Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Hujurat Ayat 13 ini, dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi supaya saling mengenal dan menolong.
Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan, atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara manusia pada sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya.
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hujurat Ayat 13
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Terjemahan: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Tafsir Jalalain: يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ (Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan) yakni dari Adam dan Hawa وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبًا (dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa) lafal Syu’uuban adalah bentuk jamak dari lafal Sya’bun, yang artinya tingkatan nasab keturunan yang paling tinggi وَقَبَآئِلَ (dan bersuku-suku) kedudukan suku berada di bawah bangsa, setelah suku atau kabilah disebut Imarah, lalu Bathn, sesudah Bathn adalah Fakhdz dan yang paling bawah adalah Fashilah.
Contohnya ialah Khuzaimah adalah nama suatu bangsa, Kinanah adalah nama suatu kabilah atau suku, Quraisy adalah nama suatu Imarah, Qushay adalah nama suatu Bathn, Hasyim adalah nama suatu Fakhdz, dan Al-Abbas adalah nama suatu Fashilah لِتَعَارَفُوٓاْ (supaya kalian saling kenal-mengenal) lafal Ta’aarafuu asalnya adalah Tata’aarafuu, kemudian salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga jadilah Ta’aarafuu; maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal sebagian yang lain bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu hanya dinilai dari segi ketakwaan.
إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ (Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) tentang kalian خَبِيرٌ (lagi Maha Mengenal) apa yang tersimpan di dalam batin kalian.
Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman seraya memberitahukan kepada umat manusia bahwa Dia telah menciptakan mereka dari satu jiwa, dan darinya Dia menciptakan pasangannya, yaitu Adam dan Hawwa, dan selanjutnya Dia menjadikan mereka berbangsa-bangsa. Kata “syu’uuban” [berbangsa-bangsa] lebih umum daripada kata “alqabaa-ilu” [bersuku-suku]. Dan setelah “alqabaa-ilu” ini berurutan tatanan lain. Ada juga yang menyatakan:
“Yang dimaksud dengan شُعُوبًا adalah penduduk negeri-negeri lain, sedangkan “alqabaa-ilu” adalah penduduk Arab, sebagaimana “al-asbaathu” dimaksudkan sebagai penduduk Bani Israil.” Dan mengenai hal ini telah saya ringkas dalam muqadimah tersendiri yang saya kumpulkan dari kitab al-Asybaah karya Abu ‘Umar bin ‘Abdil Barr, juga dari kitab al-Qashdu wal Umam fii Ma’rifati Ansabil Arab wal ‘Ajam.
Dengan demikian, dalam hal kemuliaan, seluruh umat manusia dipandang dari sisi ketanahannya dengan Adam dan Hawwa’ adalah sama. Hanya saja kemudian mereka itu bertingkat-tingkat jika dilihat dari sisi-sisi keagamaan, yaitu ketaatan kepada Allah swt. dan kepatuhan mereka kepada Rasul-Nya.
Oleh karena itu, setelah melarang berbuat ghibah dan mencaci antar sesama, Allah mengingatkan bahwa mereka itu sama dalam sisi kemanusiaan, “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbang-sabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” Maksudnya agar saling mengenal sesama mereka, yang masing-masing kembali kepada kabilah mereka.
Mengenai firman Allah: لِتَعَارَفُوٓاْ (“Supaya kamu saling kenal mengenal.”) Mujahid berkata: “Sebagaimana dikatakan fulan bin fulan dari anu dan anu atau dari kabilah anu dan kabilah anu.” Sufyan ats-Tsauri berkata: “Orang-orang Humair menasabkan diri kepada kampung halaman mereka. Sedangkan Arab Hijaz menasabkan diri kepada kabilah mereka.”
Abu ‘Isa at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. beliau bersabda: “Pelajarilah silsilah kalian yang dengannya kalian akan menyambung tali kekeluargaan, karena menyambung tali kekeluargaan itu dapat menumbuhkan kecintaan di dalam keluarga, kekayaan dalam harta dan panjang umur.” Kemudian at-Tirmidzi mengemukakan: “Hadits tersebut adalah gharib yang kami tidak mengetahuinya kecuali dari sisi ini saja.”
Firman Allah: إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡ (“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.”) maksudnya, yang membedakan derajat kalian di sisi Allah hanyalah ketakwaan, bukan keturunan. Ada beberapa hadits yang menjelaskan hal tersebut yang diriwayatkan langsung dari Nabi saw.
Imam al-Bukhari meriwayatkannya dari Abu Hurairah, ia meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya: “Siapakah yang paling mulia?” maka beliau bersabda: “Yang paling mulia di antara mereka di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara mereka.”
Para sahabat bertanya: “Bukankah masalah ini yang kami tanyakan kepadamu?” beliau menjawab: “Jadi, orang yang paling mulia adalah Nabi Allah Yusuf putera Nabi Allah, putera Nabi Allah, putra kekasih Allah.” “Bukan itu yang hendak kami tanyakan kepadamu.” Papar mereka. “Kalau begitu, apakah yang kalian tanyakan kepadaku itu tentang orang-orang Arab yang paling mulia?” tanya beliau. “Ya.” Jawab mereka.
Beliau bersabda: “Yang terbaik dari mereka pada masa Jahiliyah adalah yang terbaik dari mereka di masa Islam, jika mereka benar-benar memahami.” Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari di tempat lain melalui jalan Abdah bin Sulaiman. Juga diriwayatkan oleh an-Nasa-i dalam kitab at-Tafsiir, dari hadits ‘Ubaidullah, dia adalah Ibnu ‘Umar al-‘Umari.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta benda kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal perbuatan kalian.” (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ahmad bin Sinan, dari Katsir bin Hisyam).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzarr, ia menceritakan bahwa Nabi saw. pernah bersabda kepadanya: “Lihatlah, sesungguhnya engkau tidaklah lebih baik dari [orang kulit] merah dan hitam kecuali jika engkau melebihkan diri dengan ketakwaan kepada Allah.” Hadits di atas diriwayatkan sendiri oleh Imam Ahmad.
Imam Ahmad juga meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amirah, suami Darrah binti Abi Lahab, dari Darrah binti Lahab, ia berkata: “Ada seorang laki-laki yang berdiri menemui Nabi saw. yang ketika itu beliau tengah berada di atas mimbar, lalu ia berkata:
‘Ya Rasulallah, siapakah orang yang paling baik itu?’ Rasulullah menjawab: ‘Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling baik bacaan [alqur’an]nya, paling bertakwa kepada Allah, paling gigih menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, dan paling giat menyambung tali silaturahim.’”
Firman Allah selanjutnya: إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (“Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahamengenal.”) maksudnya, Mahamengetahui [tentang] kalian semua dan Mahamengenal semua urusan kalian, sehingga dengan demikian Dia akan memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki, menyesatkan siapa yang Dia kehendaki pula, menyayangi siapa yang Dia kehendaki, menimpakan siksaan kepada siapa yang Dia kehendaki, mengutamakan siapa yang Dia kehendaki, dan Dia juga Mahabijaksana, Maha mengetahui dan Maha mengenal tentang semuanya itu.
Ayat mulia dan hadist syarif ini telah dijadikan dalil oleh beberapa ulama yang berpendapat bahwa kafa-ah [sederajat] di dalam masalah nikah itu tidak dijadikan syarat, dan tidak ada yang dipersyaratkan kecuali agama. Hal ini didasarkan pada firman Allah Ta’ala:
inna akramakum ‘indallaaHi atqaakum (“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.”) sedangkan ulama lain mengambil dalil-dalil lain yang terdapat dalam buku-buku fiqih. Dan kami telah menyebutkannya sekilas mengenai hal itu dalam kitab al-Ahkam. Segala puji dan sanjungan hanya bagi Allah semata.
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi supaya saling mengenal dan menolong.
Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan, atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara manusia pada sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya. Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut-pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan.
Padahal menurut pandangan Allah, orang yang paling mulia itu adalah orang yang paling takwa kepada-Nya. Diriwayatkan oleh Ibnu hibban dan at-Tirmidhi dari Ibnu ‘Umar bahwa ia berkata: Rasulullah saw melakukan tawaf di atas untanya yang telinganya tidak sempurna (terputus sebagian) pada hari Fath Makkah (Pembebasan Mekah). Lalu beliau menyentuh tiang Ka’bah dengan tongkat yang bengkok ujungnya.
Beliau tidak mendapatkan tempat untuk menderumkan untanya di masjid sehingga unta itu dibawa keluar menuju lembah lalu menderumkannya di sana. Kemudian Rasulullah memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian berkata,
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah menghilangkan pada kalian keburukan perilaku Jahiliah. Wahai manusia, sesungguhnya manusia itu ada dua macam: orang yang berbuat kebajikan, bertakwa, dan mulia di sisi Tuhannya. Dan orang yang durhaka, celaka, dan hina di sisi Tuhannya.
Kemudian Rasulullah membaca ayat: ya ayyuhan-nas inna khalaqnakum min dhakarin wa untsa? Beliau membaca sampai akhir ayat, lalu berkata, “Inilah yang aku katakan, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian. (Riwayat Ibnu hibban dan at-Tirmidhi dari Ibnu ‘Umar).
Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Mengetahui tentang apa yang tersembunyi dalam jiwa dan pikiran manusia. Pada akhir ayat, Allah menyatakan bahwa Dia Maha Mengetahui tentang segala yang tersembunyi di dalam hati manusia dan mengetahui segala perbuatan mereka.
Tafsir Quraish Shihab: Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dalam keadaan sama, dari satu asal: Adam dan Hawâ’. Lalu kalian Kami jadikan, dengan keturunan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal dan saling menolong.
Sesungguhnya orang yang paling mulia derajatnya di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Allah sungguh Maha Mengetahui segala sesuatu dan Maha Mengenal, yang tiada suatu rahasia pun tersembunyi bagi-Nya.
Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Hujurat Ayat 13 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020