Surah Al-Hujurat Ayat 12; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Hujrat Ayat 12

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Hujurat Ayat 12 ini, dijelaskan bahwa permintaan orang kakir tidak mungkin diperkenankan oleh Allah. Mereka tidak akan dikembalikan ke dunia, karena hati mereka sudah tidak menerima kebenaran lagi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hujurat Ayat 12

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٌ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتًا فَكَرِهۡتُمُوهُ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

Terjemahan: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Tafsir Jalalain: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٌ (Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa) artinya, menjerumuskan kepada dosa, jenis prasangka itu cukup banyak, antara lain ialah berburuk sangka kepada orang mukmin yang selalu berbuat baik.

Orang-orang mukmin yang selalu berbuat baik itu cukup banyak, berbeda keadaannya dengan orang-orang fasik dari kalangan kaum muslimin, maka tiada dosa bila kita berburuk sangka terhadapnya menyangkut masalah keburukan yang tampak dari mereka.

وَلَا تَجَسَّسُواْ (dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain) lafal Tajassasuu pada asalnya adalah Tatajassasuu, lalu salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga jadilah Tajassasuu, artinya janganlah kalian mencari-cari aurat dan keaiban mereka dengan cara menyelidikinya.

وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًا (dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain) artinya, janganlah kamu mempergunjingkan dia dengan sesuatu yang tidak diakuinya, sekalipun hal itu benar ada padanya.

أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتًا (Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati?) lafal Maytan dapat pula dibaca Mayyitan; maksudnya tentu saja hal ini tidak layak kalian lakukan.

فَكَرِهۡتُمُوهُ (Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya) maksudnya, mempergunjingkan orang semasa hidupnya sama saja artinya dengan memakan dagingnya sesudah ia mati. Kalian jelas tidak akan menyukainya, oleh karena itu janganlah kalian melakukan hal ini.

وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ (Dan bertakwalah kepada Allah) yakni takutlah akan azab-Nya bila kalian hendak mempergunjingkan orang lain, maka dari itu bertobatlah kalian dari perbuatan ini إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ (sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat) yakni selalu menerima tobat orang-orang yang bertobat (lagi Maha Penyayang) kepada mereka yang bertobat.

Baca Juga:  Surah Al-Qashash Ayat 10-13 ; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَلَا تَجَسَّسُواْ (“Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.”) maksudnya atas kebaikan kalian. Kata tajassasuu lebih sering digunakan untuk suatu kejahatan. Dan dari kata itu muncul kata “al-jaasuus” (“mata-mata”).

Sedangkan kata “attajassasu” seringkali digunakan pada hal yang baik. Sebagaimana yang difirmankan Allah, yang menceritakan tentang Ya’qub, dimana ia berkata: (“Wahai anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.”) (Yusuf: 87).

Terkadang, kedua istilah tersebut digunakan untuk menunjukkan hal yang buruk, sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits shahih, bahwasannya Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian mencari-cari keburukan dan mengintai kesalahan orang lain, janganlah saling membenci, dan juga saling membelakangi. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.”

Al-‘Auza’I mengatakan: “Kata attajassasu berarti mencari-cari sesuatu, sedangkan attahassasu berarti mencuri dengar terhadap pembicaraan suatu kaum padahal mereka tidak menyukai hal tersebut, atau mendengarkan dari balik pintu-pintu mereka. Adapun “attadaabaru” berarti memutuskan hubungan.” Demikian yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.

Firman Allah Ta’ala: وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًا (“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.”) pada potongan ayat tersebut terdapat larangan berbuat ghibah. Rasulullah saw. Telah menafsirkannya sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah, ia bercerita:

“Ditanyakan: ‘Ya Rasulallah, apakah ghibah itu?’ Beliau menjawab: ‘Engkau menceritakan perihal saudaramu yang tidak disukainya.’ Ditanyakan lagi: ‘Bagaimana jika keadaan saudaraku itu sesuai dengan yang aku katakan?’ rasulullah menjawab: ‘Maka itulah ghibah terhadapnya. Dan jika padanya tidak terdapat apa yang engkau katakan, maka engkau telah berbohong.’”

Hadits di atas juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dari Quaibah, dari ad-Darawurdi. At-Tirmidzi mengatakan: “Hadits tersebut hasan shahih.” Demikianlah yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Umar, Masruq, Qatadah, Abu Ishaq, dan Mu’awiyah bin Qurrah. Abu Dawud meriwayatkan dari ‘Aisyah, ia bercerita:

“Pernah kukatakan kepada Nabi saw.: ‘Cukuplah bagimu Shafiyyah itu demikian.’” Yang dimaksud ‘Aisyah disini bahwa Shafiyyah itu seorang wanita yang pendek. Maka Nabi saw. bersabda: “Sungguh engkau telah mengatakan suatu kalimat [yang buruk], seandainya dicampurkan dengan air laut, niscaya akan tercampur semuanya [menjadi busuk].” Lebih lanjut ‘Aisyah berkata:

Baca Juga:  Surah Al-Hujurat Ayat 4-5; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

“Lalu kuceritakan tentang seseorang kepada beliau, maka beliaupun bersabda: ‘Aku tidak suka menceritakan seseorang, sedang aku sendiri begini dan begitu.’” Hadits tersebut diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari hadits Yahya al-Qaththan, ‘Abdurrahman bin Mahdi, dan Waki’, yang ketiganya meriwayatkan dari ‘Aisyah. Dan at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan shahih.

Menurut kesepakatan, ghibah merupakan perbuatan yang diharamkan, dan tidak ada pengecualian dalam hal itu kecuali jika terdapat kemashlahatan yang lebih kuat, seperti misalnya dalam hal jarh [menilai cacat dalam masalah hadits], ta’dil [menilai baik/peninjauan kembali dalam masalah hadits], dan nasehat.

Hal itu sebagaimana sabda Rasulullah saw. ketika ada seorang jahat yang meminta izin kepada beliau: “Berikanlah oleh kalian izin kepadanya, ia adalah seburuk-buruk teman kabilah.” (HR. Al-Bukhari dan Abu Dawud).

Dan seperti sabda Rasulullah saw. kepada Fathimah binti Qais ketika ia dilamar oleh Mu’awiyah dan Abul Jahm: “Adapun Mu’awiyah adalah orang yang tidak mempunyai harta. Sedangkan Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya [ringan tangan].”

Demikianlah yang memang terjadi dan berlangsung. Kemudian selain dari hal di atas, maka hukumnya haram, yang karenanya pelakunya diberi ancaman yang keras. Oleh karena itu, Allah menyerupakannya dengan memakan daging manusia yang telah mati. Sebagaimana yang difirmankan-Nya:

أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتًا فَكَرِهۡتُمُوهُ (“Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.”) artinya, sebagaimana kalian membenci hal ini secara naluriah, maka kalianpun harus membencinya berdasarkan syariat. Karena hukumannya lebih keras dari hanya sekedar melakukannya [memakan daging].

Dan hal itu merupakan upaya menjauhkan diri dari perbuatan tersebut dan bersikap waspada terhadapnya. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw. tentang orang-orang yang mengambil kembali apa yang telah diberikan: “Seperti anjing yang muntah, lalu ia memakan kembali muntahnya tersebut.” Dan beliau juga telah bersabda: “Kita tidak boleh mempunyai teladan dalam hal keburukan.”

Dan dalam kitab Shahih, Hasan dan Musnad telah ditegaskan, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda dalam khutbahnya pada haji Wada’: “Sesungguhnya [pertumpahan] darah, harta benda, dan kehormatan kalian adalah haram bagi kalian seperti haramnya hari ini dan bulan kalian ini di negeri kalian ini.”

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini dijelaskan bahwa permintaan mereka itu tidak mungkin diperkenankan oleh Allah. Mereka tidak akan dikembalikan ke dunia, karena hati mereka sudah tidak menerima kebenaran lagi. Di dunia, mereka kafir dan ingkar apabila diseru untuk hanya menyembah Allah saja, tetapi apabila Allah dipersekutukan dengan yang lain, mereka percaya dan membenarkannya.

Baca Juga:  Surah Al-Maidah Ayat 14-17; Seri Tadabbur Al Qur’an

Permintaan mereka ke luar dari neraka dan dikembalikan ke dunia untuk beramal saleh, dijawab oleh Allah dengan firman-Nya: Dia (Allah) berfirman, “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (al-Mu’minun/23: 108)

Andaikata permintaan mereka diperkenankan dan dikembalikan ke dunia, mereka akan tetap mengerjakan hal-hal yang dilarang Allah sebagaimana halnya dahulu. Mereka itu pembohong, sebagaimana firman Allah: Seandainya mereka dikembalikan ke dunia, tentu mereka akan mengulang kembali apa yang telah dilarang mengerjakannya. Mereka itu sungguh pendusta. (al-An’am/6: 28)

Ayat ini ditutup dengan satu ketegasan bahwa putusan di hari Kiamat berada di tangan Allah yang akan memberi putusan dengan hak dan adil, Tuhan Yang Mahatinggi dan Mahabesar tiada sesuatu yang menyamai-Nya. Tuhan sangat benci kepada yang mempersekutukan-Nya dan telah memberlakukan kebijaksanaan yaitu mengekalkan mereka di dalam neraka.

Tafsir Quraish Shihab: Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah prasangka buruk terhadap orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa yang harus dihukum. Janganlah kalian menyelidiki dan mencari-cari aib dan cela orang-orang Muslim, dan jangan pula kalian saling menggunjing yang lain.

Apakah salah seorang di antara kalian senang memakan bangkai saudaranya yang mati yang kalian sendiri sebenarnya merasa jijik? Maka bencilah perbuatan menggunjing, karena perbuatan menggunjing itu bagaikan memakan bangkai saudara sendiri.

Peliharalah diri kalian dari azab Allah dengan menaati semua perintah dan menjauhi segala larangan. Sesungguhnya Allah Mahaagung dalam menerima pertobatan orang-orang yang mau bertobat, lagi Mahaluas kasih sayang-Nya terhadap alam semesta.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Hujurat Ayat 12 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S