Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Insan Ayat 4-12 ini, menerangkan bahwa sesungguhnya Allah telah menyediakan rantai, belenggu, dan neraka yang menyala-nyala bagi orang-orang kafir, yaitu orang yang mengingkari dan bahkan membantah, nikmat dan pemberian yang telah dianugerahkan kepadanya.
diterangkan pula bahwa orang-orang abrar adalah orang yang mengerjakan segala perbuatan kebaikan seperti tersebut di atas karena takut pada azab Allah yang ditimpakan pada suatu hari yang penuh kesulitan. Mereka berbuat sosial membantu orang lain seperti memberi makanan dan lain-lain
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Insan Ayat 4-12
Surah Al-Insan Ayat 4
إِنَّآ أَعۡتَدۡنَا لِلۡكَٰفِرِينَ سَلَٰسِلَاْ وَأَغۡلَٰلًا وَسَعِيرًا
Terjemahan: Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala.
Tafsir Jalalain: إِنَّآ أَعۡتَدۡنَا (Sesungguhnya Kami menyediakan) telah mempersiapkan لِلۡكَٰفِرِينَ سَلَٰسِلَاْ (bagi orang-orang kafir rantai) untuk menyeret mereka ke dalam neraka وَأَغۡلَٰلًا (dan belenggu-belenggu) pada leher mereka dan rantai itu diikatkan kepadanya وَسَعِيرًا (serta neraka Sair) yaitu neraka yang apinya menyala-nyala dengan besarnya, tempat mereka diazab.
Tafsir Ibnu Katsir: Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu, dan neraka yang menyala-nyala. Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang darinya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.
Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.
Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraaan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya (berupa) surga dan (pakaian) sutra.
Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang apa yang telah disediakan-Nya bagi makhluk-Nya yang kafir kepada-Nya, yaitu berupa rantai-rantai dan belenggu-belenggu, serta api yang menyala-nyala dengan hebatnya lagi membakar di dalam neraka Jahanam.
Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret, ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam api. (Al-Mumin: 71-72) Setelah menyebutkan apa yang Allah sediakan bagi orang-orang yang celaka, yaitu neraka Sa’ir yang nyalanya sangat hebat, lalu Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman berikutnya menyebutkan: Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur.
Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa sesungguhnya Allah telah menyediakan rantai, belenggu, dan neraka yang menyala-nyala bagi orang-orang kafir, yaitu orang yang mengingkari dan bahkan membantah, nikmat dan pemberian yang telah dianugerahkan kepadanya. Rantai dipakai untuk mengikat kaki mereka supaya tidak lari, sedang belenggu untuk merantai tangan dan leher yang diikat ke neraka.
Neraka Sa’ir (yang menyala-nyala) seperti disebutkan dalam surah yang lalu adalah neraka yang nyalanya tidak dapat dibandingkan dengan jenis api mana pun di atas dunia ini. Api di dunia hanya sepertujuh puluh dari api neraka. Ayat lain menyebutkan: Ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret. (Gafir/40: 71).
Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya Kami telah menyiapkan bagi orang-orang kafir rantai-rantai yang mengikat kaki mereka, dan belenggu untuk tangan dan leher mereka, serta api neraka yang berkobar-kobar.
Surah Al-Insan Ayat 5
إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا
Terjemahan: Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur,
Tafsir Jalalain: إِنَّ الْأَبْرَارَ (Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebaikan) lafal Al-Abraar bentuk jamak dari lafal Barrun atau Baarrun, artinya orang-orang yang taat يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ (mereka minum dari gelas) atau tempat minum, yang berisikan khamar. Maksudnya, mereka meminum khamar. Hal ini diungkapkan dengan memakai nama alat peminumnya. Huruf Min bermakna Tab’idh كَانَ مِزَاجُهَا (yang campurannya) yakni khamar itu dicampur dengan كَافُورًا (kafur.)
Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman: إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا (“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas [berisi minuman] yang campurannya adalah aif kafur.”) sebagaimana diketahui, air kafur ini dingin lagi beraroma wangi. Ditambahkan dan berbagai kelezatan yang ada di surga.
Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan balasan Allah kepada orang yang berbuat kebajikan, yaitu berupa minuman dari gelas yang berisikan air yang campurannya adalah air kafur, yaitu nama suatu mata air di surga yang warnanya putih, baunya sedap, dan rasanya enak.
Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya orang-orang yang benar-benar beriman akan mendapatkan minuman dari arak yang dicampur dengan air kâfûr, sebagai mata air yang mengalirkan minuman-minuman para hamba Allah yang dapat mereka peroleh dengan mudah sekehendak mereka.
Surah Al-Insan Ayat 6
عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا
Terjemahan: (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya.
Tafsir Jalalain: عَيْنًا (Yaitu mata air) menjadi Badal dari lafal Kaafuur artinya, mata air itu berbau kafur يَشْرَبُ بِهَا (yang meminum daripadanya) dari mata air itu عِبَادُ اللَّهِ (hamba-hamba Allah) yakni kekasih-kekasih-Nya يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا (yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya) mereka dapat mengalirkan air dari telaga itu menurut kehendaknya dari tempat-tempat tinggal mereka.
Tafsir Ibnu Katsir: عَيۡنًا يَشۡرَبُ بِهَا عِبَادُ ٱللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفۡجِيرًا (“Yaitu mata air yang darinya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya.”) maksudnya air kafur yang telah bercampur dan disediakan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan ini adalah mata air yang biasa diminum oleh hamba-hamba Allah yang mendekatkan diri, murni tanpa campuran, mereka minum sampai kenyang, sehingga dia menjadi kata tersebut muta’addi dengan ba’ dan memanshubkan kata ‘ainan sebagai pembeda.
Sebagian mereka mengatakan bahwa dalam hal kualitas, minuman ini seperti air kafur. Sebagian lainnya mengatakan, ninuman tersebut berasal dari air kafur. Dan sebagian lainnya mengatakan, boleh juga menjadi manshub dengan kata yasyrab. Ketiga pendapat tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Firman Allah: يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا (“yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya.”) maksudnya, mereka bisa memanfaatkan air tersebut ke mana saja dan di mana saja mereka kehendaki, baik di dalam istana, rumah, majelis, maupun di tempat-tempat lainnya. Kata at-tafjiir berarti mengalirkan, sebagaimana yang Dia firmankan, wa fajjarnaa khilaalaHumaa maHaran (“Dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu.”)(al-Kahfi: 33)
Tafsir Kemenag: Mata air di dalam surga itu adalah sebagai minuman lezat bagi hamba-hamba Allah. Mereka pun dapat mengalirkannya dengan sesukanya.
Jadi kafur itu berasal dari mata air yang airnya diminum oleh para hamba Allah yang muqarrabin (yang dekat kepada-Nya). Mereka dapat mengalirkan air sungai itu menurut kehendak hati tanpa ada yang menghalangi. Mereka bebas menikmati air itu sepuas-puasnya. Air itu akan mengalir ke tempat-tempat yang mereka kehendaki, ke dalam kamar, mahligai, atau ke dalam kebun-kebun yang mereka inginkan.
Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya orang-orang yang benar-benar beriman akan mendapatkan minuman dari arak yang dicampur dengan air kâfûr, sebagai mata air yang mengalirkan minuman-minuman para hamba Allah yang dapat mereka peroleh dengan mudah sekehendak mereka.
Surah Al-Insan Ayat 7
يُوفُونَ بِٱلنَّذۡرِ وَيَخَافُونَ يَوۡمًا كَانَ شَرُّهُۥ مُسۡتَطِيرًا
Terjemahan: Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.
Tafsir Jalalain: يُوفُونَ بِٱلنَّذۡرِ (Mereka menunaikan nazar) untuk taat kepada Allah وَيَخَافُونَ يَوۡمًا كَانَ شَرُّهُۥ مُسۡتَطِيرًا (dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana) menyebar di semua tempat.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: يُوفُونَ بِٱلنَّذۡرِ وَيَخَافُونَ يَوۡمًا كَانَ شَرُّهُۥ مُسۡتَطِيرًا (“mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang adzabnya merata di mana-mana.”) maksudnya, mereka berusaha mengabdi kepada Allah dengan menunaikan semua yang Dia wajibkan kepada mereka, yaitu mengerjakan berbagai ketaatan wajib yang telah ditetapkan syariat dan juga yang telah mereka wajibkan untuk diri mereka sendiri dengan nadzar.
Imam Malik meriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa bernadzar hendak mentaati Allah, maka hendaklah ia mentaati-Nya, dan barangsiapa bernadzar akan bermaksiat kepada-Nya, maka hendaklah dia tidak bermaksiat kepada-Nya.” (HR Bukhari)
Dan juga meninggalkan berbagai hal haram yang dilarang mengerjakannya karena takut akan buruknya hisab pada hari kiamat kelak, yaitu hari dimana adzab tersebar dimana-mana, yakni meliputi semua manusia kecuali mereka yang diberi rahmat oleh Allah.
Tafsir Kemenag: Ayat ini dan beberapa ayat berikutnya menyebutkan beberapa sifat orang-orang abrar (berbuat kebaikan), yaitu: mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Menunaikan nazar adalah menepati suatu kewajiban yang datang dari pribadi sendiri dalam rangka menaati Allah.
Berbeda dengan kewajiban syara (agama) yang datang dari Allah, maka nazar bersifat pembebanan yang timbul karena keinginan sendiri dengan niat mensyukuri nikmat Allah. Baik nazar maupun syarak, kedua-duanya hukumnya wajib dilaksanakan.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Malik, al-Bukhari, dan Muslim dari ‘Aisyah, Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang bernazar menaati Allah, hendaklah ia menepati nazar itu, (tetapi) janganlah dipenuhi jika nazar itu untuk mendurhakai-Nya. (Riwayat al-Bukhari, Malik, Abu Dawud, at-Tirmidhi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah dari ‘Aisyah)
Dalam beberapa hadis dijelaskan tentang ketentuan nazar, di antaranya adalah:
- Hadis riwayat al-Bukhari dari ‘Aisyah di atas menjelaskan bahwa nazar yang bermaksud hendak menaati Allah wajib dipenuhi, sedangkan nazar dengan niat mendurhakai Allah tidak boleh dipenuhi. Demikian pula hadis-hadis riwayat at-Tirmidhi, Abu Dawud, dan an Nasa’i.
- Rasulullah saw memerintahkan kepada Sa’ad bin Ubadah agar membayar puasa nazar yang pernah diucapkan oleh ibunya yang telah meninggal. Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Sa’ad bin Ubadah.
Selain dari menyempurnakan janji, orang abrar juga mau meninggalkan segala perbuatan terlarang (muharramat) karena takut akan dahsyatnya siksa yang harus diterima di hari Kiamat akibat mengerjakannya. Sebab pada hari itu, segala kejahatan dan kedurhakaan yang pernah dikerjakan seseorang disebarluaskan. Hanya orang-orang yang dikasihi Allah saja yang selamat dari keadaan yang mengerikan itu.
Tafsir Quraish Shihab: Mereka telah menunaikan kewajiban yang diembankan. Mereka pun selalu siaga akan datangnya hari besar yang malapetakanya teramat dahsyat dan menyebar secara luas dan merata.
Surah Al-Insan Ayat 8
وَيُطۡعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسۡكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Terjemahan: Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Tafsir Jalalain: وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ (Dan mereka memberikan makanan yang disukainya) atau yang digemarinya مِسْكِينًا (kepada orang miskin) atau orang fakir وَيَتِيمًا (anak yatim) anak yang ayahnya sudah tiada وَأَسِيرًا (dan orang yang ditawan) orang yang ditahan karena membela perkara yang hak.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَيُطۡعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ (“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya.”) Dlamir [kata ganti] dalam ayat ini kembali ke kata ath-tha’am. Artinya mereka memberikan makanan saat mereka menyukainya sekaligus sangat berselera pada makanan tersebut. Ayat tersebut sama dengan firman Allah: wa atal maala ‘alaa hubbiHi (“Dan memberikan harta yang dicintainya.”) (al-Baqarah: 177)
Dan dalam hadits shahih disebutkan: “Sebaik-baik sedekah adalah engkau bersedekah ketika engkau dalam keadaan sehat dan rakus [kikir], sangat mengharap kekayaan dan takut miskin.”
Yakni pada saat engkau benar-benar cinta pada harta, tamak dan sangat membutuhkannya. Oleh karena itu, Allah berfirman: wa yuth-‘imuunath tha-‘aama ‘alaa hubbiHii miskiinaw wa yatiimaw wa asiiran (“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.”) adapun mengenai orang miskin dan anak-anak yatim maka sudah dijelaskan sifat-sifatnya sebelumnya. Sedangkan tentang tawanan, Sa’id bin Jubair, al-Hasan al-Bashri, dan adl-Dlhahhak mengatakan:
“Yaitu tawanan dari kalangan orang-orang yang menghadap kiblat [dari umat Islam].” Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Tawanan-tawanan mereka pada hari itu adalah orang-orang musyrik.” Hal tersebut didasarkan pada dalil yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah menyuruh para shahabatnya pada saat perang Badar untuk memuliakan para tawanan, dimana mereka lebih mengutamakan para tawanan atsa diri mereka sendiri saat makan siang. ‘Ikrimah mengatakan: “Mereka itu adalah hamba sahaya.” Dan itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir.
Tafsir Kemenag: Disebutkan bahwa latar belakang turunnya ayat ke 8 ini berkaitan dengan seorang laki-laki Ansar bernama Abu Dahdah yang pada suatu hari mengerjakan puasa. Ketika waktu berbuka datang, berkunjunglah ke rumahnya satu orang miskin, seorang anak yatim, dan seorang tawanan. Ketiganya dijamu oleh Abu Dahdah dengan tiga potong roti. Untuk keluarga dan anak-anaknya akhirnya hanya tersedia sepotong roti padahal dia hendak berbuka puasa. Maka Allah menurunkan ayat ini.
Riwayat lain mengatakan bahwa Ali bin Abi thalib mendapat upah bekerja dengan seorang Yahudi berupa sekarung gandum. Sepertiga gandum itu dimasak, ketika siap dihidangkan datanglah seorang miskin memintanya. Tanpa berpikir panjang, Ali langsung saja memberikannya. Kemudian dimasaknya sepertiga lagi.
Setelah siap dimakan, datang pula seorang anak yatim meminta bubur gandum itu. Ali pun memberikannya. Kali ketiga sisa gandum itu dimasak semuanya, dan secara kebetulan datang pula seorang tawanan yang masih musyrik dan mohon dikasihani. Ali memberikan lagi sisa bubur gandum itu, sehingga untuk dia sendiri tidak ada lagi yang tersisa. Demikianlah untuk menghargai sikap sosial itulah Allah menurunkan ayat ke 8 ini.
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang abrar memberikan makanan yang sangat diperlukan dan disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Memberikan makan dalam hal ini dapat pula berarti memberikan bantuan dan sokongan kepada orang yang memerlukan. Makanan disebutkan di sini karena merupakan kebutuhan pokok hidup seseorang.
Boleh jadi pula memberikan makanan berarti berbuat baik kepada orang yang sangat membutuhkannya dengan cara dan bentuk apa pun. Boleh jadi pula yang dimaksud dengan memberikan makanan berarti pula berbuat baik kepada makhluk yang sangat memerlukannya dengan cara dan bentuk apa pun. Disebutkan secara khusus memberikan makanan karena itulah bentuk ihsan (kebaikan) yang paling tinggi nilainya.
Bentuk ihsan lain yang juga tinggi nilainya disebutkan dalam ayat lain, yakni: Dia mengatakan, “Aku telah menghabiskan harta yang banyak.” Apakah dia mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang melihatnya? Bukankah Kami telah menjadikan untuknya sepasang mata, lidah, dan sepasang bibir? Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan), tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar? (al-Balad/90: 6-11)
Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa memberikan bantuan (pertolongan) diutamakan kepada orang yang kuat berusaha mencari keperluan hidupnya, namun penghasilannya tidak memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Miskin juga berarti orang yang tidak berharta sama sekali dan karena keadaan fisiknya tidak memungkinkan untuk berusaha mencari nafkah hidup.
Adapun orang yang ditawan, selain berarti tawanan perang, dapat pula berarti orang yang sedang dipenjarakan (karena melanggar ketentuan syara atau berbuat kesalahan), atau budak yang belum dapat memerdekakan dirinya dan yang patut dibantu.
Dengan demikian, bantuan berupa makanan kepada orang yang memerlukan tidak terbatas kepada orang Islam saja, tetapi juga non muslim. Yang perlu diingat oleh seseorang yang hendak beramal sosial seperti itu adalah keikhlasan dalam mengerjakannya tanpa pamrih.
Tafsir Quraish Shihab: Mereka selalu memberi makan kaum fakir yang tidak dapat berusaha, anak yatim yang ditinggal mati bapaknya, dan para tawanan yang tidak memiliki daya apa-apa. Padahal mereka sendiri sangat menyukai dan memerlukan makanan yang mereka berikan itu.
Surah Al-Insan Ayat 9
إِنَّمَا نُطۡعِمُكُمۡ لِوَجۡهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمۡ جَزَآءً وَلَا شُكُورًا
Terjemahan: Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
Tafsir Jalalain: إِنَّمَا نُطۡعِمُكُمۡ لِوَجۡهِ ٱللَّهِ (Sesungguhnya kami memberi makanan kepada kalian hanyalah demi karena Allah) demi untuk mengharapkan pahala-Nya لَا نُرِيدُ مِنكُمۡ جَزَآءً وَلَا شُكُورًا (kami tidak menghendaki balasan dari kalian dan tidak pula ucapan terima kasih) berterima kasih atas pemberian makanan itu. Apakah mereka benar-benar mengucapkan demikian ataukah hal itu telah diketahui oleh Allah swt. kemudian Allah memuji mereka. Sesungguhnya dengan masalah ini ada dua pendapat.
Tafsir Ibnu Katsir: إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ (“Sesungguhnya kami memberikan makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridlaan Allah.”) yakni mengharapkan pahala dan keridlaan Allah Ta’ala. لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا (“Kami tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula [ucapan] terima kasih.”) yakni kami tidak menuntut kalian memberi balasan setimpal atasnya dan tidak meminta kalian berterima kasih di hadapan orang-orang kalian.
Mujahid dan Sa’id bin Jubair mengatakan: “Demi Allah mereka ini tidak mengucapkannya melalui lisan mereka, tetapi Allah mengetahuinya dari hati mereka sehingga Dia pun memberikan pujian kepada mereka untuk memancing orang lain melakukan hal tersebut.
Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan keikhlasan orang-orang abrar yang menyatakan bahwa mereka memberikan makanan kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan hanya untuk mengharapkan keridaan Allah semata, tidak menghendaki balasan dan tidak pula mengharapkan ucapan terima kasih. Jadi, di saat hendak memulai usaha sosial itu hendaklah hati dan lidah berniat ikhlas karena Allah, tanpa dicampuri oleh perasaan lain yang ingin menerima balasan yang setimpal atau mengharapkan pujian dan sanjungan orang lain.
Tafsir Quraish Shihab: Mereka berkata di dalam hati, “Sungguh, kami memberi makan kalian hanya untuk mendapatkan rida Allah. Kami sama sekali tidak mengharapkan balasan atau hadiah dari kalian, juga bukan untuk mendapatkan pujian dari kalian.
Surah Al-Insan Ayat 10
إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا
Terjemahan: Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.
Tafsir Jalalain: إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا (Sesungguhnya kami takut kepada Rabb kami akan suatu hari yang penuh dengan kemasaman) yaitu muka-muka pada saat itu bermuram durja dan tidak enak dipandang karena kepahitannya قَمْطَرِيرًا (lagi penuh dengan kesulitan) yakni hari itu penuh dengan penderitaan yang sangat parah.
Tafsir Ibnu Katsir: إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا (“Sesungguhnya kami takut akan Rabb kami pada suatu hari dimana orang-orang yang bermuka masam penuh kesulitan.”) maksudnya kami lakukan hal tersebut dengan harapan Allah akan memberikan rahmat kepada kami dan menerima kami dengan penuh kelembutan pada hari dimana orang-orang tengah bermuka masam dan penuh kesulitan. ‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, kata ‘abuusan berarti sempit, sedangkan qamthariiran berarti panjang,
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang-orang abrar adalah orang yang mengerjakan segala perbuatan kebaikan seperti tersebut di atas karena takut pada azab Allah yang ditimpakan pada suatu hari yang penuh kesulitan.
Mereka berbuat sosial membantu orang lain seperti memberi makanan dan lain-lain, adalah dengan harapan agar Tuhan mengasihi dan memelihara mereka dengan kasih sayang-Nya dari siksaan hari Kiamat pada saat manusia datang menemui Tuhan dengan wajah masam karena berbagai macam kesulitan dan ketakutan.
Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya kami takut kepada Tuhan manakala kami menemui suatu hari ketika orang-orang bermuka masam dan wajah serta kening mereka berkerut.”
Surah Al-Insan Ayat 11
فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَٰلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً وَسُرُورًا
Terjemahan: Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.
Tafsir Jalalain: فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَٰلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ (Maka Allah memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka) atau menghadiahkan kepada mereka نَضْرَةً (kejernihan) yaitu keindahan dan kecemerlangan pada wajah-wajah mereka وَسُرُورًا (dan kegembiraan hati.)
Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman: فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَٰلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً وَسُرُورًا (“Maka Rabb memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan dan kegembiraan hati.”) yang ini termasuk dalam bab keserupaan yang sempurna: فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَٰلِكَ الْيَوْمِ (“Maka Rabb memelihara mereka dari kesusahan hari itu.”) yakni Dia memberi rasa aman kepada mereka dari apa yang mereka takutkan.
وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً (“Dan memberikan kepada mereka kejernihan.”) di wajah mereka. وَسُرُورًا (“dan kegembiraan.”) di dalam hati mereka. Demikian yang diungkapkan oleh al-Hasan al-Bashri, Qatadah, Abul ‘Aliyah, ar-Rabi’ bin Anas. Yang demikian itu, karena jika hati bergembira maka wajahpun menjadi berseri-seri.
Tafsir Kemenag: Dijelaskan juga bahwa sebagai balasan kepada orang-orang abrar, Allah memelihara mereka dari kesusahan hari itu dan memberikan kepada mereka keceriaan wajah dan kegembiraan hati. Tampak pada wajah mereka kegembiraan yang berseri-seri sebagai tanda kepuasan hati karena anugerah Allah yang telah mereka terima. Dalam ayat lain, Allah berfirman: Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri, tertawa dan gembira ria. (‘Abasa/80: 38-39).
Tafsir Quraish Shihab: Maka Allah melindungi mereka dari berbagai kesulitan di hari itu. Allah menjadikan wajah mereka berseri-seri, tidak seperti wajah masam orang-orang yang berbuat dosa. Hati mereka pun merasa senang dan gembira. Ganjaran dari kesabaran mereka adalah surga yang menyenangkan dan pakaian dari sutra yang sangat halus dan lembut.
Surah Al-Insan Ayat 12
وَجَزَىٰهُم بِمَا صَبَرُواْ جَنَّةً وَحَرِيرًا
Terjemahan: Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera,
Tafsir Jalalain: وَجَزَىٰهُم بِمَا صَبَرُواْ (Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka) disebabkan kesabaran mereka dari perbuatan maksiat جَنَّةً (surga) yang mereka dimasukkan ke dalamnya وَحَرِيرًا (dan sutera) yang menjadi pakaian mereka.
Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah: وَجَزَىٰهُم بِمَا صَبَرُواْ جَنَّةً وَحَرِيرًا (“Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka.”) yaitu karena kesabaran mereka, Allah memberi dan menyerahkan surga dan sutera serta menempatkan mereka di surga, yaitu tempat tinggal yang lapang, kehidupan yang sejahtera dan pakaian yang baik.
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah memberi mereka ganjaran karena kesabaran mereka dengan surga dan pakaian sutra. Karena kesabaran mereka dalam berbuat kebaikan, ketabahan menahan diri dari godaan nafsu, dan terkadang-kadang harus menahan lapar dan kurang pakaian (karena berbuat sosial dalam keadaan miskin), maka Allah membalasi yang demikian itu dengan kenikmatan surga dalam bentuk yang lain berupa pakaian yang terbuat dari sutra. Ayat ini sama artinya dengan firman Allah:
(Mereka akan mendapat) surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya mereka diberi perhiasan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutra. (Fathir/35: 33).
Tafsir Quraish Shihab: Maka Allah melindungi mereka dari berbagai kesulitan di hari itu. Allah menjadikan wajah mereka berseri-seri, tidak seperti wajah masam orang-orang yang berbuat dosa. Hati mereka pun merasa senang dan gembira. Ganjaran dari kesabaran mereka adalah surga yang menyenangkan dan pakaian dari sutra yang sangat halus dan lembut.
Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Insan Ayat 4-12 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020