolong rasul-Nya. Dia yang Mahatahu akan keadaan dan tipu daya manusia lagi Mahabijaksana untuk meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.

Surah Al-Hajj Ayat 53
لِّيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِّلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ

Terjemahan: agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat,

Tafsir Jalalain: لِّيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً (Agar Dia menjadikan apa yang ditiupkan oleh setan itu sebagai cobaan) yakni musibah لِّلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ (bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit) perselisihan dan kemunafikan وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ (dan yang kasar hatinya) orang-orang musyrik; hati mereka kasar dan keras tidak mau menerima barang yang hak.

وَإِنَّ الظَّالِمِينَ (Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu) yakni orang-orang kafir لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ (benar-benar dalam permusuhan yang sangat”) mereka berada dalam perselisihan yang berkepanjangan dengan Nabi saw. dan orang-orang Mukmin, hal ini dapat diketahui sewaktu terlontar kata-kata dari lisan Nabi saw. yang menyebutkan tuhan-tuhan mereka dengan sebutan yang membuat mereka suka; hanya saja hal itu dibatalkan oleh firman Allah selanjutnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Untuk itu Dia berfirman: لِّيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِّلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ (“Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit,”) yaitu keraguan, syirik, kekufuran dan kemunafikan, seperti orang-orang musyrik ketika mereka bergembira karenanya dan berkeyakinan bahwa hal itu benar dari sisi Allah, padahal semua itu dari godaan syaitan.

Ibnu Juraij berkata: لِّلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ (“Bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit,”) yaitu orang-orang munafik; وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ (“Dan yang kasar hatinya,”) yaitu orang-orang musyrik.” Muqatil bin Hayyan berkata: “Yaitu orang Yahudi.”

وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ (“Dan sesunggguhnya orang-orang yang dhalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat,”) yaitu dalam kesesatan, perbedaan dan pembangkangan yang serius terhadap kebenaran (al-haq).,

Tafsir Kemenag: Allah menjelaskan berbagai usaha setan-setan beserta pengikutpengikutnya untuk memperdayakan manusia dengan menambah pengertian yang salah dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan dalam agama Islam.

Perbuatan mereka itu menjadi cobaan bagi manusia, terutama bagi orang-orang yang beriman, orang-orang yang ingkar dan sesat hatinya serta orang-orang munafik. Godaan setan itu menambahkan sesat dan menimbulkan penyakit dalam hatinya, sehingga kekafiran dan kemunafikan mereka bertambah.

Sedang orang-orang yang kuat imannya tidak akan tertipu oleh setan, setiap godaan setan yang datang kepadanya akan menambah kuat imannya. Sebaliknya orang-orang yang sesat hatinya dan ada penyakit di dalamnya akan jauh menyimpang dari jalan yang benar, karena itu sukar bagi mereka kembali ke jalan yang benar. Mereka tidak dapat lagi mengharapkan keridaan Allah dan tidak akan lepas dari siksaan Allah.

Tafsir Quraish Shihab: Adapun mengapa Allah memberi kesempatan kepada para penolak kebenaran untuk membuat keragu- raguan dan merintangi jalan dakwah adalah untuk menguji dan mencoba umat manusia.

Orang-orang kafir yang hatinya telah membatu, orang-orang munafik, dan orang-orang yang hatinya sakit, semakin sesat karena menyebarkan dan membela keragu-raguan itu. Maka tidak mengherankan, mengapa orang-orang zalim tersebut mengambil sikap seperti itu, karena mereka telah tenggelam dalam kesesatan, sikap keras kepala dan pertikaian.

Surah Al-Hajj Ayat 54
وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Terjemahan: dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.

Tafsir Jalalain: وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ (Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini) diberi ilmu tentang ketauhidan dan Alquran أَنَّهُ (bahwasanya Alquran) itulah الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ (yang hak dari Rabbmu lalu mereka beriman kepadanya dan tenanglah) yakni mantaplah.

Baca Juga:  Surah An-Najm Ayat 31-32; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ (hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan) tuntunan مُّسْتَقِيمٍ (yang lurus) yaitu agama Islam.

Tafsir Ibnu Katsir: وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ (“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwasanya al-Qur’an itulah yang haq dari Rabbmu, lalu mereka beriman,”) yaitu agar orang-orang yang telah diberikan ilmu yangbermanfaat mampu membedakan antara haq dan bathil serta beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,

mengetahui bahwa apa yang telah Kami wahyukan kepadamu adalah kebenaran dari Rabbmu yang menurunkan hal itu dengan ilmu, pemeliharaan dan penjagaan-Nya dari pencampur bauran dengan yang lainnya.

Bahkan, itulah Kitab yang mulia: لَّا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ (“Yang tidak didatangi kebathilan dari hadapan dan belakangnya serta diturunkan dari Allah Yang Mahabijaksana lagi Mahaterpuji.”) (QS. Fushshilat: 42).

Dan firman-Nya: فَيُؤْمِنُوا بِهِ (“Lalu mereka beriman,”) yaitu membenarkan dan mematuhinya; فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ (“Dan tunduk hati mereka kepadanya,”) yaitu hati mereka tunduk dan patuh. وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ (“Dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus,”) yaitu di dunia dan di akhirat.

Adapun di dunia, Dia memberikan mereka petunjuk kepada kebenaran dan mengikutinya serta memberikan taufiq kepada mereka untuk menyelisihi dan menjauhi kebathilan. Sedangkan di akhirat, Dia memberikan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus yang menyampaikannya kepada derajat surga serta menyelamatkan mereka dari adzab yang pedih dan kerak api neraka.

Tafsir Kemenag: Allah melakukan yang demikian itu agar orang-orang yang berilmu pengetahuan mengetahui dan merenungkan segala macam hukum yang telah ditetapkan Allah, pokok-pokok sunnatullah, segala macam subhat dan penafsiran ayat-ayat dengan cara yang salah yang dibuat oleh setan dan pengikut-pengikutnya.

Dengan pengetahuan dan pengalaman itu diharapkan iman mereka bertambah, meyakini bahwa Al-Qur’an itu benar-benar berasal dari Allah. sebagaimana mereka meyakini bahwa Allah menjamin keaslian Al-Qur’an dari campur tangan manusia di dalamnya dan dari penafsiran yang salah.

Karena itu hendaklah orang-orang yang beriman yang telah dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, antara iman dan kufur menundukkan dan menyerahkan diri kepada Allah. Membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya, menghentikan segala larangan-Nya, baik yang berhubungan dengan ibadah, muamalat, budi pekerti, hukum dan tata cara bergaul dalam kehidupan masyarakat.

Kemudian ditegaskan bahwa Allah benar-benar akan memberi petunjuk dan taufik kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengikuti semua rasul. Petunjuk dan taufik yang diberikan Allah kepada hamba-Nya dilakukan dengan bermacam cara.

Ada cara yang langsung dan ada pula dengan cara yang tidak langsung, kadang-kadang manusia sendiri menyadari bahwa ia telah menerima petunjuk itu.

Dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw banyak didapati saat-saat Allah memberikan petunjuk yang langsung kepadanya. Di antaranya petunjuk-petunjuk Allah kepadanya adalah teguran Allah kepada Nabi, ketika Nabi melakukan perbuatan yang dianggap tidak layak dilakukan oleh rasul, misalnya teguran-Nya kepada Nabi karena meremehkan seorang sahabat yang bertanya kepadanya, Nabi sedang sibuk dengan pembesar Quriasy. Di antara contoh-contohnya ialah sebagai berikut:

Imam Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu Ummi Maktum, seorang sahabat Nabi yang buta dan miskin. Pada suatu hari ia datang menghadap Nabi dan ia berkata, “Ya Rasulullah, bacakan dan ajarkanlah kepadaku apa yang telah diajarkan Allah kepadamu.” Ia mengulangi perkataan itu tiga kali.

Waktu Ibnu Ummi Maktum bertanya, Rasul saw sedang menerima pembesar Quraisy, yaitu Walid bin Mugirah dan konon musuh umat Islam, sedang Ibnu Ummi Maktum tidak melihat dan mengetahui pula bahwa Rasulullah sedang sibuk menerima tamu-tamunya.

Karena itu Rasulullah saw merasa kurang senang dengan permintaan Ibnu Ummi Maktum, beliau bermuka masam dan berpaling daripadanya. Sikap Rasulullah terhadap Ibnu Ummi Maktum itu ditegur Allah dengan firman-Nya:

Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya?

Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar-pembesar Quraisy), maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya, padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang dia takut (kepada Allah), engkau (Muhammad) malah mengabaikannya. Sekali-kali jangan (begitu)! Sungguh, (ajaran-ajaran Allah) itu suatu peringatan. (‘Abasa/80: 1-11)

Dengan teguran Allah itu Rasulullah menjadi sadar akan kesalahannya, sejak waktu itu beliau tambah menghormati sahabat-sahabat beliau, termasuk menghormati Ibnu Ummi Maktum sendiri. Teguran Allah inilah yang membedakan posisi Nabi dengan manusia biasa.

Tafsir Quraish Shihab: Sebaliknya, orang-orang yang diberi ilmu syariat kemudian mengimaninya, akan semakin bertambah percaya dan mengetahui bahwa yang dikatakan para rasul dan nabi itu adalah benar-benar dari Allah. Dia, sungguh, akan selalu mengawasi problematika orang-orang Mukmin dan membimbing mereka ke jalan lurus yang akan mereka ikuti.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Hajj Ayat 52-54 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S